Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.
Guru Tulis
"Kalau saya pulang kampung, saya sering tiba-tiba meminta sopir berhenti di tengah jalan. Keluar dari mobil, menghirup aroma tanah ladang. Terkenang dengan masa lalu."
“tiada episode sejarah tanpa perjuangan pemuda”

(Yulizal Yunus)
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis

Benahi Pendidikan Agama Islam - Zaili Ketua Alumni FT-IAIN Imam Bonjol

Minggu, 13/10/2013
http://padangekspres.co.id

Padang, Padek—Banyak kriti­kan dari masyarakat bahwa Pen­didikan Agama Islam (PAI) belum efektif. PAI sekarang masih dianggap nomor dua. PAI dinilai belum berkembang, buktinya masih banyak perilaku menyimpang yang terjadi di tengah masya­rakat. Mulai dari tawuran pelajar sampai saling membunuh.
”Yang membunuh orang muslim dan yang ter­bu­nuh juga orang muslim. Waktu di penjara, pelaku ini pernah kita tanyai. Apakah kamu me­nye­sal? Tidak katanya. Justru dia puas telah mem­bunuh mereka,” kata Kepala Subdit PAI pada SMP Di­rektorat Pen­di­dikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Dr Ni Fasri Muh, menuturkan sekilas permasalahan dihadapi PAI saat menjadi narasumber pada seminar nasional pe­ngua­tan profesionalisme alumni pendidikan agama Islam dan sosialisasi pendidikan profesi guru, di Hotel Pangeran Beach Padang, kemarin (12/10).
Acara ini merupakan rang­kaian temu akbar alumni dalam rangka Milad Emas 50 tahun Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Selain Ni Fasri Muh, seminar ini juga menghadirkan tiga pem­bicara lain yang juga alumni dari Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yakni Kadivre Riau Pos Padang Sutan Zaili Asril, Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof Farid Wajdi Ibrahim, dan Prof Syafruddin Nurdin salah seorang guru besar di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.
Belum lagi perilaku men­yim­pang lainnya, seperti deg­radasi akhlak, premanisme dan anarkisme, ekslusivisme kea­ga­maan, kecenderungan sikap intoleran, lemahnya kerukunan hidup beragama, dan pelajar terlibat narkoba. ”Dan itu seba­gian besar dilakukan oleh umat Islam. Kita lihat ke atas-para politisi dan pejabat kita yang banyak masuk penjara yang lulusan pendidikan agama,” terangnya.
Dia mengingatkan bahaya besar jika saja pendidikan agama ini tidak menjadi perhatian bersama. ”Kalau pendidikan agama ini tidak kita perbaiki ke depan, maka bangsa kita akan hancur,” tuturnya.
Kondisi ini sekaligus menja­di tantangan bagi Fakultas Tar­biyah. ”Kalau guru agama saja tidak berkualitas, yang mendidik gurunya apa?” kritiknya.
Karena persolan itu, me­nurut Ni Fasri Muh, PAI diang­gap belum efektif karena selama ini gurunya belum ber­mutu. Bukan saja faktor itu, tapi banyak lagi faktor lain yang men­ye­bab­kan PAI belum efektif me­lahir­kan guru-guru agama yang berkualitas karena memang selama ini pemerintah menga­ng­gap PAI sebelah mata.
Ada tiga faktor penting men­yebabkan PAI belum efektif. Pertama faktor internal. Faktor ini dipengaruhi oleh kualifikasi guru pendidikan agama yang relatif masih lemah, banyaknya guru agama yang belum sarjana dan penguasaan kompetensi guru PAI belum terlaksana.
Kedua, faktor institusional. Faktor ini dipengaruhi sarana dan prasarana untuk PAI yang masih sangat kurang. Seperti contoh sekolah minim sarana ibadah dan praktik ibadah. Kemudian kuri­kulum PAI selalu berubah-ubah dan membebani guru, sehingga guru tak bisa membuat silabus.
Terakhir, faktor eksternal. Faktor ini dipengaruhi faktor orangtua yang banyak tidak peduli dengan pendidikan aga­ma anaknya. Ditambah pe­nga­ruh teknologi dan informasi yang menyebabkan anak-anak lebih senang bermain dibanding belajar agama.
Beranjak dari kondisi keter­ki­nian di atas, diakui Ni Fasri Muh, Direktorat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag berupaya me­ningkatkan kualifikasi dan kom­petensi serta sarana dan pra­sarana di sekolah.
Terkait kompetensi, Direk­torat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Ke­menag katanya memberikan beasiswa untuk guru PAI yang bertitel sarjana S1 dan S2. Ada se­kitar 5.300 guru di seluruh Indonesia mendapatkan bea­siswa tersebut.
”Tahun ini kami aju­kan juga prog­ram beasiswa S1 tambahan. Si­lakan, ajukan data ke kami,” ka­tanya. Di samping itu, tahun ini juga dianggarkan dana sebe­sar Rp 52 miliar oleh Kementerian Agama untuk program peni­ng­katan kompetensi untuk guru PAI.
Sementara Sutan Zaili Asril melihat dari persepektif lain mengapa PAI belum efektif selama ini. Wartawan senior ini mengatakan, belum efek­tifnya PAI disebabkan tidak jelasnya kedudukan PAI di dalam sistem pendidikan na­sio­nal (sisdiknas). Penanganan atau pengelolaan kebijakan penyelenggaran pen­didikan nasional selama ini tidak jelas-ambivalen dengan sistem kon­vensional. ”Masalah kita ke­su­litan merumuskan orientasi pendidikan Islam di pen­di­di­kan nasional kita,” tegas putra kela­hiran Kiambang itu.
Buktinya selama ini belum ada indikator yang menjadi ukuran seorang jadi guru atau dosen agama Islam. ”Karena itu ke depan perlu ada indi­kator yang jelas untuk me­ngu­kur seorang itu jadi guru atau dosen agama Islam,” terang Zaili.
Ditambah lagi selama ini belum ada sumbangsih besar dari sarjana agama islam ter­hadap sistem pendidikan na­sio­nal. ”Sarjana Islam lebih banyak mengomel dan tidak kooperatif. Mestinya diminta ataupun tidak diminta harus ada dari pen­didikan Islam ini menyumbang pemikirannya bagi pendidikan nasional,” katanya.
Zaili memberi contoh ri­ngan. Misalnya para sarjana agama Islam ini membuat suatu simposium. Melalui sim­posium itu kemudian dihim­punlah pe­mikiran-pemikiran mereka un­tuk kemudian di­sam­paikan seba­gai masukan dalam sis­diknas kita. ”Ini mesti di­lakukan, tanpa harus di­minta dulu,” paparnya. Dia menambahkan, bicara soal pro­fesionalisme, harus ada indikator dan standar yang jelas seperti apa penguatan pro­fesionalisme alum­ni PAI tersebut.
Prof, Syafruddin Nurdin me­nge­mukakan sejumlah ke­kua­tan, kelemahan, peluang dan an­ca­man melalui analisa SWOT terhadap alumni PAI. Untuk kekuatan alumni, lu­lu­san IAIN Imam Bonjol con­toh­nya, telah memiliki regulasi, sertifikat pendidik dan or­ga­nisasi profesi. ”Kita sudah berupaya melahirkan lulusan Fa­kultas Tarbiyah yang dibu­tuhkan lapangan,” katanya.
Sedangkan Farid Wajdi Ibra­him mengamini kata Zaili Asril. Ketidakjelasan PAI da­lam sis­dik­nas membuat ke­be­radaan PAI selama ini tidak efektif. ”Yang masuk IAIN ba­nyak yang dari sekolah umum. Kemam­puan agama mereka rata-rata masih lemah. Inilah peran kita dari IAIN ba­gai­mana nanti output dari lulusan IAIN ini ber­dayaguna terutama ke­mam­puan PAI nya,” kata Ketua Umum PP HSPAI.
Pada kesempatan itu Farid juga melantik Pengurus Dae­rah HSPAI Sumbar periode 2013-2018. Dia mengajak pe­ngurus HSPAI bekerja luar biasa. ”Za­man sekarang harus bekerja luar biasa, tidak bisa biasa-biasa,” katanya.
Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, Prof Duski Samad mengatakan di usia yang ke-50, Fakultas Tar­biyah telah melahirkan lebih dari 30 ribu alumni. Alumni tersebut berasal dari latar bela­kang pro­fesi berbeda. ”Alumni Fa­kultas Tarbiyah sudah berkiprah di berbagai tempat. Salah satunya Sutan Zaili Asril. Saya tidak berpikir dia (Zaili Asril, red)-adik kelas saya jadi wartawan dan kini menguasai Padang Ekspres Group,” ung­kap Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof Mak­mur Syarif.
Pada peringatan 50 tahun Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang itu, juga dila­kukan pemilihan pengurus ika­tan alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Sutan Zaili Asril dipercaya se­ba­gai ketua umum, didam­pingi Yulizal Yunus dan Abbas Jusad sebagai Ketua I dan Ketua II. Sementara, sekretaris umum dipercayakan kepada Artin Arjun, dibantu Muhammad Kosim, Jon Misfar, dan Muhammad Zalnur, sebagai sekretaris I, II, dan III. Sedangkan yang menjabat bendahara adalah Mimi Suharti dengan wakil Gusti Murni.

Antara Bandar Taluk dan Punggasan

/ Yulizal Yunus


Antara bandar Taluk dan Punggasan
Membuka buhul tak berkesan
Di antara sejarah dan tambo
Oooo….
Sandi menjadi andiko
Andiko Pucuk menjadi Muncak
Muncak kepala suku, Puncak,Pamuncak
Di tambo Bandar Taluk ada MuncakQidam
Rakyat harap adat tak tenggelam
Di tambo Bandar Pungasan ada MuncakGapuak
Kepada semua penjajahan tak hendaktakluk
Pamuncak jadi lagi pangulu palo
Penghulu palo dari penghulu pucuk
Penghulu pucuk dari Andiko Pucuk
Andiko Pucuk dari Andiko Gadang jadikapalo nagari
Kapalo nagari jadi wali nagari
Puihhh…
adat berubah kendali
Boleh jadi di tangan pemerintahanNagari
Lepas dari tampuk tangkai limbogoadat nagari
Sejak Belanda memasang strategi
Awalnya penjajah memasuki nagari

Sore di Punggasan mengenang empatpenghulu
Di tambo tergores segudang tanyatak menentu
mengapa pula 1690 tuan penghulu kepulau cingkuk
mengapa Belanda dipersila masuk
mengapa dibiarkan nagari dibawa panglimaPieter sebiduk
mengapa
mengapa
Bagaimana keliru sejarah pemekarannagari
katanya otonomi
berbasis surau kembali ke nagari
surau entah di mana
justru yang terjadi memecah nagari
masa desa dulu pun nagari tak pecah
tidak bisa dibayangkan
siapa terkena sumpah satia
nenek moyang berkata:
selama awan putih
selama gagak hitam
nagari tak berubah
siapa yang merubah
ke atas tak berpucuk
ke bawah tak berurat
di tengah dilobangi kumbang
dimakan Qur’an tiga puluh juz
dimakan bisa kawi
siapa yang merubah
sama memasang bom waktu
pada suatu waktu
siap meledakan anak cucu

Ba’da maghrib sujud di Nurul Huda
kepada kaumku kampai empat ibu
kepada andiko gadang serta pucuk kampai 
di bawah payung panji pucuk DatukTan Maruhun
Kampai Tangah sandi Datuk BagindoSulaiman
Kampai Bendang sandi Datuk MagekBatuah
Kampai Nyiur Gading sandi Datuk Tan Mangunsi
Kampai Sawah Laweh sandi DatukMandaro Putiah
Boleh membawa segulung tanya
Nagara mekar hendak kemana kitabawa
Bagaimana susahnya menegakkan adatpusaka
Sejak utusan Muhammad Syah RegenIndrapura
Hendak ke Pagaruyung melintasPunggasan
Lewat Air Haji ke Bukit Laban
Melintas Limau Antu dan ParitPanjang
Aral melintang kerbau jalangmenyerang
Seorang korban bermakam TandikekAmbacang
Betapa Muhammad Syah terbirit datang
Bagaimana mencegatnya menyusun adat
Bagaimana mencegat Tuanku Imam menyusunsyara’ sandi adat
Dihitung rombongan dahulu dan jalankemudian
ninik mamak yang empat jadi pucuksuku
ninik mamak yang tujuh jadi pucuksuku
mengangkat sandi segala suku
sandi empat suku melayu
sandi kampai empat ibu
sandi suku Lareh Nan Tigo tigaorang
sandi suku panai tiga orang
jadi karapatan 18 ninik mamakPungasan
jadi andiko gadang penentu haluan
andiko ketek bermain di gelombang
tampuk tangkai pucuk bulek
andiko gadang dan andiko ketek
menjaga segala yang sumbang

Antara bandar Taluk dan Punggasan
Membuka buhul tak berkesan
Di antara sejarah dan tambo
kenapa bersuluh mata hari
kenapa gelanggang mata rang banyak
mau dibiarkah adat dialih orang
adat mana lagi yang mau dipakai
agama mana lagi yang akan ditumpang
tak ada jalan lain yang pasah
limbago adat tegakan teguh
hutang pada ninik mamak
surga karena iman teguh
neraka karena laku awak

 Punggasan,14 Januari 2012

Fenomena Sosial Budaya dan Marwah Orang Minang

Oleh Yulizal Yunus 

Publikasi Sku. Haluan dan Suluh, Minggu, 29 Desember 2013


Berbagai fenomena sosial budaya terakhir yang berwujud perilaku yang menggugat marwah subkultur dan martabat orang Minang, memberikan petunjuk pentingnya peningkatan peran ninik mamak dalam penerapan filosofi ABS – SBK (filosofi adat basandi syara’ – syara’ basandi Kitabullah). Fenomena sosial itu, mulai dari prilaku kelembagaan adat sendiri dalam pemberiaan gelar yang tidak sesuai dengan nilai filosofi Minang itu dan terkesan dalam fenomena itu “manjua gala”, juga perilaku anak kamanakan yang terjebak dalam perilaku yang memalukan dengan alasan jepitan kehidupan (ekonomi, rumah tangga dan gengsi sosial lainnya) seperti profesi peristiwa terkini tertangkapnya dua wanita penari striptis di tempat hiburan malam di Padang oleh Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang (27 Sept 2011), beredarnya video porno di kalangan pelajar di Minang serta penyakit masyarakat lainnya (miras, judi, pergaulan bebas dan perbuatan maksiat lainnya).

Kasus yang benar-benar menciderai marwah ranah dan martabat masyarakat subkultur Minangkabau yang mempunyai filosofi adat basandi syara’ – syara’ basandi Kitabullah (ABS-SBK) itu, Skh. Haluan menyebutnya “Minangkabau dalam Kemaksiatan”, mengandung nada marah media massa dan publik. Fenomena ini justru menunjukkan salah satu sisi bahwa orang Minang yang menganut norm ABS-SBK itu prilakunya sudah mengalami kritis.

Sebenarnya cideranya marwah ranah dan martabat orang Minang ini berakar dari rasa malu tidak lagi menjadi budaya (perilaku), dimungkinkan karena didera ekonomi dan kekecewaan rumah tangga disamping sikap mental dan pribadi lemah iman. Rasa malu yang tidak bertahan karena godaan ekonomi dan ancaman kekecewaan rumah tangga itu menandai iman lemah dan tidak lagi menjadi kendali kehidupan. Dalam syara’ (Islam) malu itu bagian dari iman. Iman yang kuat akan menjadi benteng mempertahankan rasa malu. Di dalam adat disebut: – apalagi arang tacoriang di kaniang –  “malu tidak dapek diagiahkan” seperti juga “suku tak dapek diasak”. Artinya rasa malu bagi orang minang bagian dari identitas (Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Haluan Minggu, 9 Oktober 2011:3). Praktek yang memalukan tadi, tidak saja memalukan dirinya, tetapi juga semua kaum (anak kamanakan, mamak dan penghulu suku) dalam sukunya di Minangkabau. Sudah dapat dipastikan pada kondisi sosial anak kamanakan seperti ini, yang amat tergugat itu peran ninik mamak dalam limbago adatnya dalam penerapan ABS – SBK.

Perbuatan memalukan yang meski dilakukan kamanakan apalagi oleh mamak sendiri karena jebakan godaan “material”, yang paling bertanggung jawab adalah ninik mamak dalam limbago adatnya. Tetapi limbago adat dimaksud bukan KAN (Kerapatan Adat Nagari) dan atau LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) yang berada di garda terdepan, namun yang tergugat pertama itu adalah (1) limbago paruik yang mempunyai tunganai (mamak paruik/ lelaki tertua di paruiknya). Setelah limbago paruik adalah (2)limbago jurai (mamak di jurainya/ beberapa paruik), berikutnya (3) limbago suku (mamak suku beserta ninik mamak yang diketuai penghulu/ datuknya), berikutnya (5) limbago kampong (sentra suku), berikutnya limbago nagari (KAN), berikutnya limbago kecamatan, kabupaten dan provinsi (LKAAM).

Dalam penyelesaian kasus yang memalukan di Minang “bajanjang naik batanggo turun”. Karenanya yang bertanggung jawab pertama menyelesaikan kasus memalukan yang bertentangan dengan nilai ABS – SBK adalah ninik mamak di limbago paruik bertingkat ke atas yakni limbago jurai dan atau limbago suku dan atau limbago kampung. Tidak boleh penyelesaiannya langsung ke atas, karena ini bagian jug dari malu kaum pada setiap tingkatan limbago adat. Jangankan penyelesaian perbuatan memalukan itu langsung ke limbago nagari (KAN), apalagi ke lembaga adat kecamatan, kabupaten, provinsi ( LKAAM), sedangkan dilimpahkan langsung ke limbago kampung (mamak kampong basis suku) saja dengan melewati mufakat ninik mamak diparuik atau jurai, atau suku, fenomena penyelesaian seperti itu sudah berarti “mambao busuak ka langau/ kaum awak juo nan kamalu”, “manapiak ayia di dulang/ dado kaum awak juo nan kabasah”.

Tegasnya menyelesaikan perkara memalukan sepanjang adat dan syara’ ini di Minangkabau bertingkat, mulai dari limbago paruik, limbago jurai, limbago suku, limbago kampung, sampai limbago nagari, dan terlalu jauh ke LKAAM sebagai payung panji. LKAAM dimungkinkan boleh berperan, menyampaikan fatwa adat untuk melaksanakan Islam kepada mamak yang berbasis di limbago nagari (KAN), KAN menurunkan ke limbago kampung, limbago suku, limbago jurai dan limbago paruik. Eksekusinya pado mamak paruik dan atau jurai dan atau suku dan atau l;imbago kampung, yang undang dan hukum adatnya sudah ada, tinggal menerapkannya saja oleh mamak yang bersangkutan.

Persoalannya, kaum (kamanakan, mamak, ninik yang dipimpin penghulu/ datuk) apakah berdaya untuk melakukan itu atau tidak, masalah ini tidak berdiri sendiri. Kita dan pemerintah selalu berharap ninik mamak (semua lelaki Minang yang dewasa diketuai penghulu/ datuk), tetapi dirasakan sekarang, tidak berdaya. Di sinilah perlunya pemberdayaan ninik mamak sebagai bagian kegiatan penerapan ABS-SBK (seperti kegiatan Pemda Sumbar membekali ABS-SBK untuk ninik mamak 18-19 Oktober 2011 di Mariani Hotel), diikuti dengan fasilitasi dana pemda yang cukup, kalau tidak sebesar anggaran olah raga, setidaknya separohnya. Tetapi kita yakin, Gubernur Irwan Prayitno juga salah seorang Datuk/ penghulu di Padang, sekarang juga sudah sedang menghimpun indikator pengamalan ABS – SBK (perioritas tentangg prosesi tradisi, kelembagaan dan bangunan) untuk memacu gerakan terpadu agama dan ABS-SBK dan tahap awal sudah bertemu dengan unsur tali tigo sapilin untuk menghimpun pemikiran kearah penemuan indikatornya, 22 September 2011 lalu di Gubernuran. Pemberdayaan ninik mamak tadi sudah tentu berharap hasilnya adalah meningkat peran ninik mamak dalam penerapan ABS – SBK.

Kedudukan Ninik Mamak dan Pemerintahan Nagari Minang

Dari perspektif sosiologis, peranan dapat dimainkan ditopang tidak hal: (1) kedudukan/ status jelas dan kuat, (2) aktif melakukan kegiatan seperti kegiatan penerapan nilai-nilai ABS - SBK, (3) ada kharisma (karena kedudukan yang jelas dan aktif). Bagi ninik mamak juga demikian dalam peningkatan perananya di nagari sebagai salah satu unsur pemimpin di nagari dalam memimpin kamanakannya / masyarakat adat.

Pemimpin (leader) dalam perspeltif menejerial, adalah yang memiliki mampuan dan seni seorang dalam memotivasi dan mengkoordinasikan personal/ kelompok (yang dalam hal ini ninik mamak sebagai leader dan kamanakan yang dipimpin/ dikoordinasikan) dalam melaksanakan tupoksi, kewenangan dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama dalam kaum (paruik, jurai atau suku). Karenanya kedudukan ninik mamak harus jelas dan kuat sebagai unsur pemimpin di nagari Minang.

Leader terkemuka di Nagari (desa Minang sekarang) pihak penyelenggara pemerintahan adalah Wali Nagari dan Bamus dan dari pihak subkultur (budaya khusus masyarakat) adat Minangkabau adalah ninik mamak nagari yang berbasis pada KAN (Kerapatan Adat Nagari). Trio (tiga) pemimpin nagari ini sebenarnya berpotensi mengambil posisi trias politika seperti yang ditunjukan dalam sejarah kepemimpinan di nagari Minang dahulu ketika pemerintahan nagari itu setangkut dengan pemerintahan adat. Pembagian kekuasaannya: (1) Wali Nagari sebagai kepala pemerintahan berfungsi eksekutif, (2) Bamus sebagai legislatif lembaga musyawarah pihak pemerintah bersama lembaga musyawarah pihak masyarakat adat KAN,  sedangkan (3) KAN sendiri difungsikan kembali seperti KN (Kerapatan Nagari) dulu berfungsi sebagai lembaga yudikatif (lembaga penegak hukum) di nagari. Bamus dan KAN bisa-bisa saja seperti kabinet dua kamar di Australia yakni majeis rendah dan majelis tinggi.

Dari perspektif adat Minangkabau, posisi pemimpin di nagari Minang tadi adalah orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Tidak jauh jarak antara pemimpin dan yang dipimpin., Artinya pemimpin di Minang dekat dengan kaum (masyarakat) yang dipimpinnya.

Kepemimpinan di Minangkabau dari perspektif SDM adalah dijabat fungsionaris/ pimpinan/ pemangku adat yakni “urang nan ampek jinih” yakni  (1) penghulu (tagak di pintu adat), (2) manti (tagak di pintu susah), (3) malin (m) tagak di pintu agama dan (4) dubalang/ hulu balang (tagak di pintu mati). Unsur malin diperkuat fungsionaris “urang jinih nan ampek” yakni (1) imam (mengimami kaum), (2) katik (memberi fatwa kaum), (3) bila (mengajak kaum ke jalan Allah) dan (4) qadhi (mengurus NTCR anak kapanakan). Sifat kepemimpinan Minangkabau mengidentifikasi sifat nabi saw yakni (1) siddiq (benar), (2) amanah (dipercaya), (3) fathanah (cerdas) dan (4) tabligh (sosialisasi/ mendidik). Sistem yang dipakai ada dua mekanisme (1) sistem kalarasan “koto piliang”, mekanismenya perintah tuntas (turun dari atas), karena protap birokrasinya bajanjang naik batanggo turun, dalam pengalaman Indonesia mirip demokrasi terpimpin di zaman orba dan demokrasi Pancasila masa orba, (2) sistim kalarasan bodi caniago, mekanismenya pertimbangan perintah timba (timbul dari bawah), karena protap birokrasinya adalah partisipatif (dari rakyat) sesuai dengan prinsip dasarnya “duduk samo randah tagak samo tinggi”, dalam pengalaman pemerintah demokrasi sosial (social democratic). Fiosofi kepemimpinan Minangkabau adalah  abs-sbk (adat basandi syara’ – syara’ basandi Kitabullah) diemplementasikan  dalam mekanisme sm-am (syara’ mangato – adat mamakai).
Secara terus menerus perlu perbaikan pelaksanaan adat Minangkabau dengan penerapan nilai-nilai filosofi ABS - SBK, sekaligus pengembangan kelembagaan dan perbaikan budaya (prilaku) orang adat yang tidak mencerminkan prilaku beradat. Ninik mamak diharapkan gigih dan konsen dengan pelaksanaan adat Minang. Artinya dilakukan dengan benar penerapan nilia-nilai filosofi ABS – SBK (Adat Basandi Syara’ - Syara’ Basandi Kitabullah) yang dioperasionalkan dengan Syara’ Mangato Adat Mamakai (SM – AM) dan ATJG (Alam Takambang Jadi Guru).

Masyarakat Minang masih antusias dalam perbaikan pelaksanaan adat. Ulama dan ninik mamak sudah memfatwakan dan meminta nilai sayra’ dilaksanakan dengan adat. Cadiak pandai sudah banyak meneliti, masih dominant merekomendasikan ABS – SBK dilaksanakan. Masyarakat dan berbagai pakar dalam tausiah budaya umumnya terutama budaya lokal termasuk adat, sudah tersebar lewat berbagai tulisan yang dimuat di berbagai media. Lembaga pucuk adapt: LKAAM dan Bundokandung juga serius melaksanakan cita-cita penerapan ABS – SBK. Bundokandung tahun 2006 membentuk timinti merumuskan butir-butir pelaksanaan ABS – SBK dengan mengambil angka keramat kenegaraan RI yakni 45 butir. Keseluruhan 45 butir ABS-SBK itu disepakati, terjabar dalam 6 Bidang yakni (1) Bidang Sosial 12 butir, (2) Bidang Pendidikan 6 butir, (3) Bidang Ekonomi 8 butir, (4) Bidang Politik 4 butir, (5) Bidang Hukum 9 butir dan (6) Bidang Kesenian 5 butir. Khusus bidang seni tercakup pada indikator: (1) pengertian dan batasan kesenian, (2) etika dan estetika dalam kesenian, (3) bentuk-bentuk kesenian; rupa (arsitektur, seni ukir, lukisan), gerak (tari, pencak silat, drama/film), suara (instrumental, vokal, deendang saluang, nyanyian), (4) kesusasteraan, (5) pekerja seni, (6) masyarakat penikmat seni dan (7) sarana/prasarana kesenian. Ketuju perinsip ini diarahkan Wisran bersama tim pada tiga sasaran (1) seni dengan substansi estetika (rasa keindahan) tidak boleh sama sekali terlepas dari etika. Sesuatu yang indah harus mengandung nilai etika. (Nan indah budi, nan elok baso), (2) masyarakat Minangkabau harus menolak estetika, erotika dan pleasure yang berlawanan dengan etika moral, dan (3) estetika dan etika harus takluk kepada nilai-nilai ke-Islam-an yang dilaksanakan adat budaya local Minang.

Demikian pula LKAAM Sumatera Barat menulis buku pedoman pelaksanaan ABS – SBK dari perspektif prilaku yang bersumber dari Islam (akhlaq karimah), nilai adapt Minang sendiri, nilai luhur bangsa yang tertuang dalam filosofi Pancasila. LKAAM yang timnya di ketuai Ketua Umum LKAAM Sayuti Dt. Rajo Penghulu, dengan tim Yulisal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Prof. Dr. Ramayulis, Tunku Bagindo Mohd. Leter dll, mengambil angka keramat Islam yakni angka 99 asma’ulhusna.

Justru pelaksanaan ABS – SBK dalam berbagai aspek kehidupan (sosial, ekonomi, politik, pendidikan/ iptek, filsafat hidup masyarakat, religi, termasuk seni) dipandang sudah seharusnya tersosialisasi sebagai manifestasi dari pemahaman yang kuat terhadap Minangkabau dan sistem adat sebagai pelaksanaan syara’ (Islam) bersumber dari Kitabullah. Secara substansial adat meliputi segala bentuk sistim yang mengatur prilaku dan tatanan kehidupan bermasyarakat yang ideal dan yang dicita-citakan atau yang ingin dicapai seluruh masyarakat Minangkabau. Syara’ dipahamkan dengan substansi ajaran Islam termasuk hukum-hukum Islam yang melandasi idealisme dan cita-cita seluruh masyarakat Minangkabau. Sedangkan pemahaman kitabullah itu pada perinsipnya adalah al-Qur’anulkarim, kitab suci yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dan dijelaskna maksudnya oleh hadis Nabi saw.

Dalam rumusan butir ABS-SBK oleh Bundokandung dan LKAAM, tergambar fungsi yang kuat sebagai filosofi dan pedoman dasar kehidupan masyarakat Minangkabau dan hanya ditujukan kepada masyarakat yang menganut budaya termasuk sistem adat Minangkabau. ABS-SBK disosialisasikannya sebagai konsensus dan kesepakatan masyarakat Minangkabau sejak lama tanpa memperbincangkan lagi tentang bila, di mana dan bagaimana ABS-SBK tersebut terjadinya. Butir implementasi ABS-SBK dan penjelasannya dalam pembetukan prilaku, sikap dan perbuatan orang Minang adalah sebagai  point-point ABS-SBK yang harus dilaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Minangkabau dan menjadi prilaku dalam amal perbuatannya. Nilai filosofi ABS – SBK itu merupakan pelaksanaan dari syara’ (SM – AM / Syara’ Mangato Adat Mamakai) terutama aspek akidah dan syari’at, bersumber dari Kitabullah. Dalam pelaksanaan syara’ oleh adat itu mengeksplisitkan terhimpun dalam emapat nilai yakni sopan, santun, budi dan baso. Keempat nilai itu dilaksanakan dalam seluruh aspek kehidupan yang oleh Bundo Kandung dirumuskan dalam 6 AKM (Aspek Kehidupan Masyarakat) yakni: Sosial, Ekonomi, Pendidikan, Politik, Hukum dan Kesenian. Kesemuan aspek ini dalam pelaksanaannya dituntun oleh 45 butir ABS – SBK seperti yang dirumuskan Bundokandung.

Nilai-nilai filosofi ABS – SBK ini menjadi bagian tanggung jawab ninik mamak dan dipasilitasi oleh pemerintah dalam menerapkannya pada masyarakat adat dimulai dari anak kamanakan di paruik, jurai, di suku, di kampung dan di nagari. Pensosialisasian nilai ini diperkaya oleh lembaga adat LKAAM dari Provinsi hingga kecamatan dengan memerintahkan fatwa adat ini kepada masyarakat adat oleh ninik mamak di nagari yang berbasis pada KAN. Tentu saja kedudukan KAN dan LKAAM itu harus kuat dalam mengemban peranan sesuai fungsinya dalam menerapkan nilai filosofi ABS – SBK ini.

Foto Yulizal Yunus

Foto Yulizal Yunus

Rumah kelahiran Yulizal Yunus


Di posisi rumah ini aku dilahirkan 7 Agustus

Satu sisi kampung asal Tuk Sidi dan Capa adalah Koto Panjang Taluk Batangkapas


Satu sisi kampung asal Tuk Sidi dan Capa adalah Koto Panjang Taluk Batangkapas

Di surau Melayu pemangku adat dalam acara maulud nabi pada selasa malam

Di surau Melayu pemangku adat dalam acara maulud nabi pada sel
asa malam

elatih mahasiswa STAI Bls Jurnalistik siang Selesa 24 des


Yulizal Yunus beserta Keluarga di Malaysia

Cincin untuk Hauzan putra Hidayat dan Dewi dari mama Faiz


 


Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger