Yuzirwan Rasyid setuju dengan tema diskusi yang diangkat Majalah SAGA – Padang Ekspres Group.
Menurutnya panel diskusi ini hendaklah bisa mengetengahkan hasil
kajian; Apakah memang ada relevansi antara spirit perjuangan PDRI
dengan patriotisme Islam di Minangkabau? “Sebab bisa saja
relevansi yang signifikan adalah dengan kondisi geografis dan
politik kekuasaan,” katanya.
Dia menjelaskan, pada abad VIII masehi, Islam masuk ke Minangkabau melalui dua jalur; jalur barat melalui perairan pantai barat dan jalur timur melalui selat Malaka ke jalur aliran sungai. Ada dua misi penyiar agama Islam waktu itu, yaitu; misi dagang dan misi dakwah. Komoditi dagang yang terkenal waktu itu ialah rempah-rempah. “Saya belum mengetahui apakah spirit berdagang yang lebih utama atau spirit berdakwah? Posisi Sumpur Kudus sebagai sentral kekuasaan Islam di Minangkabau dengan bertahtanya Rajo Ibadat, diyakini karena Sumpur Kudus masuk dalam alur pelayaran Batang Sinamar yang masuk ke sungai Inderagiri dan bermuara Selat Berhala.
Selanjutnya PDRI juga mengambil basis perjuangan di Halaban Payakumbuh, Lintau, Sumpur Kudus, Sungaidareh, terus ke Sangir Batanghari (Bidar Alam).
Kemudian dia menjelaskan soal patriotisme yang adalah sikap kerelaan untuk berkorban mencapai terwujudnya suatu ideologi. Ideologi penyiar Islam amar makruf nahi mungkar. Sementara ideologi PDRI adalah kehidupan yang pancasialis. “Yang perlu dijawab dalam forum ini apakah ada relevansi spirit perjuangan PDRI dengan patriotisme pergerakan Islam di Minangkabau. Inilah konten yang harus ditonjolkan dalam menempatkan posisi Rajo Ibadat dalam sejarah perjuangan NKRI melalui perjuangan PDRI,” terang putra Sumpur Kudus itu.
Dia menceritakan juga bagaimana perjuangan orangtuanya waktu itu yang ikut berjuang bersama PDRI. Yang mempunyai rasa patriotisme yang besar tak mementingkan diri sendiri, tapi mementingkan negara ini dan rela berjuang dengan PDRI berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
“Saya waktu itu masih kecil. Saya pernah mendengar kedua orangtua saya berdebat soal perjuangannya. Orangtua perempuan saya waktu itu bertanya pada orangtua lelaki saya, apa yang kita dapatkan dari perjuangan ini? Orangtua lelaki saya meyakinkan jika perjuangan yang dia lakukan itu didasarkan pada rasa patriotismenya mempertahankan daerah itu dari penjajah. Dia rela mati dan menyerahkan sepenuhnya hidup dan perjuangannya pada Allah SWT,” ungkapnya.
Menurutnya, ke depan perlu diangkat sisi lain dari Sumpur Kudus sehingga mampu menghasilkan tulisan yang berbeda dengan tulisan yang sudah ada. “Perlu ditulis apa sebenarnya spirit PDRI dan relevansi nilainya dari perjuangan PDRI ini,” terangnya.
Yulizal Yunus menjelaskan, Islam dan nasionalisme menyatu dan digerakkan dari perjuangan Syafruddin Prawiranegara dan PDRI itu. “Rapat PDRI di rumah keluarganya Pak Novirman (Novirman Jamarun, red), tapi pusat perjuangannya di masjid,” terangnya.
Ketua Yayasan Rajo Ibadat Sumpur Kudus, Azwir Maaruf Dt Sirajo, menjelaskan daerah Sumpur Kudus merupakan daerah yang sulit. Sulit menempuhnya karena kondisi alamnya yang cukup menantang. Namun dalam perang PDRI keberadaannya sangat menentukan.
Penyebaran Islam di Sumpur Kudus dilakukan ulama bernama Syekh Ibrahim (popular dengan Syekh Brai) bersama Rajo Ibadat. Syekh Brai menyebarkan Islam dengan cara asimilatif moderat. Dengan pendekatan yang tak terkesan radikal itu Syekh Brai cepat diterima masyarakat.
Seminar Internasional
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sijunjung mengapresiasi langkah menggali kembali keberadaan Sumpur Kudus dari perspektif penyebaran Islam dan keberadaan perjuangan PDRI. Perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sijunjung berharap ke depan akan ada kegiatan lebih besar lagi. “Ini penting demi menggali kekayaan khasanah budaya kita di Minangkabau. Bukti dukungan kami terhadap kekayaan budaya ini, kami di Sijunjung telah mensertifikatkan 4 benda cagar budaya,” ungkap Masyuli Effendi, perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sijunjung.
Guspardi Gaus juga menginginkan agar kegiatan ini ke depan dapat dibahas dan diekspos lebih luas lagi, berupa seminar nasional atau internasional. “Kalau perlu libatkan semua pihak termasuk Maarif Institute. Pak Syafii Maarif selaku putra Sumpur Kudus tentu akan sanga mendukung acara ini, dan bisa mem-follow-upnya di tingkat nasional. Banyak hal yang bisa diangkat melalui seminar ini. Bisa soal eksistensi, nasionalisme dan peran PDRI. Akan sangat luas cakupan pembahasannya,” terang mantan anggota DPRD Sumbar, itu.
Gayung bersambut, Zaili Asril mengutarakan pentingnya mengkaji kembali soal Islam di Minangkabau dan perjuangan PDRI di Sumpur Kudus. Pertemuan pakar kali ini baru awal untuk dijadikan diskursus lebih lanjut. Menurutnya topik ini akan menjadi perbincangan menarik yang akan dibahas di Majalah SAGA Minangkabau dan akan dilaksanakan Seminar Internasional bekerja sama dengan salah satu universitas di Malaysia. “Perhatian dari Malaysia terhadap sejarah Minangkabau ini sangat tinggi,” ujar Zaili Asril yang juga Pemimpin Umum Majalah SAGA Minangkabau.
Seminar ini nantinya akan melibatkan banyak pihak, termasuk Maarif Institute. Dalam seminar internasional nanti, Pakar Sejarah Peradaban Islam Prof Maidir Harun juga akan tampil. “Dalam pertemuan awal ini rencananya Pak Maidir hadir, tapi berhalangan karena sakit,” terang Zaili.
Azwir Maaruf Dt Sirajo menyatakan kesiapan Sijunjung menjadi tuan rumah seminar internasional tersebut. “Acara seminar kalau bisa diadakan di Sumpur Kudus saja. Di Yayasan Rajo Ibadat,” saran Azwir. (***)
Dia menjelaskan, pada abad VIII masehi, Islam masuk ke Minangkabau melalui dua jalur; jalur barat melalui perairan pantai barat dan jalur timur melalui selat Malaka ke jalur aliran sungai. Ada dua misi penyiar agama Islam waktu itu, yaitu; misi dagang dan misi dakwah. Komoditi dagang yang terkenal waktu itu ialah rempah-rempah. “Saya belum mengetahui apakah spirit berdagang yang lebih utama atau spirit berdakwah? Posisi Sumpur Kudus sebagai sentral kekuasaan Islam di Minangkabau dengan bertahtanya Rajo Ibadat, diyakini karena Sumpur Kudus masuk dalam alur pelayaran Batang Sinamar yang masuk ke sungai Inderagiri dan bermuara Selat Berhala.
Selanjutnya PDRI juga mengambil basis perjuangan di Halaban Payakumbuh, Lintau, Sumpur Kudus, Sungaidareh, terus ke Sangir Batanghari (Bidar Alam).
Kemudian dia menjelaskan soal patriotisme yang adalah sikap kerelaan untuk berkorban mencapai terwujudnya suatu ideologi. Ideologi penyiar Islam amar makruf nahi mungkar. Sementara ideologi PDRI adalah kehidupan yang pancasialis. “Yang perlu dijawab dalam forum ini apakah ada relevansi spirit perjuangan PDRI dengan patriotisme pergerakan Islam di Minangkabau. Inilah konten yang harus ditonjolkan dalam menempatkan posisi Rajo Ibadat dalam sejarah perjuangan NKRI melalui perjuangan PDRI,” terang putra Sumpur Kudus itu.
Dia menceritakan juga bagaimana perjuangan orangtuanya waktu itu yang ikut berjuang bersama PDRI. Yang mempunyai rasa patriotisme yang besar tak mementingkan diri sendiri, tapi mementingkan negara ini dan rela berjuang dengan PDRI berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
“Saya waktu itu masih kecil. Saya pernah mendengar kedua orangtua saya berdebat soal perjuangannya. Orangtua perempuan saya waktu itu bertanya pada orangtua lelaki saya, apa yang kita dapatkan dari perjuangan ini? Orangtua lelaki saya meyakinkan jika perjuangan yang dia lakukan itu didasarkan pada rasa patriotismenya mempertahankan daerah itu dari penjajah. Dia rela mati dan menyerahkan sepenuhnya hidup dan perjuangannya pada Allah SWT,” ungkapnya.
Menurutnya, ke depan perlu diangkat sisi lain dari Sumpur Kudus sehingga mampu menghasilkan tulisan yang berbeda dengan tulisan yang sudah ada. “Perlu ditulis apa sebenarnya spirit PDRI dan relevansi nilainya dari perjuangan PDRI ini,” terangnya.
Yulizal Yunus menjelaskan, Islam dan nasionalisme menyatu dan digerakkan dari perjuangan Syafruddin Prawiranegara dan PDRI itu. “Rapat PDRI di rumah keluarganya Pak Novirman (Novirman Jamarun, red), tapi pusat perjuangannya di masjid,” terangnya.
Ketua Yayasan Rajo Ibadat Sumpur Kudus, Azwir Maaruf Dt Sirajo, menjelaskan daerah Sumpur Kudus merupakan daerah yang sulit. Sulit menempuhnya karena kondisi alamnya yang cukup menantang. Namun dalam perang PDRI keberadaannya sangat menentukan.
Penyebaran Islam di Sumpur Kudus dilakukan ulama bernama Syekh Ibrahim (popular dengan Syekh Brai) bersama Rajo Ibadat. Syekh Brai menyebarkan Islam dengan cara asimilatif moderat. Dengan pendekatan yang tak terkesan radikal itu Syekh Brai cepat diterima masyarakat.
Seminar Internasional
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sijunjung mengapresiasi langkah menggali kembali keberadaan Sumpur Kudus dari perspektif penyebaran Islam dan keberadaan perjuangan PDRI. Perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sijunjung berharap ke depan akan ada kegiatan lebih besar lagi. “Ini penting demi menggali kekayaan khasanah budaya kita di Minangkabau. Bukti dukungan kami terhadap kekayaan budaya ini, kami di Sijunjung telah mensertifikatkan 4 benda cagar budaya,” ungkap Masyuli Effendi, perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sijunjung.
Guspardi Gaus juga menginginkan agar kegiatan ini ke depan dapat dibahas dan diekspos lebih luas lagi, berupa seminar nasional atau internasional. “Kalau perlu libatkan semua pihak termasuk Maarif Institute. Pak Syafii Maarif selaku putra Sumpur Kudus tentu akan sanga mendukung acara ini, dan bisa mem-follow-upnya di tingkat nasional. Banyak hal yang bisa diangkat melalui seminar ini. Bisa soal eksistensi, nasionalisme dan peran PDRI. Akan sangat luas cakupan pembahasannya,” terang mantan anggota DPRD Sumbar, itu.
Gayung bersambut, Zaili Asril mengutarakan pentingnya mengkaji kembali soal Islam di Minangkabau dan perjuangan PDRI di Sumpur Kudus. Pertemuan pakar kali ini baru awal untuk dijadikan diskursus lebih lanjut. Menurutnya topik ini akan menjadi perbincangan menarik yang akan dibahas di Majalah SAGA Minangkabau dan akan dilaksanakan Seminar Internasional bekerja sama dengan salah satu universitas di Malaysia. “Perhatian dari Malaysia terhadap sejarah Minangkabau ini sangat tinggi,” ujar Zaili Asril yang juga Pemimpin Umum Majalah SAGA Minangkabau.
Seminar ini nantinya akan melibatkan banyak pihak, termasuk Maarif Institute. Dalam seminar internasional nanti, Pakar Sejarah Peradaban Islam Prof Maidir Harun juga akan tampil. “Dalam pertemuan awal ini rencananya Pak Maidir hadir, tapi berhalangan karena sakit,” terang Zaili.
Azwir Maaruf Dt Sirajo menyatakan kesiapan Sijunjung menjadi tuan rumah seminar internasional tersebut. “Acara seminar kalau bisa diadakan di Sumpur Kudus saja. Di Yayasan Rajo Ibadat,” saran Azwir. (***)