Headlines News :
Home » » Benahi Pendidikan Agama Islam - Zaili Ketua Alumni FT-IAIN Imam Bonjol

Benahi Pendidikan Agama Islam - Zaili Ketua Alumni FT-IAIN Imam Bonjol

Written By Unknown on Kamis, 23 Januari 2014 | 03.04

Minggu, 13/10/2013
http://padangekspres.co.id

Padang, Padek—Banyak kriti­kan dari masyarakat bahwa Pen­didikan Agama Islam (PAI) belum efektif. PAI sekarang masih dianggap nomor dua. PAI dinilai belum berkembang, buktinya masih banyak perilaku menyimpang yang terjadi di tengah masya­rakat. Mulai dari tawuran pelajar sampai saling membunuh.
”Yang membunuh orang muslim dan yang ter­bu­nuh juga orang muslim. Waktu di penjara, pelaku ini pernah kita tanyai. Apakah kamu me­nye­sal? Tidak katanya. Justru dia puas telah mem­bunuh mereka,” kata Kepala Subdit PAI pada SMP Di­rektorat Pen­di­dikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, Dr Ni Fasri Muh, menuturkan sekilas permasalahan dihadapi PAI saat menjadi narasumber pada seminar nasional pe­ngua­tan profesionalisme alumni pendidikan agama Islam dan sosialisasi pendidikan profesi guru, di Hotel Pangeran Beach Padang, kemarin (12/10).
Acara ini merupakan rang­kaian temu akbar alumni dalam rangka Milad Emas 50 tahun Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang. Selain Ni Fasri Muh, seminar ini juga menghadirkan tiga pem­bicara lain yang juga alumni dari Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang yakni Kadivre Riau Pos Padang Sutan Zaili Asril, Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof Farid Wajdi Ibrahim, dan Prof Syafruddin Nurdin salah seorang guru besar di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang.
Belum lagi perilaku men­yim­pang lainnya, seperti deg­radasi akhlak, premanisme dan anarkisme, ekslusivisme kea­ga­maan, kecenderungan sikap intoleran, lemahnya kerukunan hidup beragama, dan pelajar terlibat narkoba. ”Dan itu seba­gian besar dilakukan oleh umat Islam. Kita lihat ke atas-para politisi dan pejabat kita yang banyak masuk penjara yang lulusan pendidikan agama,” terangnya.
Dia mengingatkan bahaya besar jika saja pendidikan agama ini tidak menjadi perhatian bersama. ”Kalau pendidikan agama ini tidak kita perbaiki ke depan, maka bangsa kita akan hancur,” tuturnya.
Kondisi ini sekaligus menja­di tantangan bagi Fakultas Tar­biyah. ”Kalau guru agama saja tidak berkualitas, yang mendidik gurunya apa?” kritiknya.
Karena persolan itu, me­nurut Ni Fasri Muh, PAI diang­gap belum efektif karena selama ini gurunya belum ber­mutu. Bukan saja faktor itu, tapi banyak lagi faktor lain yang men­ye­bab­kan PAI belum efektif me­lahir­kan guru-guru agama yang berkualitas karena memang selama ini pemerintah menga­ng­gap PAI sebelah mata.
Ada tiga faktor penting men­yebabkan PAI belum efektif. Pertama faktor internal. Faktor ini dipengaruhi oleh kualifikasi guru pendidikan agama yang relatif masih lemah, banyaknya guru agama yang belum sarjana dan penguasaan kompetensi guru PAI belum terlaksana.
Kedua, faktor institusional. Faktor ini dipengaruhi sarana dan prasarana untuk PAI yang masih sangat kurang. Seperti contoh sekolah minim sarana ibadah dan praktik ibadah. Kemudian kuri­kulum PAI selalu berubah-ubah dan membebani guru, sehingga guru tak bisa membuat silabus.
Terakhir, faktor eksternal. Faktor ini dipengaruhi faktor orangtua yang banyak tidak peduli dengan pendidikan aga­ma anaknya. Ditambah pe­nga­ruh teknologi dan informasi yang menyebabkan anak-anak lebih senang bermain dibanding belajar agama.
Beranjak dari kondisi keter­ki­nian di atas, diakui Ni Fasri Muh, Direktorat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Kemenag berupaya me­ningkatkan kualifikasi dan kom­petensi serta sarana dan pra­sarana di sekolah.
Terkait kompetensi, Direk­torat Pendidikan Agama Islam Ditjen Pendidikan Islam Ke­menag katanya memberikan beasiswa untuk guru PAI yang bertitel sarjana S1 dan S2. Ada se­kitar 5.300 guru di seluruh Indonesia mendapatkan bea­siswa tersebut.
”Tahun ini kami aju­kan juga prog­ram beasiswa S1 tambahan. Si­lakan, ajukan data ke kami,” ka­tanya. Di samping itu, tahun ini juga dianggarkan dana sebe­sar Rp 52 miliar oleh Kementerian Agama untuk program peni­ng­katan kompetensi untuk guru PAI.
Sementara Sutan Zaili Asril melihat dari persepektif lain mengapa PAI belum efektif selama ini. Wartawan senior ini mengatakan, belum efek­tifnya PAI disebabkan tidak jelasnya kedudukan PAI di dalam sistem pendidikan na­sio­nal (sisdiknas). Penanganan atau pengelolaan kebijakan penyelenggaran pen­didikan nasional selama ini tidak jelas-ambivalen dengan sistem kon­vensional. ”Masalah kita ke­su­litan merumuskan orientasi pendidikan Islam di pen­di­di­kan nasional kita,” tegas putra kela­hiran Kiambang itu.
Buktinya selama ini belum ada indikator yang menjadi ukuran seorang jadi guru atau dosen agama Islam. ”Karena itu ke depan perlu ada indi­kator yang jelas untuk me­ngu­kur seorang itu jadi guru atau dosen agama Islam,” terang Zaili.
Ditambah lagi selama ini belum ada sumbangsih besar dari sarjana agama islam ter­hadap sistem pendidikan na­sio­nal. ”Sarjana Islam lebih banyak mengomel dan tidak kooperatif. Mestinya diminta ataupun tidak diminta harus ada dari pen­didikan Islam ini menyumbang pemikirannya bagi pendidikan nasional,” katanya.
Zaili memberi contoh ri­ngan. Misalnya para sarjana agama Islam ini membuat suatu simposium. Melalui sim­posium itu kemudian dihim­punlah pe­mikiran-pemikiran mereka un­tuk kemudian di­sam­paikan seba­gai masukan dalam sis­diknas kita. ”Ini mesti di­lakukan, tanpa harus di­minta dulu,” paparnya. Dia menambahkan, bicara soal pro­fesionalisme, harus ada indikator dan standar yang jelas seperti apa penguatan pro­fesionalisme alum­ni PAI tersebut.
Prof, Syafruddin Nurdin me­nge­mukakan sejumlah ke­kua­tan, kelemahan, peluang dan an­ca­man melalui analisa SWOT terhadap alumni PAI. Untuk kekuatan alumni, lu­lu­san IAIN Imam Bonjol con­toh­nya, telah memiliki regulasi, sertifikat pendidik dan or­ga­nisasi profesi. ”Kita sudah berupaya melahirkan lulusan Fa­kultas Tarbiyah yang dibu­tuhkan lapangan,” katanya.
Sedangkan Farid Wajdi Ibra­him mengamini kata Zaili Asril. Ketidakjelasan PAI da­lam sis­dik­nas membuat ke­be­radaan PAI selama ini tidak efektif. ”Yang masuk IAIN ba­nyak yang dari sekolah umum. Kemam­puan agama mereka rata-rata masih lemah. Inilah peran kita dari IAIN ba­gai­mana nanti output dari lulusan IAIN ini ber­dayaguna terutama ke­mam­puan PAI nya,” kata Ketua Umum PP HSPAI.
Pada kesempatan itu Farid juga melantik Pengurus Dae­rah HSPAI Sumbar periode 2013-2018. Dia mengajak pe­ngurus HSPAI bekerja luar biasa. ”Za­man sekarang harus bekerja luar biasa, tidak bisa biasa-biasa,” katanya.
Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, Prof Duski Samad mengatakan di usia yang ke-50, Fakultas Tar­biyah telah melahirkan lebih dari 30 ribu alumni. Alumni tersebut berasal dari latar bela­kang pro­fesi berbeda. ”Alumni Fa­kultas Tarbiyah sudah berkiprah di berbagai tempat. Salah satunya Sutan Zaili Asril. Saya tidak berpikir dia (Zaili Asril, red)-adik kelas saya jadi wartawan dan kini menguasai Padang Ekspres Group,” ung­kap Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof Mak­mur Syarif.
Pada peringatan 50 tahun Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang itu, juga dila­kukan pemilihan pengurus ika­tan alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Sutan Zaili Asril dipercaya se­ba­gai ketua umum, didam­pingi Yulizal Yunus dan Abbas Jusad sebagai Ketua I dan Ketua II. Sementara, sekretaris umum dipercayakan kepada Artin Arjun, dibantu Muhammad Kosim, Jon Misfar, dan Muhammad Zalnur, sebagai sekretaris I, II, dan III. Sedangkan yang menjabat bendahara adalah Mimi Suharti dengan wakil Gusti Murni.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger