Headlines News :
Home » » Peranan Ninik Mamak dan Generasi Muda di Minangkabau

Peranan Ninik Mamak dan Generasi Muda di Minangkabau

Written By Unknown on Jumat, 22 November 2013 | 15.09


Oleh Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo[1]

 (Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Ketua V LKAAM Sumatera Barat, Ketua Dewan Adat dan Syara’ Nagari Taluk Batangkapas Pesisir Selatan, Dosen Sastra Fakultas Ilmu Budaya – Adab IAIN Imam Bonjol, Peneliti 9 Judul Buku BAM Padang Panjang, Peneliti 12 Judul Buku BAM Padang, Peneliti 2 Judul Buku BAM Pesisir Selatan.  Makalah disampaikan sebagai nara sumber pada Pelatihan Guru BAM SD, Diknas Kota Padang, 4 Desember 2012.)






Generasi muda (pemuda) anak atau kamanakan (nan mudo) di Minangkabau eksis dalam setiap limbago adat di Minangkabau. Anak dari ayah kamanakan dari mamak, waktu kecil menjadi anak atau kamanakan, setelah besar menjadi mamak. Anak kamanakan tidak terpisah dalam kelembagaan ninik mamak. Dalam kepemimpinannya ninik mamak mengayomi kamanakan disimbolkan kayu gadang di tangah koto dan atau baringin di tangah padang. Anak kamanakan dapek balindung di kerimbunan dedaunnya dari kepanasan dan kehujanan, urek tampek baselo, batangnyo tampek basanda. Kamanakan dalam suasana nyaman balinduang di keteduhan leadership ninik mamak mendapat pencerahan dan memotivasi untuk babudi elok baso katuju (bersih dari dago dagi), berperan menjadi parik paga di nagari, memberikan keelokan pada tepian (nagari), mengerti dan sadar hukum adat di nagari (Undang Undang dalam Nagari dan Undang Undang nan- 20). Dengan peranan ninik mamak dan rang mudo (anak kamanakan) tidak ada celah di Minangkabau masuknya orang-orang yang berprilaku intoleransi dan bahkan teroris, karena nagari bagi mereka: malam badanga-danga, siang bacaliak-caliak dan kok jauh baulangi – kok dakek bakandano.


Inti Minang adalah nagari. Nagari sebagai wilayah pemerintahan dalam system NKRI banyak yang mengurus. Namun nagari sebagai subkultur dan geneologis atau inti Minang itu tak banyak yang mengurus. Kalau tak diurus ninik mamak dan generasi muda (anak kamanakan) sebagai parik paga nagari, akan lenyaklah Minangkabau.
Dalam beberapa artikel dan makalah, saya sering membentang. Di antaranya makalah “Nagari dan Pandangan Anak Muda (Menilik Buku “Utopia Nagari Minangkabau” Karya Hasri Fendi dan Lindo Karsya) di Unand Padang, 27 Mei 2002, membentangkan peran generasi muda(anak kamanakan) dalam perahu kelembagaan ninik mamak di nagari.
Kamanakan barajo jo mamak, mamak barajo jo panghulu, panghulu marajo jo kamufakat, mufakat barajo ka nan bana, bana manuruik alua jo patuik. Petitih ini membentangkan struktur pemerintahan menurut adat. Kamanakan dan mamak sama-sama berada dalam hukum adat di nagari. Jelas sekali yang memegang kekuasaan tertinggi sesungguhnya adalah kebenaran, dilaksanakan menurut alua dan patuik (alur dan patut). Ninik mamak dengan kepemimpinannya sebagai seni memberikan motivasi dan menggerakkan anak kamanakan, merasa nyaman, aman dan damai berperan sesuai fungsi masing-masing. Mamak santun, kamanakan memuliakan dan bersih dari dago dagi (prilaku tak hormat), sehingga terwujud kualitas Sumber Daya Manusia (kualitas mamak – kamanakan) di Minangkabau: mamak disambah urang/ kamanakan dipinang urang pulo.

I.         Peranan dan unsure yang berperan di Minangkabau
A.       Pernan konsep sosiologis dan syarat berperan

Dari sudut pandanga (perspektif) sosiologis peranan itu sebuah konsep sosiologi. Dari konsep sosiologis ini diketahui ada persyaratan yang member peluang orang/ kelompok untuk berperan. Setidaknya ada tigak hal yang membuat orang kondusif berperan: (1) aktifitas dengan berbagai kegiatan, (2) keduduk/ status jelas dan (3) mempunya charisma dan atau disegani.
Ketiga hal ini akan memberi bentuk kualitas kepada seseorang/ kelompok. Bila ketiga hal ini dimiliki ninik mamak dan kamanakan, maka mereka akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan menguntungkan bagi keberlanjutan Minangkabau. Mamak akan disambah dan kamanakan akan dipinang orang pula sebagai pelaksanaan misi nagari dan adat Minangkabau.

B.            Unsur yang berperan di Minangkabau
Di nagari Minangkabau banyak unsur yang berperan berbasis di lembaga (dulu) Kerapatan Nagari (KN) sekarang Kerapatan Adat nagari (KAN). Di antara unur yang terpenting, unsur fungsionaris tali tigo sapilin dan tungku tigo sajarangan yakni: (1) unsure ninik mamak dipimpin penghulu dan atau datuk, (2) unsure ulama dipimpin ketua majelis ulama nagari dan atau tuanku, (3) unsure cadiak pandai dipimpin yang cerdik cendekia dan atau yang piawai. Khusus unsure ninik mamak berbeda dalam ada salingka nagari. Pada nagari bekas kerajaan di Minangkabau, Datuk berbeda dengan penghulu, menunjukkan dua limbago adat yakni limbago paruik dan limbago kampuang. Di dalam kelembagaan penghulu/ datuk secara umum ada urang nan-4 jinih yakni: (a) penghulu, (b) manti, (c) malin dan (d) dubalang. Di bawah lembaga malim ada urang jinih nan-4 pula yakni: (a) imam, (b) katik, (c) bila dan (d) qadhi. Dari perspektif fungsi pengamanan, pemuda berada dalam barisan dubalang yakni sebagai menjaga ketahanan nagari dan khusu pemuda sebagai parik paga nagari.
Selain itu dari unsure anak kamanakan (nan mudo - generasi muda) satu sisi menjadi generasi baru membuat elok nagari, di sisi lain yang bersekolah tinggi masuk kepada cadiak pandai dan kalau sudah besar (berkeluarga) menjadi mamak atau bapak. Unsur yang tidak kalah pentingnya adalah Bundo Kanduang bersandiang dengan Bapak (disebut mandeh bapak) yang di bawah telapak kakinya “sorga anak kamanakan”, karenanya disebut unduang-unduang ka sarugo (al-jannatu tahta ummahat – sorga di bawah telapak kaki ibu).
Karena itu semua unsure ini di Minang mempunyai fungsi penting, di antaranya terlihat dalam kesan bidal orang Minang sbb.:

Elok tapian dek nan mudo
Elok nagari dek pangulu
Elok musajik den tuanku
Elok rumah dek bundo

Khusus Bundo Kanduang sebagai cahayo rumah salendang dunie, unduang-unduang ka sarugo ialah penyelamat utama mulai dari duniawi (rumah, masyarakat, bangsa dan Negara) sampai ke akhirat. Karenanya di bawah paying mamak, kaum ibu yang efektif mengayomi anak kamanakan (pemuda pemudi) dan membuat mereka budi dan berbudaya santun sebagai modal menyelamatkan masyarakat dan bangsa.
Ibu (mandeh bapak) ingin paling ingin ka nan elok. Mulai dari anak sampai ke minantu. Caliak anak pandang minantu, mato nan condoang ka nan elok. Artinya mandeh bapak sudah dibekali nilai mencari menantu yang sesuai dengan anaknya sehingga melahirkan anak cucuk nan elok.
Ibu adalah induak dalam limbago adat paruik dipayungi mamak (tunganai dan atu datuk) yang disebut pemimpin. Tugasnya penting dalam memainkan peran memelihara anak kamanakan. Tugas ini tergambar dalam pribahasa Minang sbb.: Bak ayam indak ba induak, umpamo siriah indak ba junjuang. Artinya anak kamanakan (rakyat) akan kucar kacir bila tidak ada atau ditinggalkan pemimpin.
            Karenanya dalam memelihara tugas sesuai dengan fungsi masing-masing pemimpin di Minang, seorang pemimpin (mamak dan mandeh bapak) yang piawai akan mencari usaha kongsi alternatif untuk menghidupi anak kamanakan (sejahtera dan aman). Karena di Minang seorang mamak dan bapak tidak baik hanya menghidupi anaknya sendiri, tetapi bersama-sama kamanakannya. Anak dipangku kamanakan dibimbing. Anak dihidupi dengan pencaharian utama dan kamanakan dihidupi dengan pusaka tinggi dan usaha kongsi untuk anak kamanakan. Kepiawaian pemimpin Minang mencari usaha kongsi itu dilukiskan dalam sastra Minang: Padi dikabek jo daunnyo, batang ditungkek jo dahannyo.
Kinerja piawai mamak dan mandeh - bapak Minang ini merupakan bagian upaya budi elok baso katuju, meninggalkan jasa baik kepada anak cucu dan masyarakat secara umum. Upaya meninggalkan jasa ini terlukis dalam sastra Minang: Pulai batingkek naiak, maninggakan ruweh jo buku, manusia batingkek turun, maninggakan barih jo balabeh.

II.           Ninik Mamak dan Peranannya
A.      Ninik mamak, penghulu dan atau Datuk

Dari perspektif sosilogis, salah satu peluang berperan dengan baik, status/ kedudukan jalas. Pangulu dan atau datuk sebagai pemimpin ninik mamak, didahulukan selangkah ditnggikan seranting. Mereka punya keduduka kuat dalam kaumnya. Penghulu tagak di pintu adat, dihormati sebagai gadang basa batuah.
Dalam berperan penghulu dibantu malin, tempat bamufti (tempat minta fatwa). Malin justru tagak di pintu agamo, dihormati sebagai suluah bendang dalam nagari. Dalam membantu penghulu/ datuk menyelesaikan sengketa, dibantu manti. Justru manti tagak di pintu susah, dihormati piawai dalam manyalasaikan silang sangketo anak nagari, tahu ereng jo gendeng, mauleh indak mangasan. Demikian pula dalam mengeksekusi silang sengketa, penghulu dibantu dubalang, posisinya tagak dipintu mati, berperan sebagai pengamanan huru hara, batuhuak ja baparang.
Penghulu duduk dilimbago kaum/ suku/ kampung berperan mengayomi anak kamanakan baik dari limbago paruik/ jurai sampai ke kaum suku di kampung. Di limbago nagari di wadah Kerapatan Adat Nagari (KAN) penghulu dimungkinkan dipercayakan sebagai Pucuak adat dan atau ketua KAN, statusnya berada pada pucuk pimpinan adat di nagari. Pucuk adat ini setidaknya didukung Datuk ampek suku, Penghulu andiko di limbago kaum suku di kampung serta urang nan-4 jinih (+ jinih nan-4) untuk melaksanakan peranannya mengayomi anak kamanakan dan masyarakat adat di nagari.
Mengayomi dimaksud di antaranya peran menciptakan peluang bagi kamanakan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas serta tuah dalam nagari. Pengulu menghindari diri mencari keuntungan dalam kaumnya. Ajaran ini diisyaratkan dalam bidal orang Minang: Mancari dama ka bawah rumah, mamapeh dalam balanggo, artinya mencari keuntungan ke dalam lingkungan anak kemenakan sendiri di paruik/ jurai dan atau kampung. Justru penghulu serta seluruh ninik mamak memposisikan diri berperan: Pusek jalo kumpulan ikan, pucuak usah tarateh, urek ijan taganjak.Artinya pimpinan mulai dari ninik mamak sampai mandeh bapak (ibu dan bapak) memposisikan diri menjadi tumpuan harapan dan sumber keteladanan dan contoh yang baik  bagi anak kamanakan dan kukuh menghadapi segala tantangan dalam memimpin anak kamanakan.
Kalau terjadi hal-hal yang dapat menyulut perasaan dan menyita pikiran, penghulu harus: balawik leba – bapadang lapang. Raso dibaok naiak, pareso dibaok turun. Artinya penghulu sebagai pemimpin harus luwes, besar jiwa, lapang dada, cerdas perasaan diseimbangkan dengan kecerdasan berfikir rasional, sehingga berpotensi sebagai sumber pembentukan pribadi/ karakter berbudi anak kamanakan.
Cerdas dalam perasaan dan berfikir diaplikasikan saat menghadapi problema dalam kaum. Saat melihat fenomena anak kamanakan dan kampung harus dikembangkan, berlaku petatah/ pepatah: Sayang di anak dilacuti, sayang di kampuang ditinggakan. Artinya penghulu yang baik tidak membiarkan anak kamanakannya berbuat tidak baik, ada saat menyangi dengan memberi reward, tetapi tidak meniadakan tindakan memarahi saat salah dengan funisment yang mendidik. Demikian pula saat mengabadikan rasa cinta pada kampong (kaum suku), tidak harus bertopang dagu dan atau berpangku tangan membiarkan kampung melarat, saat harus meninggalkan kampung, harus dilakukan mencari pengalamanan/ pengetahuan bagi perbaikan kampung ke depan. Tindakan penghulu seperti ini bagian dari contoh yang diberikan dalam perannya untuk mendidik anakan kamanakan berbudi.

B.     Mengajar anak kamanakan babudi elok, basok katuju, sopan dan santun
Anak kamanakan berbudi elok, baso katuju serta sopan dan santun, tidak tergantung dari tinggi rendahnya ilmu yang dimiliki. Justru karakter itu menjadi prilaku, bila dilakukan pembiasaan. Penghulu dulu dalam mendidik kamanakannya babudi elok, dididik di surau suku dengan mengajar trilogi: adat (buek) dan agama (syara’) serta silat (bela diri dimulai dari kekuatan silaturrahmi). Seolah surau suku yang dipimpin ninik mamak itu merupakan simbol budi anak kamanakan.
Salah satu ciri kamanakan berbudi elok dan sopan, terlihat dalam sikapnya, tak pernah membesarkan diri, meski ia orang besar, tidak meninggikan diri meski punya ilmu tinggi. Adat Minang mengisyaratkan bagikan padi, makin berisi makin tunduk, artinya makin besar, makin merendah. Orang Minang mengajari penghulu dan anak kamanakan mempunyai sikap menghormati orang besar dengan prilaku tidak membesarkan dan meninggikan diri. Kata orang Minang: barakyat dulu mangko barajo, jikok panghulu bakamanakan. Kalau duduak jo nan tuo pandai nan usah dipanggakkan. Artinya ketika seorang anak atau kamanakan duduk bersama orang tua (baik usianya tua mau yang dituakan/ditinggikan seranting) menghindari diri untuk membanggakan diri dengan kepandaian, kebesaran dan atau kemuliaan yang dimilik, dan menjatuhkan martabat oerang yang dibesarkan dalam duduk bersama.
Karenanya karakter anak kamanakan dengan prilaku baik secara faktual banyak berpangkal dari didikan mamak dan mandeh bapak. Sering anak salah ditanya orang siapa mandeh bapaknya, kamanakan tak sopan ditanya orang siapa mamamknya. Orang Minang mengisyaratkan dalam petatahnya: barajo Buo Sumpu Kuduih tigo jo rajo Pagaruyuang, Ibu jo bapak pangkanyo manjadi anak rang bautang, artinya prilaku salah seorang anak kamanakan banyak ditentukan didikan mamak dan mandeh bapak (ibu – ayah). Karenanya ayah satu sisi juga berperan sebagai mamak di kampungnya. Rusak adat, ketika ayah hebat, ia memutuskan hubungan anaknya dengan mamak anaknya itu. Sebab seorang ayah ia juga mamak di kampung ibunya, coba bayangkan sedihnya hati dan rusaknya adat kalau urang sumando (ayah dari kamanakannya) memutuskan hubungannya sebagai mamak dengan kamanakananya. Apalagi sejak kecil mamaknya pernah membantu kamanakannya sekolah, menuntut ilmu, tiba-tiba sumandonya (ayah kamanakannya itu) gagah dan kaya, tak memandangnya sebelah mata dan hubungan kamanakan diputus, dan kamanakan tak pula menghormati mamaknya itu, coba betapa hancurnya hati mamak. Itu yang disebut orang Minang: bak manggadangkan anak ula, umpamo mamaliharo anak harimau. Artinya kamanakan kecil dibantu mamak sekolah mencari ilmu, tetapi setelah ia doktor dengan sekolah nya yang tinggi dan profesor sebagai pangkat guru besar, pulang kekampung ia jahat kepada mamaknya dan merendahkan mamaknya disebut tak sekolah, dan membanggakan ayahnya orang hebat. Ia menjadi anak ula (ular) dan atau anak harimau.  Ia lupa ayahnya juga mamak di kampung bakonya, bagaimana pula kalau ayahnya dilecehkan kamanakannya, pedih apa tidak hatinya.
            Mengajar anak kamanakan berbudi oleh penghulu, diikuti pencerdasan oleh mandeh bapak dengan melaksanakan ajaran syara’: melaksanakan rukun iman dan rukun Islam seperti bersyahadat, ibadat shalat, zakat, puasa dsb. Pepatah orang Minang mengingatkan utang orang tua mengajar pengamalan agama: biasokan anak-anak jo sumbayang, aja batauhid sarato iman/ santoso dunia jo akhiraik/ lapeh utang ibu jo bapak.
Orang tua terutama ibu memberikan jaminan kepada anaknya keselamatan di dunia dan akhirat. Ibu di Minang bagian dari bundo kanduang. Makna seorang ibu dalam syara’ (Islam) disebutkan sarugo di bawah telapak kaki ibu, dalam adat disebut bundo undung-undung ka sarugo. Artinya seperti tadi disebut: didikan ibu yang baik membawa anak senang dan damai di dunia dan sarugo dunia akhirat. Senang dan damai itu disebut sorga.
Karena dalam mendidikan anak, orang tua harus memulai dengan yang baik. Orang Minang mengisyaratkan: kalau kuriak induaknyo rintiak anaknyo. Artinya ibu bapak yang baik akan melahirkan anak baik. Makanya nenek moyang Minang berfikir jauh kedepan seperti mempunyai indra keenam agar tidak meninggalkan anak cucu yang lemah baik dalam harta (mninggalkan pusaka tinggi0 maupun berperinsip dan berakidah serta beibadah. Orang Minang mengajarkan: kok alah sampai di hulu, balunlah pulo sacukuiknyo. Dek kokoh niniak nan dahulu kunci nan limo pambukaknyo. Artinya nenek moyang Minangkabau jauh kedepan memikirkan kekuatan SDM, kesejahteraan, kemuliaan anak cucuk dengan menggunakan kelima indranya bahkan memiliki indra keenam.
Terasa benar nenek moyang Minang hidup mulia mati meninggalkan jasa, dikiaskan dalam petatahnya: mati harimau tingga balang, mati gajah tingga gadiang. Artinya penuh dengan kemuliaan dan meninggalkan jasa baik bagi anak cucuk (keluraga dan masyarakat), bagian pendidikan mereka kepada generasi muda sepanjang masa. Nenek moyang tak ingin anak cucunya melarat disebabkan orang tuanya. Ini tersirat dalam ungkapan: Indomo di Saruaso, Datuak Mangkudun di Sumaniak, sabab anak jatuah binaso, ibu bapak nan kurang cadiak.  Karenanya pula orang Minang di samping mewariskan pusaka tinggi, juga menyuruh berhemat untuk tidak menjual pusaka tinggi dengan sikap berpoya-poya dan ba-dunia. Lihatlah dalam petitihnya sbb.:

Dari ketek mulai baimaik,
untuak tunaikan rukun kalimo,
baraja imaik jadi didikan
sanang santoso akhia kamudian.

Sikap hemat diajari: simpan yang ada dan makan yang tak ada. Artinya yang ada disimpan, untuk dimakan sehari-hari rajin mencari dan sisakan, hematkan dan tabungkan. Dengan sikap hemat menabung dan rajin berusaha keras agar bisa menyisakan pencaharian olah orang tua Minang, banyak maksud yang bisa dicapai, kalau dalam Islam bisa ke Makah naih haji menunaikan rukun Islam kelima.
Dengan cara itu, satu di antara kiat generasi Minang untuk kuat, berguna dan punya kehormatan. Orang Minang tak ingin anaknya lemah dan hanya menjadi tenaga cadangan dan tidak utama. Kias orang Minang: calak-calak ganti asah, pananti tukang manjalang datang, panunggu dukun manjalang tibo. Artinya jangan generasi Minang tidak memposisikan dirinya sebagai pemeran utama, harus yang utama dan di garda terdepan diharapkan masyarkat, bangsa dan negara.


III.        Generasi Muda dan Peranannya
A.      Generasi Muda itu anak atau kamanakan
Yang disebut generasi muda di Minang adalah anak dan kamanakan. Anak dari mandeh bapak dan kamanakan dari mamak. Mereka disebut rang/ nan mudo. Kedudukan nan mudo yang kuat di Minang, menentukan pula kuatnya sesuai fungsinya. Fungsi nan mudo, membuat tepian menjadi elok, membuat visi “nagari menjadi aman dan damai”. “Banyak urang lua datang meminang nan mudo”, mencerminkan kualitas kamanakan.
Untuk memelihara fungsi dan martabat nan mudo (bujang dan gadis) orang Minang merawat prilaku dan mencegah perbuatan sumbang. Seorang gadis duduk tagak, melihat dan tidur tidak oleh sembarangan. Dalam tagak dan melihat misalnya, apa kata orang Minang: gadih panagak ateh janjang, gadih pancaliak bayang-bayang, artinya anak gadis sumbang kalau sering tagak di janjang dan sering mematut-matut bayang.
Karenanya pula anak kamanakan di Minang diajari mana yang sah dan mana yang batal. Yang menunjuk ajarinya adalah tanggung jawab mamak dan orang tua. Petatah orang Minang menyebut: partamo lareh nan tinggi, kaduo lareh nan bunta, kalau tak pandai kito mambimbiang indak katantu sah jo bata. Artinya, kalau bapak/ mamak tidak memberikan bimbingan sungguh-sungguh kepada anak kamanakan, mereka tidak akan tahu sah dan batal.
Kadang rayuan sesuatu yang batal itu manis. Orang Minang mengingat dalam bidalnya: Mati samuik karano manisan, jatuah kabau dek lalang mudo. Artinya, orang sering terpedaya mulut manis dan budi bahasa yang baik. Kadang di luarnya manis, di dalamnya batambiluak. Rayuan manis itu sering pula tak berakar pada budaya sendiri, tergoda budaya asing, manis di luar, di dalamnya/ isinya menjatuhkan martabat. Orang Minang mengingatkan nan mudo biaso bimbang, manaruah rambang jo ragu, kalau batimbo ameh datang, lungga lah ganggam nan dahulu. Artinya, sikap meniru-niru kebudayaan yang tak berakar pada budaya sendiri (asing), yang isinya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita, bahkan menggusur kebudayaan sendiri sehingga kehilangan pegangan dan jati diri.

B.     Parik paga di nagari bersih dari dago dagi
Rang mudo (pemuda) di Minangkabau berfungsi sebagai pengkal dini pengganggu keamanan secara preventif. Karenanya mudo di Minang, agar lebih berfungsi dan disegani, maka mereka menjaga diri dari tindakan yang memalukan, tidak melakukan perbuatan sumbang salah dsb. Karena itu dahulu mengajar cerdik mandeh bapak dan mengajar berbudi sopan santun adalah ninik mamak di Surau. Di surau ninik mamak/ suku ini diajar trilogi: agama, adat dan silat. Dari tiga pengetahuan ini dieksplisitkan prilaku sopan santun, budi baik, baso katuju, tak pernah nan mudo kurang ajar kepada nan tuo seperti prilaku mandago mamak, tak sopan kepada orang tua dsb. Penghulu punya tanggung jawab memelihara anak kamanakannya melalui mamak. Kata orang Minang: dago dagi mambari malu, sumbang salah laku paragai. Kalau lungga ganggam panggulu, cupak jo gantang katasansai.Artinya penghulu harus memegang peraturan adat dan agama dan memberikan pemahaman dan penghayatan kepada anak kemenakan, sehingga mereka tidak pernah mandago mamaknya.
Cara-cara orang Minang seperti itu mendidik nan mudo, agar anak muda tahu menghargai dirinya dan bermanfaat bagi dirinya di samping untuk orang lain. Yang dihindari orang Minang: bak mamaga karambia condong, bak ayam baranak itiak, artinya pengetahuan anak muda tak dapat dimamfaatkan dan tak berfaedah bagi dirinya, mereka bagaikan lilin membakar diri, orang diuntungkan sementara dirinya dibakar.
Dalam keadaan rang mudo belum bisa mendayagunakan pengetahuan bagi kebesaran dirinya, saat itu pula mereka sulit berperan sesuai fungsinya parik paga di nagari. Karenanya, situasi dan pengetahuan yang dimiliki tak disia-siakan rang mudo untuk memperbaiki mutu kehidupannya. Orang Minang mengisyaratkan dalam petatahnya: anak-anak kato manggaduah, sabab manuruik sakandak hati, kabuik tarang hujanlah taduah, nan hilang patuik dicari. Artinya
Ketika suasana sudah baik, keadaan sudah pulih, adalah momentumnya menyempurnakan kehidupan.
Saat mutu kehidupan sudah baik, martabat kaum sudah terangkat, nan mudo disukai orang, saat itu fungsi rang mudo muncul dan terangkat. Tetapi sebaliknya martabat tidak terangkat, rang mudo tak berperan sebagai paga nagari, menjadi petaka bagi nagari, kamanakan sengsara dan mendorong kemelararan. Posisi rang mudo yang elok itu mamaga nagari tergambar dari bidal orang Minang: elok tapian dek nan mudo, manjadi tuah pandapatan, kalau indak pandai jadi nakodoh alamaik kapa karam di daratan. Artinya, kalau nan mudo tak pandai mamaga nagari, membuat kamanakan bagaikan kapal karam di daratan. tujuan pulau harapanan tidak tercapai justru sebaliknya justru kemelaratan dan kesengsaraan akan mengambil bentuk kebinasaan pada lingkungan kehidupan di nagari.
Karena rang mudo juga pemimpin di Minang dengan fungsi sebagai paga nagari jangan binaso. Kata orang Minang: nan mudo pambimbiang dunia, nan capek kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari. Artinya para pemuda menjadi harapan masyarakat, bangsa dan negara, di tangan merekalah terletak maju mundurnya bangsa ke depan, karena mereka pemegang tongkat estapet kepemimoinan bangsa masa depan.
Secara empirik, jelas sekali tiada episode sejarah tanpa peran pemuda. Karenanya pula pemuda harus menghormati dirinya sendiri dengan berprilaku tenang dan damai tetapi tegas, bijaksana berbudi tinggi tetapi tangkas. Amanat orang Minang kepada mereka untuk berprilaku:
pado pai suruik nan labiah, samuik tapijak indak mati, alu tataruang patah tigo. Artinya dengan keluhuran pribadi, ketangkasan harus tetap dibangun, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang, maju terus pantang mundur selama tidak melanggar norm agama dan adat.

IV.             Minangkabau: Mamak dan Anak atau Kamanakan
A.    Sadar hukum

Orang Minang dalam misi nagarinya, menginginkan di samping lingkungan lestari, wibawa pemimpin (mamak dan mandeh bapak) tegak, juga kualitas masyarakat meningkat (kamanakan dipinang urang) serta gangguan keamanan tidak ada sehingga Nagari aman santoso (kamtibmas baik dan sejahtera) dan hukum tegak. Justru orang Minang menjadikan adat sebagai aturan untuk menciptakan tertib sosial dan sadar hukum. Orang Minang menata dalam petatahnya: dek gantang di Bodi Caniago, ditapuang batu dilicak pinang, dituang adaik kalimbago, dimulai malukih undang-undang. Artinya cara nenek moyang membangun masyarakat dan kampung halamannya adalah membikin adat dan limbagonya menjadi aturan (hukum) yang kuat mengatur tertib sosial.
            Aturan (hukum) adat di nagari Minang cukup kuat dalam menyelesaikan sengketa dalam masyarakat adat, baik perdata maupun pidana (berat dan ringan). Hukum adat di nagari itu terdiri dari: (1) UU dalam nagari dan (2) UU nan-20 (terdiri dari UU nan-8 dan UU nan-12).

1.      UU dalam Nagari:
UU dalam nagari punya perinsip-prinsip hukum sbb.:
Salah tariak mangumbalikan – salah cotok malantiangkan
salah lulua mamuntahkan – salah cancang mambari pampeh
salah bunuh mambari diat – manyalang maantakan – utang
dibayia – piutang ditarimo – jauh hambatan – ampia
batariakan – baabu bajantiak – kuma basasah – sasek
suruik talangkah kumbali – gawa maubah – cabuah dibuang
adia dipakai – babatulan babayaran – balabiah katangah
basalahan bapatuik – buruak dipakai – lapuak dikajangi
usang dipabaharui – racik racik diapik – rusuh babujuk
tangih baantokan – jatuah basambuik – salah kapado Tuhan tobat – slah kapado manusia mintak mao – siriah dipulangkan kagagangnyo – pinang bapulangkan katampuaknyo – surang baragiah – sakutu bapapah (babala).

2.      UU-20
UU – 20 terdiri dari UU nan-8 dan UU nan-12, sbb.:
            a.  Nan-8 :
1)      Tikam – bunuah  = bukti mayat tabujua
2)      Upeh – racun  (ramuan racun) = bukti oleh dokter
3)      Samun – saka  = merampok di tempat sepi dan membunuh pemilik
4)      Maling – curi  = (rampok malam – siang)
5)      Sia – baka  =  (sunu bukti puntung suluah – bakar hangus)
6)      Umbuak – umbi  = (tipu persuasive – tipu dengan kekerasan)
7)      Sumbang – salah = pergaulan salah – asusila
8)      Dago – dagi = salah kapanakan pado mamak – salah mamak pado kapanakan (musyawarah, mamak berhenti diam-diam, kapanakan tidak demo kezaliman mamak, meski rajo salah disanggah…, kalau ada demo tidak orang minang).         
            b. UU-12 (UU-6 daulu dan UU-6 kudian)
                  UU-6 daulu (tuduhan)
1)      tatando – tabeti
2)      taikek – takungkuang
3)      talala – takaja
4)      tacancang – tarageh
5)      tatambang – ciak
6)      tatangkok dengan salahnyo
            -     UU-6 kudian (cemo) – alasan dugaan
a.       bajajak bak bakiak – basuriah bak sipasin
b.      tabayang – tatabua
c.       kacondongan mato nan banyak
d.      anggang lalu antah jatuah
e.       tasindorong jajak manurun – tatukiak jajak mandaki
f.       bajajak barunuik

B.     Tagak di suku/ kampung dan di nagari


Di Minang, tanggung jawab anak muda pada nagari, sekarang mulai dimandulkan oleh materil. Serba uang tidak saja merusak upaya penegakan hukum, tetapi juga merusak perinsip kekeluargaan dan gotong royong. Justru gotong royong anak muda di jalan raya dibarengi fenomena baru, mencegat mobil dan minta uang. Mental budaya lama bankrut. Budaya lama yang muda goro dan rundo sudah tidak menggeliat lagi. Orang tua suka senang-senang. Semarak alam rami anak nagari, tak tahu lagi menghargai nilai. Waktu alek nagari, mamak, kamanakan dan sumando dihadapkan pada tontonan yang sama “organ tunggal” dengan artis tak berpakaian menari di pentang. Basulua mato hari bagalanggang mato rang banyak. Sekarang “… budaya hedonisme sudah menjadi bagian rutin hiburan masyarakat, terutama kalangan muda” (Hasri, Lindo, 2003). Kadang prilaku itu jadi cemo nagari.
Penghulu seperti tidak berkutik dalam fenomena itu. Penghulu justru tidak lagi punya surau suku (bahkan balai) menjadi simbol budi di tengah-tengah era otonomi daerah dengan sistem kembali ke nagari berbasis surau. Surau yang mana lagi yang boleh menjadi simbol budi bagi ninik mamak. Masjid, tidak lagi punya malin suluh bendang dalam nagari, ambisi membangun pisik kuat tak sebanding dengan pemakmurannya (mengisinya) dengan kegiatan dan meramikannya.
Bundo Kandung dan anak gadis cahayo rumah dan selendang dunia, tidak lagi di rumah, rmerawat bunga dan kumbang datang menyentuhnya. Justru, bunga yang mengejar kumbang. Quo vadis budaya dan adat salingka nagari?. Kepastian arah nagari, masih berharap pada tangan lelaki Minang dengan status kalau tidak kamanakan (di waktu kecil/ muda),pastilah  mamak (saat sudah menikah-tua). Lelaki Minang seharusnya terutama rang mudo, kembali memegang identitas sebagai lelaki Minang (ketek kapanakan, gadang mamak).
Karenanya semua unsur (mamak dan mandeh bapak dipayungi penghulu) dalam limbago adat harus kuat, tegas dan piawai dalam berperan memimpin anak kamanakan. Jangan seperti nasib anggang lalu atah jatuah balam sadundun jo marabah, Panghulu kalau takicuah, anak kamanakan namuah tajuah.Artinya, mandeh bapak dan ninik mamak dipayungi penghulu harus memperkuat perinsip idelogi adat dan akidah agama, sehingga tak mudah dipengaruhi orang dan budaya asing, yang berakibat fatal mengakibatkan kehancuran anak kamanakan (rakyat) yang dipimpinnya. Dijaga mereka agar tidak terperosok ke kancah disintegrasi sosial, yang sering tergoda rancaknya budaya luar, tanpa memahami sepenuhnya yang substansinya merusak budaya dan jati diri sendiri, dan meninggalkan budaya sendiri sebagai identitas yang sudah dipahami dan dibutktikan kemampuannya efektif mengatur tertib sosial masyarakat adat Minang. Ini satu lagi yang menjadi peran yang substnsial dimainkan ninik mamak dan rang mudo di Minang.

V.                Penutup

Akhirnya dapat disimpulkan, peran ninik mamak sharing rang mudo (anak kamanakan), penting dalam membangun nagari membangun Minang. Membangun Indonesia banyak, tapi membangun Minang tidak ada yang lain selain peran ninik mamak yang dalam limbago adatnya mencakup rang mudo. Berperan dimaksud, ninik mamak dan pemuda aktif dalam berbagai kegiatan untuk membangun nagari, dijago adat jan binaso, diwujudkan visi nagari seperti disebut Yuzirwan Dt. PGP Gajah Tongga (2009) yakni: “Bumi Sanang       (lingkungan lestari), padi masak (jaminan ekonomi), jaguang maupiah (jaminan ekonomi), taranak bakambang biak (jaminan ekonomi), bapak sati (wibawa pemimpin), mande batuah    (wibawa pemimpin), mamak disambah urang (wibawa pemimpin), kamanakan dipinang urang pulo (kualitas masyarakat) dan Nagari aman santoso (kamtibmas - sejahtera).
Tak kurang dalam berperan ninik mamak dan pemuda di Minang, tetap membangun kesadaran dan kearifan secara terus menerus bagi peningkatan kualitas hidup orang Minang. Limpato batang sitawa, digulai cubadak mudo, lah biaso kito tasalah, karano pangana indak sakali tibo, artinya kekilafan dan kesalahan disadari sebagai sifat manusia tetapi tetap sadar dan terus berfikir, karena memang pemikiran tidak sekali tumbuh.
Rami pasa koto tuo, rami dek anak kalua pagi, hinggo ini carito kito, nanti disambung hanyo lai. Salasih di ateh kayu, daunnyo salai-salai jatuah kabawah/ tarimo kasih – thank you and syukran jazila.***
Padang, 4 Desember 2012
Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo


[1]Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo, Ketua V LKAAM Sumatera Barat, Ketua Dewan Adat dan Syara’ Nagari Taluk Batangkapas Pesisir Selatan, Dosen Sastra Fakultas Ilmu Budaya – Adab IAIN Imam Bonjol, Peneliti 9 Judul Buku BAM Padang Panjang, Peneliti 12 Judul Buku BAM Padang, Peneliti 2 Judul Buku BAM Pesisir Selatan.  Makalah disampaikan sebagai nara sumber pada Pelatihan Guru BAM SD, Diknas Kota Padang, 4 Desember 2012.
Share this post :

+ komentar + 1 komentar

11 Juli 2016 pukul 01.46

ass.wr wb sangat menarik pemabahsan mengenai budaya yang ada di Indonesia, beragam macamnya.
saya tertarik mengenai peranan lebih dalam mengenai datuk dalam mengatai hal atau perkara sosial, apakah ada peranan seorang dalam mengatasi permasalahan sosial, seperti kemiskinan atau yang lainnya ?

mohon tanggapannya. trimakasih
( Derry Ahmad Rizal/ Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger