Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.
Guru Tulis
"Kalau saya pulang kampung, saya sering tiba-tiba meminta sopir berhenti di tengah jalan. Keluar dari mobil, menghirup aroma tanah ladang. Terkenang dengan masa lalu."
“tiada episode sejarah tanpa perjuangan pemuda”

(Yulizal Yunus)
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis

Gali Penyebaran Islam dan Nasionalisme PDRI di Sumpur Kudus (2)

Yuzirwan Rasyid setuju de­ngan tema diskusi yang di­angkat Majalah SAGA – Pa­d­ang Ekspres Group. Men­urutnya panel diskusi ini hen­dak­lah bisa menge­tengahkan ha­sil kajian; Apakah memang ada relevansi antara spirit per­­juangan PDRI dengan p­a­trio­tisme Islam di Minang­ka­bau? “Sebab bisa saja rele­van­si yang signifikan adalah de­ngan kondisi geografis dan po­litik kekuasaan,” katanya.

Dia menjelaskan, pada abad VIII masehi, Islam ma­suk ke Minangkabau melalui dua jalur; jalur barat melalui perairan pantai barat dan jalur timur melalui selat Mala­ka ke jalur aliran sungai. Ada dua misi penyiar agama Islam wak­tu itu, yaitu; misi dagang dan misi dakwah. Komoditi dagang yang terkenal waktu itu ialah rempah-rempah. “Saya belum mengetahui apa­kah spirit berdagang yang le­bih utama atau spirit berdak­wah? Posisi Sumpur Kudus se­bagai sentral kekuasaan Islam di Minangkabau dengan ber­­tahtanya Rajo Ibadat, di­ya­­kini karena Sumpur Kudus masuk dalam alur pelayaran Ba­tang Sinamar yang masuk ke sungai Inderagiri dan ber­muara Selat Berhala.

Selanjutnya PDRI juga me­ngambil basis perjuangan di Halaban Payakumbuh, Lin­tau, Sumpur Kudus, Sungai­da­reh, terus ke Sangir Batang­hari (Bidar Alam).

Kemudian dia menje­las­kan soal patriotisme yang adalah sikap kerelaan untuk ber­kor­ban mencapai ter­wu­jud­­nya suatu ideologi. Ideo­logi penyiar Islam amar ma­kruf nahi mungkar. Semen­ta­ra ideologi PDRI adalah ke­hi­dupan yang pancasialis. “Yang perlu dijawab dalam fo­rum ini apakah ada rele­vansi spirit per­juangan PDRI dengan pa­trio­tisme pergerakan Islam di Mi­nangkabau. Inilah konten yang harus ditonjolkan dalam me­nempatkan posisi Rajo Iba­dat dalam sejarah perjua­ngan NKRI melalui perjua­ngan PDRI,” terang putra Sumpur Kudus itu.

Dia menceritakan juga ba­gai­mana perjuangan orang­tua­­nya waktu itu yang ikut ber­juang bersama PDRI. Yang me­m­punyai rasa patriotisme yang besar tak mementingkan diri sendiri, tapi memen­ting­kan negara ini dan rela ber­juang dengan PDRI berpin­dah dari satu tempat ke tem­pat lain.

“Saya waktu itu masih kecil. Saya pernah mendengar kedua orangtua saya berdebat soal perjuangannya. Orangtua pe­rempuan saya waktu itu ber­tanya pada orangtua lelaki saya, apa yang kita dapatkan dari perjuangan ini? Orangtua le­laki saya meyakinkan jika per­juangan yang dia lakukan itu didasarkan pada rasa pa­trio­­tismenya memper­ta­han­kan daerah itu dari penjajah. Dia rela mati dan menyerah­kan sepenuhnya hidup dan per­juangannya pada Allah SWT,” ungkapnya.

Menurutnya, ke depan perlu diangkat sisi lain dari Sum­pur Kudus sehingga mam­pu menghasilkan tulisan yang berbeda dengan tulisan yang sudah ada. “Perlu ditulis apa sebenarnya spirit PDRI dan relevansi nilainya dari perjuangan PDRI ini,” te­rangnya.

Yulizal Yunus menje­las­kan, Islam dan nasio­nalisme menyatu dan digerakkan dari per­juangan Syafruddin Pra­wi­­ranegara dan PDRI itu. “Ra­pat PDRI di rumah ke­luar­­ganya Pak Novirman (No­vir­man Jamarun, red), tapi pusat perjuangannya di mas­jid,” terangnya.

Ketua Yayasan Rajo Iba­dat Sumpur Kudus, Azwir Maaruf Dt Sirajo, menje­las­kan daerah Sumpur Kudus me­rupakan daerah yang sulit. Sulit menempuhnya karena kondisi alamnya yang cukup menantang. Namun dalam perang PDRI keberadaannya sangat menentukan.

Penyebaran Islam di Sum­pur Kudus dilakukan ulama ber­nama Syekh Ibrahim (po­pular dengan Syekh Brai) bersama Rajo Ibadat. Syekh Brai menyebarkan Islam de­ngan cara asimilatif moderat. De­ngan pendekatan yang tak ter­kesan radikal itu Syekh Brai cepat diterima masya­ra­kat.

Seminar Internasional

Sementara itu, Peme­rin­tah Kabupaten Sijunjung me­ng­a­presiasi langkah meng­gali kembali keberadaan Sum­­pur Ku­dus dari pers­pektif pe­nye­baran Islam dan keberadaan per­juangan PDRI. Perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pa­riwisata Sijunjung berh­a­rap ke depan akan ada kegia­tan lebih besar lagi. “Ini pen­ting demi menggali keka­yaan khasanah budaya kita di Mi­nang­kabau. Bukti dukungan kami terhadap kekayaan bu­daya ini, kami di Sijunjung te­lah mensertifikatkan 4 ben­da ca­gar budaya,” ungkap Ma­syuli Effendi, perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pari­wi­sata Sijunjung.

Guspardi Gaus juga me­ngi­nginkan agar kegiatan ini ke depan dapat dibahas dan diekspos lebih luas lagi, beru­pa seminar nasional atau inter­nasional. “Kalau perlu libatkan semua pihak terma­suk Maarif Institute. Pak Sya­fii Maarif selaku putra Sum­pur Kudus tentu akan sanga men­dukung acara ini, dan bisa mem-follow-upnya di tin­g­­kat nasional. Banyak hal yang bisa diangkat melalui se­mi­nar ini. Bisa soal eksis­tensi, na­siona­lisme dan peran PDRI. Akan sangat luas caku­pan pemba­ha­sannya,” terang man­tan ang­gota DPRD Sum­bar, itu.

Gayung bersambut, Zaili Asril mengutarakan penting­nya mengkaji kembali soal Islam di Minangkabau dan per­jua­ngan PDRI di Sumpur Ku­dus. Pertemuan pakar kali ini baru awal untuk dijadikan dis­kursus lebih lanjut. Menu­rutnya topik ini akan menjadi perbincangan menarik yang akan dibahas di Majalah SAGA Minangkabau dan akan di­la­ksanakan Seminar Inter­na­sio­nal bekerja sama dengan salah satu universitas di Malaysia. “Perhatian dari Malaysia terhadap sejarah Minang­kabau ini sangat tinggi,” ujar Zaili Asril yang juga Pemim­pin Umum Majalah SAGA Minangkabau.

Seminar ini nantinya akan melibatkan banyak pihak, termasuk Maarif Institute. Dalam seminar internasional nanti, Pakar Sejarah Perada­ban Islam Prof Maidir Harun juga akan tampil. “Dalam per­temuan awal ini rencan­a­nya Pak Maidir hadir, tapi ber­halangan karena sakit,” te­rang Zaili.

Azwir Maaruf Dt Sirajo me­nyatakan kesiapan Sijun­jung menjadi tuan ru­mah se­minar internasional terse­but. “Acara seminar kalau bisa diadakan di Sumpur Kudus saja. Di Yayasan Rajo Ibadat,” saran Azwir. (***)

Gali Penyebaran Islam dan Nasionalisme PDRI di Sumpur Kudus (1)

(Temu Pakar Majalah SAGA - Padang Ekspres Group di Adinegoro Room, Graha Pena Padang)

Padang Ekspres • Selasa, 24/12/2013 10:14 WIB • Adiyansyah Lubis • 295 klik


Masih banyak fakta sejarah tentang Sumpur Kudus, Kabupaten Si­junjung yang belum tergali. Selama ini Sumpur Kudus tak ha­nya dikenal sebagai daerah penyebaran Islam, tapi juga di­ke­nal sebagai pusat Pemerintahan Daerah Republik Indonesia (PDRI).

Keberadaan Sumpur Ku­dus memegang peranan pen­ting dalam sejarah penye­ba­ran Islam berbasis kerajaan Is­lam Melayu Minangkabau dan Gerakan Nasionalisme Mem­pertahankan Kemer­de­kaan RI 1949.

Hal tersebut menjadi to­pik hangat yang dibahas da­lam pertemuan pakar yang di­gagas Majalah SAGA - Pa­dang Ekspres Group di Adi­ne­­goro Room, Graha Pena Pa­dang, kemarin (23/12).

Temu pakar ini digelar setelah lawatan sejarah ke situs “Makam Rajo Ibadat” dan Jejak PDRI di Sum­pur Kudus, dipimpin Di­rek­tur Utama PT Pa­dang Inter­media Pers/Penerbit Pa­dang Ekspres Sutan Zaili Asril pada 26 Maret lalu.

Sejumlah pembicara yang hadir dalam pertemuan dimo­de­ratori Mu­haf­ril Musri itu, di an­taranya Se­ja­ra­wan Unand Prof Gusti As­nan, Guru Besar Unand Prof Novirman Jama­run, Ketua Yayasan Rajo Iba­dat Sumpur Kudus Azwir Maa­ruf Dt Sirajo, Dewan Per­tim­bangan LKAAM Sum­bar Yuzirwan Rasyid, Pemred Ma­jalah SAGA Yulizal Yunus, tokoh Sumbar Guspardi Gaus dan Zaili Asril.

Di awal dialog yang diha­diri jajaran redaksi Pa­dang Ekspres Group dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Si­junjung itu, Novirman Ja­marun menceritakan kon­disi Sumpur Kudus. Sebagai putra Silantai, Sumpur Kudus, No­vir­man mengungkapkan di­rinya tahu betul kondisi dae­rah tersebut.

Selama ini Sumpur Kudus masih dikesampingkan dan fakta sejarahnya belum tergali lebih dalam. Sumpur Kudus dikenal orang ketika mulai dikenalkan Prof Sanusi Latif, mantan Rektor IAIN Imam Bonjol dan Prof Syafii Maarif, man­­tan Ketua Umum PP Mu­ham­­madiyah. “Merekalah yang kemudian membuat Sum­pur Kudus mulai dikenal awal­nya,” kenang Novirman.

Sumpur Kudus meru­pa­kan daerah yang indah, tapi cu­kup terisolir. Di pema­ha­man Novirman mungkin ka­rena keterisolirannya juga Sum­pur Kudus menjadi tem­p­at paling bagus dan strategis un­tuk bersembunyi, terutama dari serangan tentara penj­a­jah di masa lalu. “Karena dae­rah itu tempat persembu­nyian yang dianggap aman dari Belanda,” ujarnya.

Namun belum banyak orang yang menulis lebih dalam soal Sumpur Kudus. Selama ini tak banyak orang yang da­tang untuk mencari lite­ratur lebih dalam lagi untuk me­nulis tentang Sumpur Kudus. “Selama ini yang menulis tentang Sumpur Kudus bukan orang yang pernah ke sana. Sehingga tulisannya tentang Sumpur Kudus tidak dalam,” kritiknya.

Sampai saat ini katanya be­lum banyak hal yang tergali dari Sumpur Kudus. Baik itu ten­tang perjuangan PDRI mau­pun keberadaan penye­baran Islam oleh Kera­jaan Rajo Ibadat. “Waktu itu mus­y­a­­warah PDRI di rumah wali pe­rang, di rumah orang­tua saya. Tentang ini, tidak ada yang ditulis,” terangnya.

Ke depan, dia berharap ke­beradaan Sumpur Kudus h­a­rus terus didorong dan di­bicarakan lebih luas lagi. “Sa­ya harap sejarah ini digali be­nar lah. Apa yang belum di­tulis, bisa ditulis,” ungkap­nya.

Sementara Gusti Asnan mengatakan penyebaran Islam pada masa Kerajaan Rajo Iba­­­dat dan Rajo Tigo Selo ba­n­yak diperbincangkan se­jak ta­hun 1970 lalu. Me­narik­nya lagi, jauh sebe­lum itu, katanya ada penulis Belanda yang me­ng­ungkap keberadaan Rajo Tigo Selo dan Rajo Ibadat ini.

Selain itu penulis asing pada masa lalu dalam buku­nya juga pernah mengutara­kan awal abad ke-XVI ada satu hingga tiga raja di masa itu. Ada yang mengatakan hanya ada satu raja, dan ada pula yang menyebutkan ada tiga raja di Minangkabau. Namun Gusti tak mau me­nyim­pulkan apakah gelar-ge­lar raja yang diberikan ter­sebut memang bisa dibuk­ti­kan atau tidak. Yang me­narik, kata Gusti, Raja Alam Baga­gar­syah paling banyak disebut sum­ber Belanda. Bahkan, da­lam sebuah laporan penulis negara Eropa itu, Belanda berterima kasih karena me­ngun­dang datang ke ranh Miang sehingga dia diangkat jadi Regent. “Bahkan gelarnya d­i­berikan belanda. Jadi, saya ber­pikir gelar raja-raja itu di­berikan Belanda juga,” tutur Guru Besar Sejarah Unand.

Diskusi ini menjadi ha­ngat ketika penjelasan Gus­ti Asnan itu memancing tangga­pan dari Yuzirwan Rasyid. Me­nurut Ketua Dewan Per­timbangan LKAAM Sum­bar itu apa yang disampaikan Gus­ti Asnan didasarkan pada bu­­ku-buku yang ditulis pe­nu­lis asing. “Kalau ditulis orang asing, tentu punya interest untuk kepentingan mere­ka. Begitu pula jika ditulis oleh kita yang nasionalis, tentu hasilnya lain lagi,” jelasnya.

Novirman juga tak sepen­da­pat dengan Gusti Asnan soal pemberian gelar raja oleh Be­landa. Menurut Novirman perlu ada pengkajian lagi le­bih dalam mencari tahu ke­be­narannya. “Termasuk meng­g­ali lebih jauh keberadaan Rajo Ibadat dan Rajo Tigo Selo,” kata mantan Koordi­nator Kopertis Wilayah X.

Gusti Asnan menegaskan, se­jarah terus mengalami per­kem­­­bangan. Tidak saja meng­g­u­nakan sumber tertulis, tapi se­mua yang ada kini bisa ter­ban­tahkan jika memang ada sum­ber-sumber baru yang bisa dipertanggungjawabkan. “Se­mua bisa diterima jika ada buk­ti-bukti empirisnya,” ung­kapnya.

Puasa Anti Nifaq

Oleh Yulizal Yunus

            Puasa dalam fungsi sosialnya dapat membuat pelakunya imun terhadap serangan penyakit hati. Di antara penyakit hati itu ialah penyakit nifaq (kemunafikan). Cirinya umumnya adalah sikap suka merugikan orang lain seperi berkhianat, mungkir janji dan dusta. Karena itu kalau mau puasa juga jangan berprilaku merugikan orang lain. Tidakkah ada hadis nabi saw. riwayat Ibnu Abbas r.a., “berbuka sajalah kalau juga melakukan lima prilaku yang merugikan orang yakni (1) al-kazib (dusta), (2) al-ghibah (gosip/ gunjing), (3) al-namimah (menghasud/ mengadu domba), (4) al-yamin al-kazibah (kesaksian palsu) dan (5) al-nazrah bi syahwah (penglihatan penuh syahwat).

Apa resep puasa yang mempunyai kekuatan sebagai penyembuh penyakit hati. Setidak-tidaknya puasa yang memenuhi persyaratan wajib di antaranya beriman, berakal dan kuat tidak saja secara pisik tetapi juga kuat terhadap segala hal yang dapat merusak iman dan akal,sehatnya. Agaknya itu di antara rahasisa Allah swt. yang hanya mengajak orang beriman saja untuk berpuasa sebagai sebuah proses peningkatan derjat ketaqwaan manusia beriman  (QS. Al-Baqarah 2:183). Nabi saw pun memberikan jaminan bahwa puasa itu berfungsi tidak saja imun dari penyakit hati seperti tidak mau merugikan orang lain, bahkan membuat dirinya bersih, asal komitmen imannya jelas di samping ihtisab (tulis ikhlas/ sabar). Katanya “siapa  yang  puasa  dan menegakkan   malamnya  (tarwih-witir  dan  amalan  lain)   dengan penuh keimanan dan "ihtisab"  (sabar/ ikhlas/  penuh perhitungan), diampunkan dosanya yang telah lalu, bersih  seperti sediakala ia dilahirkan ibunya”.

Artinya puasa  yang memenuhi persyaratan iman dan ihtisab (tulus ikhlas) akan berfungsi imunisasi dari terinfeksi penyakit hati. Hatinya bersih. Asal tahu saja --yang sering nifaq (punya sifat bohong, ingkar janji,  khianat terhadap kepercayaan yang diberikan)-- penyakit  hatinya, kalau tidak mendapat penyembuhan akan kronis, karena Allah akan melakukan zadahu (menambahnya, QS. Al-Baqarah 2:10). Kalau sudah kronis, penyakit hatinya semakin kentara menjadi "al-akhlaq al-madzmumah" (laku jelek). Tidak saja suka membuat  gosip/  gunjing/  fitnah,   penghasut, dengki/  tak  suka orang sukses, tak mau mebantu orang susah (korban berbagai bencana), sombong/  ongas  raya,  pemarah/ cepat tersinggung dll. Apalagi kalau kepentingannya terganggu atau  kepala  ladangnya terpangkas dsb., ia serta merta suka "lahw al-hadits" (kata/  lagu  yang tidak bermakna), ucapan/ dan kata-katanya kasar serta kehilangan kearifan bahkan menyakitkan.

  Contoh kasus orang yang terserang penyakit hati dalam bentuk laku  jelek  itu, ada dialog seseorang sahabat dengan  Nabi  saw. (Dalam  Kitab  Riyadhat Al-Nafsi, Tahzib Al-Akhlaq  wa  Mu'alajat Amradh   al-Qalbi/  Melatih  Jiwa,  Mendidik  Budi  Pekerti   dan Pengobatan  Penyakit Hati, karangan Syeikh Jamaluddin  Al-Qasimi, 1342:4) Sbb.:

-  "Fulanah"  (si wanita itu) ya Rasulullah,  ia  rajin  "shiyam" (puasa)  siang,  rajin "qiyam" (tarwih, witir dan amal  lain)  di waktu malam, tapi --lakunya jelek-- tuturnya selalu membuat sakit tetangganya (sebelah rumah atau sebelah kamar mitra kerja -pen)?.

+   Jawab  Rasul,  --kalau  demikian  lakunya--  tidak  ada  arti kebaikan  puasa  dan ibadah malamnya itu dan  ia  pantas  menjadi penghuni neraka!.

- Ditanya lagi, mana orang beriman yang terbaik ya Rasul?

+  Jawab  Rasul,  yang kualitas imannya baik  ialah  mereka  yang budinya baik!.

+ Kata Rasul juga, kamu tidak mungkin bisa memuaskan orang dengan memberi  materi,  karena  itu  perlihatkanlah  wajah  yang  manis simpatik kepada orang dan tingkah laku yang terpuji.

   Ternyata,  tingkah  laku  terpuji  yang  dimiliki  seseorang menentukan bahwa dia punya kualitas iman yang baik pula. Kualitas iman  yang baik menentukan puasanya diterima atau tidak.  Tingkah laku  yang  tidak terpuji, meskipun ia rajin  puasa,  berarti  ia sudah  terinfeksi  penyakit  hati  dalam  bentuk  "al-akhlaq  al-khabisah"  (laku menjijikan). Obatnya adalah puasa  dengan  penuh iman  (imanan) dan ikhlas (ihtisaban), adalah  puasa  benar-benar karena  Allah, terhindar dari laku buruk, tidak berlebihan  makan minum  di  waktu malam, tidak penidur di  waktu  kenyang.   Puasa kualitas itu berarti "menzakat badan", menyembuhkan penyakit hati dan mencerdaskan pikiran.
    
Puasa  yang benar dengan hati yang bersih. Orang yang  punya nurani bersih beruntung. Tidakkah Allah swt. (QS. Al-Syamsu 91:9) katakan:   "qad  aflaha  man  zakkaha"  (beruntung   orang   yang mensucikan)  dan rugi yang mengotorinya. Semoga kita semua  orang yang puasa termasuk kualitas demikianCYulizal Yunus
    

Tidak Ada Sumpur Kudus tidak Ada Indonesia (2)

Reportase Alizar Tanjung
Tidak Ada Sumpur Kudus tidak Ada Indonesia

Negara dibesarkan oleh sejarahnya. Sumpur Kudus aset sejarah. Sumpur Kudus ikut membesarkan negara. Di sanalah PDRI mengambil alih wewenang negara ketika Soekarno dan Mohammad Hatta jatuh dalam tawanan kolonial Belanda.
Pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai langkah tepat untuk menjaga stabilitas nasional, setelah pemerintahan yang berpusat di Yogyakarta diserbu dan diambil alih oleh Belanda. Soekarno mengeluarkan surat mandat kepada Syafroedin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara.
Syafroedin Prawiranegara kemudian menjalankan roda pemerintahan dari Sumpur Kudus. Wilayah Sumpur Kudus bukan hanya wilayah Nagari Sumpur Kudus yang sekarang. Wilayah cakupannya sangat luas. Dia sebuah kerajaan yang yang berada di bawah kekuasaan Raja Ibadat. Raja pertama yang memeluk Islam di Sumpur Kudus.
Alasan pemilihan Sumpur Kudus, di antaranya memang karena sulit akses ke sana. Selain melewati jalan yang terjal dan berliku, letaknya juga terisolir dari keramain.
“Musyawarah besar PDRI itu di rumah saya,” ujar Novesar Jamarun, putra Sumpur Kudus, yang ranjinya bersentuhan dengan sejarah PDRI. Dia memaparkan ketika itu rapat PDRI itu harus mobil. Pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan alasan keselamatan.
Menurut Novesar Jamarun, “Sumpur Kuduslah yang mengangkat nama Syafroedin Prawiranegara.” Kalau Sumpur Kudus tidak mengangkat nama Syafroedin, dia belum tentu akan menjadi tokoh penting. Demikian analisa Novesar Jamarun.
Novesar Jamarun memandang bahwa perlu penggalian mendalam terhadap sejarah Sumpur Kudus. “Kita gali benar sejarah Sumpur Kudus itum,” ujarnya. Dia menginginkan Kalau memang dilakukan penggalian sejarah Sumpur Kudus, baiknya juga dibukukan. Sehingga sejarah Sumpur Kudus juga memperkaya tradisi tulis. Sehingga Sumpur Kudus menjadi referensi sejarah. (Bersambung...)

Tidak Ada Sumpur Kudus tidak Ada Indonesia (1)

Reportase Alizar Tanjung
Raja Minang Berbeda dengan Raja Jawa

“Raja Minang dan raja jawa itu berbeda. Raja-raja di Minang mereka di mata rakyat, seperti orang biasa. Bahkan rumahnya juga biasa-biasa saja,” ujar Gusti Anan, pakar sejarah dan guru besar Unand, saat pertemuan pakar dalam pembahasan Sejarah Islam di Sumpur Kudus dan hubungan nasionalisme dengan PDRI.
Pertemuan tokoh-tokoh Sumbar itu tepat dimulai pukul 16 lewat 49 menit di Jam Graha Pena di Lubuk Buaya. Acara dimoderatori Muhapril Musri, tokoh dari IAIN Imam Bonjol Padang. “Fokus pembahasan kita pada pertemuan ini ada dua hal. Pertama, pembahasan sejarah Islam di Sumpur Kudus. Kedua, hubungan nasionalisme dengan PDRI.”
Hadir sebagai narasumber Novesar Jamarun, putra Sumpur Kudus yang bersentuhan ranjinya dengan PDRI. Narasumber kedua Yusirwan Rasyid. Kemudian Gusti Anan, Yulizal Yunus. Turut hadir Sutan Zaili Asril sebagai pelaku media Sumbar dan Azwir Maaruf Datuk Sirajo ketua Yayasan Rajo Ibadat. Rajo Ibadat, tokoh pertama Islam di Sumpur Kudus.
Berbeda raja Minang dengan raja Jawa ini juga ditekankan oleh Novesar Jamarun. “Saya setuju dengan pendapat Gusti Anan. Raja Minang memang sangat berbeda dengan raja Jawa. Karena kerendahan hatinya,” ujarnya kepada Saga. Raja jawa sangat-sangat diagung-agungkan. Sedangkan raja di Minang dilihat dengan kerendahan hatinya.
Perbedaan ini membuat eksistensi Raja bukan sebagai pimpinan yang gila hormat. “Bahkan rakyat saja terkadang tidak kenal dengan rajanya,” ujar Gusti. Minangkabau memang dikenal dengan adat istiadatnya kata yang empat, kata menurun, kata melereng, kata sama datar, kata mendaki. Ini menjadi pegangan bagi setiap orang minang. Mamak mempunyai kunci peran dalam strata sosial masyarakat.(Bersambung)

Kata Arif

Oleh Yulizal Yunus

           
Bahasa yang manis bukan hanya sekedar berbunga kata, tapi sarat makna dan penuh kearifan. Salah satu dampak/ buah buruk reformasi di tanah air yang diwarnai political euphoria di antaranya kata kehilangan makna, bahasa kehilangan kearifan, muncul dalam keritik berapi-api. Teriak kerasnya mengatasnamakan orang banyak (rakyat) tapi hak yang diatasnamakannya itu kadang dilibas juga. Euphoria!. Fenomena ini pada gilirannya memicu disintegrasi sosial (nilai lama yang mapan ditinggalkan, serta merta menganut nilai baru yang belum dimengerti sepenuhnya). Sepertinya sukar berbahasa halus dan indah. Bahasa indah itu seperti hanya tinggal pada puisi yang tercetak di antologi atau pada bahasa yang paling indah dan syarat dengan esensi fikir (di mata umat Islam) yakni bahasa Al-Qur’an. Alternatif keluar dari fenomena ini, dengan cara merubah lidah umat dengan merefleksikan bahasa Al-Qur’an, biar tersosialisasi cara berbahasa halus, lembut dan manis.
Puasa momentum merefleksikan bahasa Al-Qur’an dalam bahasa tutur sehari-hari umat Islam. Karena di bulan Ramadhan ini umat sedang termotivisir dengan ajarannya, (1) hiasi Al-Qur’an dengan suaramu (hadis), (2) bacaindahpahami (rattil) Al-Qur’an (QS Al-Muzammil 4), (3) kamu senantiasa berada dalam sikon yang baik sa’at belajar dan mengajarkan Al-Qur’an (HR. Al-Bukhari), (4) ibadat terbaik umatku adalah membaca Al-Qur’an.
            Yang dimaksud dengan Al-Qur’an (bedakan dengan Koran) setidaknya ditandai lima indentitas (1) membacanya saja bernilai ibadat, (2) kalam Allah yang diwakyukan kepada Nabi saw. di bulan Ramadhan , (3) mu`jizat bagi Nabi saw, (4) ditulis dalam mushaf (dicetak dalam bentuk Kitab (Buku) Al-Qur’an Al-Karim juga dapat pula dalam bentuk lembaran elektronik menjadi satu file dalam made rirectory CD Al-Qur’an), (5) dirawikan secara mutawatir (yang membuatnya terpelihara sepanjang zaman).
            Bahasa Al-Qu’an itu adalah bahasa Arab yang halus, lembut (layyinun) dan indah. Penyajian bahasanya liqaumi ya`qilun – ya`lamun – liyunzir al-ladzina zhalamu – yattaqun / ditawakan kepada mereka yang berfikir – yang beretos kerja dan beramal – peringatan bagi mereka yang serba tidak beres – harap mereka hati-hati dalam konteks takwa  (QS 1:2, 20:113, 39:28, 41:3, 42:7, 43:3, 46:12).
            Artinya Al-Qur’an yang diwariskan kepada umat agar lan tudhillu abada - tidak akan sesat sepanjang masa (Hadis) itu, mengembangkan daya nalar dan berfikir rasional, merangsang etos kerja yang harus dirumus secara sophistecated (canggih) dan beramal (ibadat), membentuk sikap waspada dan hati-hati dalam konteks taqwa dan peringatan keras (dengan bahasa indah) bagi yang serba tidak beres (zalim). Al-Qur’an dalam mengeritik mencontohkan cara tutur bicara dengan gaya qaul ma’ruf (bahasa yang indah) – qaul sadid (bahasa yang halus) dan menganjurkan layyinun (lembut).
            Al-Qur’an bahasanya yang halus dan lembut (layyinun) dan indah itu tak dapat dipungkiri kerena keluar dari masternya yakni Allah Jamil (Allah Yang Maha Indah) dan menyukai jamal (yang indah). Orang yang ingin taqarrub (dekat) dengan Allah Yang Maha Indah itu, dapat dipastikan memilih keindahan (jamal) sebagai canel. Karenanya umat yang merindukan dekat dengan Tuhan, sewajarnya menciptakan keindahan dalam tutur bahasa dan tingkah laku serta pola tindak (amal perbuatan). Sebab itu pula bagi umat patut bahasa Al-Qur’an yang indah itu direfleksikan dalam bahasa sehari-harinya, agar umat memiliki bahasa yang halus, manis dan indah meskipun dalam menyampaikan kritik keras kepada orang lain.
            Dapat ditiru bagaimana halus dan indahnya bahasa Al-Qur’an dalam mengeritik berbagai fenomena di antaranya satu contoh fenomena saja dalam tulisan ini yakni ketika Al-Qur’an mengeritik fenomena orang yang prilakunya serba tidak beres (zalim) dan penuh kepalsuan (kemunafikan) seperti perangai Abdullah bin Ubai bin Salul (tokoh cerita sebab turunnya ayat  QS 2: 8 – 20),
            Terhadap orang yang serba tidak beres – aniaya (zalim) dan penuh kepalsuan (munafik) itu Al-Qur’an masih menggunakan gaya bahasa smile (perumpamaan – tasybih). Di antara ayatnya, adalah …perumpamaan mereka seperti menyalakan api (nar), setelah api hidup –bercahaya (dhiya’), Allah menghilangkan sinar (nur) yang menerangi dan meninggalkan mereka dalam zhulumat (kegelapan). Mereka menjadi tuli, bisu dan buta, tidak bisa kembali ke jalan yang benar (QS 2: 17-18). Ceritanya Abdullah bin Ubai bin Salul merindukan pemimpin, tetapi setelah hadir Nabi saw sebagai pemimpin teladan ia tidak senang, merasa kalah gengsi, tak sportif lalu bersikap tidak patuh dan tidak setia. Di depan bermuka manis pura-pura patuh dan setia, di balakang mencibir dan mendengki menghasud ingin mencelakankan Nabi dan sahabat. Gambar munafik dan zalim cucu Salul di depan bukan main di belakang bermain inilah yang digambarkan dalam ayat dan menjadi sebab turun ayat.   
Diksi (pilihan kata- mufradat) ayat QS 2:17-18 ini di antarnya digunakan zhulumat (gelap) dipersandingkan dengan nur (sinar) dan dhiya’ (cahaya). Api dipersandingkan pula dengan air yakni shaib min al-sama’  (orang yang ditimpa hujan lebat dari langit). Air dapat memadamkan api. Tiga kata yang berlawanan gelap – cahaya/ api – air. Gelap (Zulumat) artinya sikap yang menyelimuti hidup gelap seseorang (seperti cucu Salul tadi) seperti dengki, hasud, jiwa goncang, hidup kacau (zalim)dll. Api (nar) menyala menjadi dhiya’ (cahaya) melahirkan nur (sinar). Sinar tidak dapat didengar, tidak dapat dicium, tidak dapat diraba dan dirasa, hanya dapat dilihat. Cahaya merupakan kode ordonansi penglihatan. Terjadinya gelap karena cahaya dan sinar dihilangkan dari mata alat indra dan mata hati. Gelap itu karena terhambat dan terhalang penglihatan mata dan hati  sebaga alat pemindahan dunia luar ke dunia dalam. Dalam kondisi ini, kegelapapan menjadi permanen, digambarkan dengan (1) telinga menjadi tuli artinya sakit telinganya mendengar ajaran Allah rasa mau terbuka saja rahasia buruknya, (2) mulut menjadi  bisu tak sudi saja lagi mengatakan yang benar secara baik kecuali yang kasar dan (3) mata buta perumpamaan, tidak suka melihat yang baik kecuali yang jelek saja, semua ini berakibat anak buah si munafik Abdulla bin Ubai yang serba palsu dan zalim itu tak bahkan bisa kembali kejalan yang benar. Mereka diliputi zhulumat (gelap dengan ditutup sifat buruk dengki-hasud), karena api (cahaya-sinar) padam, sebab tidak benar menggunakan air sebagai perumpamaan kebenar. Kata Mahmud bin Syarif, kebenaran yang ada padanya seperti api yang dipadampaksa disiram air mathar syadid dzu rih ‘ashif (hujan deras disertai badai) sehingga gelap (zhulumat) menyungkupnya. Tak ada lagi nur (sinar) kebenaran.
            Hidup yang diselubungi kabut zhulumat, bahasa kehilangan makna dan kearifan, tidak sedikit pun bisa bertutur manis. Kritik bagai teriakan dan gaung pasti meskipun isi bahasa kritiknya tidak dipahami sepenuhnya. Atau kritiknya tidak pernah tergambar dirinya pernah dan akan bersalah seperti yang dikritik. Simaklah bagaimana Nabi saw menyadarkan, … jika ingin membuka borok orang lain, ingat juga diri apa tidak pernah dan tidak akan pernah punya borok yang sama (Hadis). Karena itu kritik boleh saja, tetapi diamanatkan jangan saling buka aib orang beriman. Artinya kritik itu membangun agar tidak lagi berbuat aib. Bahasa kritiknya makruf (indah) dan sadid (bagus) dan layyin (lembut) seperti refleksi bahasa Al-Qur’an.
Akhirnya, bacalah Al-Qur’an, agar terbiasa berbahasa benar dan berkata arif. Sial sekali tak mau baca Al-Qur’an dalam keadaan tetap mengaku Al-Qur’an kitab sucinya. Sial juga umat yang katanya rajin membaca Al-Qur’an tetapi lidahnya tidak pernah berubah. Tidak ada kesan Al-Qur’an di lidahnya seperti pada sikapnya yang lain. Kata Nabi saw. …wailun liman qara’ Al-Qur’an walam yatadabbarhu – sial orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak berpengaruh pada hidupnya (Hadis). Patut jadi catatan umat Islam. CYulizal Yunus

Puasa dan Fenomena Erotik

Oleh Yulizal Yunus

Puasa itu kehidupan, karena puasa itu sehat. Erotik juga kehidupan, karena erotik itu punya esensi pleasure (hal yang menyenangkan) bagian penting dari kebutuhan hidup. Namun hal yang menyenangkan dalam kehidupan secara Islam memerlukan kontrol al-akhlaq al-karimah (prilaku mulia). Puasa dapat menumbuhkan al-akhlaq al-mahmudah (prilaku terpuji), karena puasa juga menaruh esensi prilaku mulia itu.


Erotik ada negatif dan ada positif. Yang positif menawarkan pleasure (sesuatu yang menyenangkan) bagi kehidupan dan membuat hidup berbunga dan penuh seni, karena pleasure juga esensi seni. Yang negatif, adalah erotik berbentuk gejala kejiwaan yang berhubungan dengan prilaku seksual. Orang yang terperangkap erotik negatif ialah orang yang cenderung menunjukkan prilaku yang menyukai hal-hal yang bersifat seksual atau memancing atau terpancing prilaku seksual. Di antara bentuk prilakunya secara psychologis (kejiwaan) menunjukkan dan menyatakan senang dengan hiasan dan pakaian yang berlebihan dan memancing perasaan seksual, senang dengan rayuan, senang dengan pujaan, sikap genit dsb.
Puasa mencegah sikap erotik yang mengarah negatif. Dalam hadis Nabi saw misalnya mengingatkan kalau ….al-nazharah bi syahwat (pandangan yang penuh syahwat)  sebaiknya berbuka saja. Puasa terjebak fenomena ini bisa membuat makruh. Bahkan lebih dari itu bisa membatalkan puasa bila syahwatnya tidak terkendali. Misalnya sikap erotis negatif mengarah mubasyarah (keluar mani akibat bersentuhan berlainan jenis). Mungkin sentuhan dalam bentuk peluk rangkul yang menggemaskan (al-bathasy) dan ciuman dan pandangan penuh nafsu (al-nazhar) dsb. Atau sikap erotik negatif mengarah masturbasi atau onani (bukan saja karena nama pacarnya nani, lalu berkhayal dan mengerang oh… nani oh…nani, aku rindu kamu, i love you,  tapi maksudnya sengaja mengeluarkan mani dengan cara onani lewat copy udara radio atau kontak asmara televisi, atau dengan ransangan vcd pono dan gambar atau poster porno). Atau erotik negatif mengarah istimta` (enjoy) dalam bentuk cuci mata dalam dunia glamour atau mejeng di mall plaza dsb.
Biasanya setiap orang terutama al-syabab (pemuda) yang sering terjebak dalam muatan erotik yang mengarah seksual menunjukkan ciri bahwa ia telah dewasa dan sudah dipandang al-ba’ah (sanggup kawin membentuk rumah tangga). Orang yang telah cenderung al-ba’ah ini aghadhdhu lil bashar (sulit memelihara pandangan menaruh seksual) dan ahshan lil-farj (sulit memelihara kehormatan/ alat kelaminnya). Untuk orang yang telah dipandang tergolong al-ba’ah ini, Nabi saw menganjur tazawwuj (menikah). Kalau tidak sanggup menikah disuruh melakukan al-shaum (puasa). Puasa itu kata Nabi saw justeru bisa berfungsi wija’ (meredam perasaan syahwat) meskipun dipropokasi dengan hal yang mengundangan perasaan seksual.
Puasa tidak melarang erotik, karena itu juga kehidupan. Puasa menyehatkan, erotik dengan esensi pleasurenya juga menyehatkan dan hidup menjadi segar. Tentu saja yang dibolehkan itu erotik yang tidak mengarah kepada gejala kejiwaan yang menyukai sesksualitas.
Karena itu suatu harapan implementasi nilai Islami bagi remaja putri dan remaja putra atau umumnya semua yang sedang berpuasa, menghindari erotik negatif. Misalnya bisikan syahwat itu di antarnya: wangimu menggoda…atau lebih langsung ... aku cinta padamu… diikuti kerling mata yang mendebarkan (al-nazhar) dan prilaku rangkulan yang menggemaskan (al-bathasy). Atau prilaku berpakaian yang menggoda dan tanpa disadari mempropokasi nafsu seksual, misalnya remaja putri yang memakai rok mini atau bikini atau you can see (pakaian tembus pandang), ketika berada di tempat banyak pasangan mata serta merta rok mini ditarik-tarik kebawah, atau memakai pakaian press body (pas badan) dan ketat misalnya celana ketat menunjukkan lekuk tubuh yang seksi, baju ketat dan singkat, terlihat pusat, ketika bersilang mata, serta merta pula ditarik-tarik mendutupi pusat. Orang di depan pun turut kikuk serta merta pula mengalih pandang dari pusat. Demikian juga lelaki yang berpakaian press body, celana ketat atau di atas lutut, juga bermakna, dalam Islam juga bernama buka orat dan dapat mempropokasi prilaku seksual kaum putri.
Orang yang melihat hal yang Islami, diharap jangan terundang propokasi seksual itu. Redupkan mata, pelihara kehormatan. Tidak terpuji kalau sampai terundang dan menaruh maksud untuk menjahili. Tidak pula terpuji serta merta mencap langsung fenomena itu degradasi moral diikuti sikap meremehkan yang sedang berpakaian propokasi seksual. Diyakini semua orang yang dalam keadaan sadar pasti tidak akan mau mempertontonkan tubuhnya di keramaian. Itu terjadi mungkin sa’at tidak disadari sepenuhnya, karena pikiran yang jernih dan perasaan yang halus terkontaminasi (talwis/ dikotori) kepentingan, mungkin kepentingan immateriil seperti sedang mencari identitas, mungkin kepenting mendapatkan materiil seperti bayaran mahal dsb.
Orang tua dan guru serta unsur tokoh masyarakat dan aparat pemerintah diharapkan befungsi secara bersama-sama dan terpadu mensosialisasikan nilai agama dan adat serta peraturan yang berlaku menyadarkan generasi yang dimungkinkan terjebak erotik negatif tadi. Bagaimana kiat orang tua dan guru memilih kata yang baik (ma’ruf) atau kata yang arif dan benar (sadid), tidak serta merta mencap anaknya dengan bahasa yang kasar seperti memfonisnya dengan bahasa hukum yang kurang edukatif seperti mencapnya nakal, jahat, degradasi moral, tetapi mencari solusi yang bijak lewat sentuhan rohani, bathin dan kesahduan perasaan keagamaan, bahasa guru bahasa pendidikan yang memandang anak dalam sebuah proses, agar anaknya membentuk fiqh al-bathin (kode prilaku) yang benar misalnya dalam berpakaian tadi. Dalam kamus pendidikan anak tidak ada yang nakal justeru diakui sedang berproses mencari identitas, yang nakal itu adanya dalam kamus hukum, karena nakal itu sudah terhukum.
Misalnya secara konkrit ketika guru melihat anaknya berpakaian press body jangan serta merta mencari gunting dan mencaci maki, tetapi sentuh bathinnya dan sadarkan. Sosialisasikan bahasa yang lembut. Karena Islam mengajarkan layyin (yang lembut). Orang Islam tidak lembut, khawatir kita ke-Islamannya, dimugkinkan kurang beres. Allah swt sediri betapa lembut mengajarkan nilai berpakaian. …Para istri, anak perempuan serta perempuan mukmin, bereskan jilbabnya (menutupi seluruh aurat/tubuhnya). Jilbab yang beres itu yu`rafna (identitas wanita muslimat, untuk memudahkan orang mengenalnya) dan akan terhindar dari yu’zaina (gangguan jahil), QS 33:59.
Event puasa ini adalah momentum (kesempatan emas) mensosialisasikan nilai Islam meretas purbasangka erotik anak muda. Karena puasa mencegah al-nazhar (mata yang dihinggapi pandangan yang penuh syahwat/ prilaku seksual) seperti juga tangan ramah menggemaskan (al-bathasy) atau seluruh tubuh yang cenderung kepada hal seksual dan mempropokasi prilaku seksualitas. Semogalah. CYulizal Yunus

Tiga Calon Rektor Adu Argumen

 Padang Ekspres • Senin, 04/04/2011 10:59 WIB • (x) • 244 klik

Padang, Padek—Tiga calon rektor IAIN Imam Bonjol Padang, hari ini akan beradu argumen dalam diskusi publik di Gedung Serba Guna IAIN. Tiga hari setelah diskusi publik ini nantinya, Shofwan Karim (Guru Besar Fakultas Ushuluddin), Makmur Syarif (Direktur Pascasarjana IAIN) dan Alhendra (Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah) akan menyampaikan visi dan misi di hadapan panitia, panelis dan anggota senat. Hasil pemilihan rektor nantinya akan diumumkan, 15 April mendatang.

Diskusi publik ini akan dihadiri seluruh civitas akademika. Wakil Ketua Ikatan Alumni (Iluni) IAIN Imam Bonjol, Muhammad Rahmad mengatakan rektor terpilih harus mampu mengangkat marwah IAIN agar sejajar dengan kampus Islam ternama lainnya. “Tidak harus memiliki konsep muluk-muluk. Tapi, cukup mengambil tiga pokok langkah dalam menyikapi permasalahan yang ril, nyata, konkret,
dan berada di hadapan mata sekarang ini, harus menjadi tindakan utama oleh rektor terpilih nantinya.

“Tidak perlu figur seperti apa, karena masalah ide, figur, konsep, visi-misi, atau apalah namanya itu, bisa menyusul belakangan, yang terpenting, ada banyak “PR” yang harus segera dilakukan rektor terpilih nantinya. Yang pertama, permasalahan internal kampus yang belakangan ini, menjadi permasalahan dan mencuat di berbagai media masa. Misalnya, masalah akreditasi, masalah ketua jurusan mogok, pembangunan kampus yang terbengkalai hendaknya menjadi “PR” utama bagi  rektor terpilih nantinya,” ungkapnya.

Selanjutnya, M Rahmad mengatakan, dengan tersebarnya Iluni IAIN Imam Bonjol di seluruh nusantara, rektor terpilih diharapkan membuka jaringan ke tingkat nasional dengan memanfaatkan para Iluni tersebut, sehingga, kemajuan kampus IAIN juga akan didukung oleh mantan mahasiswa di kampus tersebut.

“Peluang untuk berkembang itu sangat besar, tergantung pemimpinnya bisa memanfaatkan kesempatan itu atau tidak. Iluni kita kan banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kalau pemimpin itu hanya hanya “manjago kandang” sudah bisa dipastikan kampus akan jalan di tempat tanpa perkembangan apa-apa. Tapi kalau pandai membuka diri, dan membentuk jaringan tersebut, maka peluang untuk maju itu akan semakin terlihat,” paparnya.

Selain itu, M Rahmad mengatakan, rektor harus mampu menyusun dan menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kondisi lapangan kerja yang ada di luar, “Jadi, setelah tamat di IAIN, mahasiswa tidak perlu lagi belajar tambahan untuk memasuki lapangan kerja,” tambah Wakil Direktur Eksekutif Bidang SDM DPP Partai Demokrat ini.

Ketua Pusat Penelitian (puslit) IAIN Imam Bonjol Padang, Yulizal Yunus, memandang, calon rektor tidak harus memiliki kecerdasan, prinsip, jujur, atau berkelakuan baik saja. Tapi, banyak aspek yang harus dipenuhi seorang calon rektor yang akan membawa dan membuat citra IAIN semakin baik di mata umum.

“Saya tidak melihat figur sebagai kekuatan, tapi seberapa banyak figur itu didukung oleh masyarakat kampus. Artinya, seorang pemimpin yang akan membawa perubahan itu tidak bisa mengandalkan kecerdasannya saja. Tapi dapat dilihat seberapa besar support yang diberikan kepadanya, dan tentunya yang memberikan dukungan adalah orang-orang dan masyarakat kampus yang percaya bahwa dia bisa, sanggup, dan mampu mengemban amanah-amanah yang harus ia selesaikan,” paparnya.

Menurut Yulizal, dukungan adalah harga mati. Karena, sehebat apa pun calon itu, sejujur apa pun dia, dan disiplin pun orangnya, tanpa ada yang mendukung, sudah bisa dipastikan ia akan lumpuh. “Apa lagi kalau pimpinan itu ramai-ramai digerogoti, ia tidak akan cukup kuat untuk berdiri dan berjalan. Sudah banyak fakta yang membuktikan pentingnya dukungan ini. Lihat saja lengsernya Mubarak di Mesir, atau di negeri kita sendiri, akhir rezim Soeharto. Jadi, supporter memang sangat menentukan,” pungkasnya. (x)
[ Red/ ]
 


Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Guru Tulis
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger