Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.
Guru Tulis
"Kalau saya pulang kampung, saya sering tiba-tiba meminta sopir berhenti di tengah jalan. Keluar dari mobil, menghirup aroma tanah ladang. Terkenang dengan masa lalu."
“tiada episode sejarah tanpa perjuangan pemuda”

(Yulizal Yunus)
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis

PROF. DR. AMIRSYAHRUDDIN, MA TELADAN PENCERDASAN SPIRITUAL UMAT



Oleh: Yulizal Yunus


            Sampai usia 70 Tahun ulama intelektual Prof. Dr. Amirsyahruddin, MA dipopularkan Amirsyah, kesan saya yang tidak mau pupus adalah karakternya “cerdas spiritual”. Ia berkarakter, diakui jemaahnya. Tidak ada ledakan emosi dalam getaran suara bombastis dalam menyampaikan pesan agama. Meski substansi dan esensi dakwahnya menunjukajari umat, tetapi tetap saja tenang mengendalikan umat dari berbagai mimbar, dengan suara yang tenang dan menggugah. Tak ada komentar lepas apalagi menyalahkan. Tidak ada menjelaskan satu perkara agama dan kasus sosial tanpa menguasai masalah dan keilmuannya. Sarat mau’izhah, hikmah dan irsyadah (guidance) dalam membimbing umat ke jalan yang benar. Kesannya ia memiliki “alafnuun” (seni) berbicara dan memotivasi yang sarat tuntunan.
Dulu tahun 1970-han Amirsyahruddin, dalam catatan saya ia ulama da’i yang jadwalnya dinantikan oleh jemaah. Saya sengaja datang ke suatu masjid bila saya pastikan di situ ada Amirsyah berceramah Ramadhan. Jemaah yang lain pun menanti. Fenomena seperti itu melahirkan tradisi bertarawih pindah dari satu masjid ke mesjid berikutnya, berpatokan siapa yang berceramah malam itu. Jemaah justru mencari ustadz yang menarik cermah dan modelnya berceramah. Amirsyah justru dari caranya berbicara membuat jemaah tertarik, ia seperti sedang mengajar jemaah bagaimana mengendalikan emosi dan menunjukkan kecerdasan spiritual. Tidak ada kesan fundamentalis, apalagi cara-cara teroris, dengan ceramah menembak sana sini. Memang ia terkesan tidak menyediakan peluru sebelum berceramah untuk menembak jemaah. Ia cocok sebagai seorang motivator. Ia mampu memotivasi jemaah. Dalam perspektif model pembelajaran Islam, kalau sekarang motivator Ary Ginanjar terkenal dengan ESQ-nya, maka Amirsyah bagi saya ia adalah leader yang telah lebih awal meletakan model pembelajaran Islam dan seni memotivasi dalam mengukuhkan sendi-sendi prilaku dan membentuk karakter kecerdasan spiritual.
Dalam berceramah, materi yang dikupas Amirsyah amat runut dan sistematis. Ceramahnya tidak panjang, tetapi mengundang dan memberi peluang umat untuk berubah. Tidak ada kesan singa podium yang mengandung marah dengan keadaan. Tapi seperti singa podium yang santun berbahasa. Karakter santun itu membuat bahasanya lembut dan manis, tanpa mengurangi vocal. Untuk kasus ini saya mengenal pasti seorang putrinya Dr. Ulfatmi juga putranya Dr. Taufiq berbicara, tanpa mengabaikan vocal, bahasanya lembut santun dan menarik. Tentu saja banyak sedikitnya mengidentifikasi ayahnya sebagai idola. Kata orang Minang: “kemana lagi kalau air tidak turun ke tuturan”. Sepertinya guru besar IAIN Imam Bonjol yang aktif di Dewan Dakwah ini, sebagai orang tua sukses melaksanakan peranannya mencerdaskan umat mulai dari keluarganya yang penuh rahmah di samping sakinah dan mawaddah.
Saya pelajari dalam al-Qur’an ada tiga tingkatan intelektual Islam. Pertama ulama (gudang ilmu), kedua hukama (kaya hikmah) dan ketiga tingkat tertinggi ialah hulama ( berprilaku santun). Prof. Dr. Khalid bin Hamid al-Hazimiy, dalam bukunya “Ushul al-Tarbiyat al-Islamiyah” (Dasar – Dasar Pendidikan Islam), Cet. I. Al-Madinat al-Munawwarah: Dar ‘Alam al-Kutub, 2000) h.396-398 menyebut juga tingkatan intelektual seperti itu yakni ulama (berilmu), hukama (kaya hikmah) dan hulama (berprilaku santun).
Amirsyah dalam catatan saya seorang ulama yang kaya ilmu dan mau’izah dan memperlihatkan kekayaan hikmah. Hikmah yang merupakan ma’rifat (pengetahuan kearifan) substansinya bersumber dari ilmu al-Qur’an dan Hadits. Ada yang berpendapat hikmat itu adalah kata bijak sarat dengan esensi kebenaran, menjadi argument kuat untuk menjelaskan kebenaran (haq) dan menghilangkan yang rancu – ragu (syubhat). Hikmah itu juga termasuk  kearifan yang menjadi esensi ilmu, fiqhi dan ucapan yang betul (benar dan tepat sasaran). Amirsyah memperlihatkan teknik berbicara sarat ilmu dan menaruh hikmah itu. Karena itu, ia tidak berceramah panjajng, singkat tetapi menyentuh, sedang taraso, ia berhenting, jemaah merasa sadang tagayiang dihentikan.
Mau’izhah hasanah (pengajaran yang indah) yang ditawarkan Amirsyah sarat dengan nasehat (advis) di samping mengandung peringatan terhadap hal-hal yang dapat membahayakan bahaya umat, yang substansinya mengingatkan umat agar selalu menunjukan ketertarikan berbuat pahala dan menjauhkan diri dari bahaya. Artinyaperpaduan hikmah dan mau’izhah yang ditawarkan Amirsyah ditunjukan dengan ucapan yang bening, tulus dan menarik hati serta mendorong umat untuk tetap ta’at kepada Allah Ta’ala.
Dari esensi dan teknik indah Amirsyah piawai menyampaikan mau’izhah berjalin kulindan dengan hikmah. Sepertinya Amirsyah langsung atau tidak langsung sudah memberikan pembelajaran, bahwa penyampai mau’izhah (penasehat atau da’i) tidak bias tidak bijaksana (tak dengan hikmah). Kalau seorang da’i dalam dakwahnya tidak disertai hikmah, maka materinya akan tidak terasa proporsional (sesuatu yang tidak pada tempatnya), bisa tidak pas dengan waktu/ situasi, tidak pas menggunakan lafaz (kata) dalam kaitan dengan situasi mad’u (yang dinasehati/ yang didakwahi), bahkan akan menjadi keliru dan tak sesuai dengan kondisinya dalam memilih posisi/ tempat. Amirsyah seperti memaknai dalam teknik dakwahnya apa yang difirmankan Allah Ta’ala:
í÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( [1]
(Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[2] dan pelajaran yang baik).
            Dari cara bertutur lembut dan santun tanpa mengurangi color dan vocal dalam materi singkat padatk dan sarat nilai sebagai teknik Amirsyah berdakwah, saya melihat, ia sudah menemukan teknik yang pas dalam kaitan dengan berbagai situasi dan kondisi jama’ah. Teknik dan seninya berdakwah itu ia pertahankan. Seolah ia telah mengatakan kepada jemaahnya “itulah cara dan teknik seni dakwah saya, kalau suka sila undang saya”, itu catatan saya tanpa konfirmasi kepada pak Amirsyah. Tentang hal kelebihan tokoh bila berada di Mimbar, Amirsyah mungkin berbeda dengan tokoh Amir Syarifuddin yang juga memasuki usia 70 tahun, Mansur Malik (alm), Syamsir Roust (alm) namun yang jelas mereka mempunyai kedalaman ilmu dan punya model dan color sendiri dalam metodologi dakwah, serta mempunyai daya tarik tersendiri bagi public – jemaah.***


[1]Q.S al-Nahal: 125
[2]Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Menurut Prof. Dr. Masnal Zajuli, sebenarnya ada tiga hal yang tidak bisa dipisahkan yakni: hikmah, mau’izhah dan mujadalah. Karena ayat 125 Surat al-Nahal itu  disusul kalimat …wa jadilhum bi l-latiy hiya ahsan, kata kuncinya jadil dapat dibentuk menjadi kata mujadalah. Kata Prof. Masnal, mau’izhah dan hikmah bila berhadapan dengan orang lain dipastikan akan ada pro-kotran. Sa’at kontra pada sa’at ini diperlukan ada upaya mengajak berdialog atau mujadalah, supaya jangan manolog. Disuruh membantah/ menolak yang tidak baik dengan  cara-cara yang baik (Ajakan itu bisa mujadalah. dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (…wa jadilhum bi l-latiy hiya ahsan/ dan bantahlah mereka dengan cara yang baik).
 


Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger