Headlines News :
Home » , » Puasa dan Fenomena Erotik

Puasa dan Fenomena Erotik

Written By Unknown on Sabtu, 21 Desember 2013 | 22.10

Oleh Yulizal Yunus

Puasa itu kehidupan, karena puasa itu sehat. Erotik juga kehidupan, karena erotik itu punya esensi pleasure (hal yang menyenangkan) bagian penting dari kebutuhan hidup. Namun hal yang menyenangkan dalam kehidupan secara Islam memerlukan kontrol al-akhlaq al-karimah (prilaku mulia). Puasa dapat menumbuhkan al-akhlaq al-mahmudah (prilaku terpuji), karena puasa juga menaruh esensi prilaku mulia itu.


Erotik ada negatif dan ada positif. Yang positif menawarkan pleasure (sesuatu yang menyenangkan) bagi kehidupan dan membuat hidup berbunga dan penuh seni, karena pleasure juga esensi seni. Yang negatif, adalah erotik berbentuk gejala kejiwaan yang berhubungan dengan prilaku seksual. Orang yang terperangkap erotik negatif ialah orang yang cenderung menunjukkan prilaku yang menyukai hal-hal yang bersifat seksual atau memancing atau terpancing prilaku seksual. Di antara bentuk prilakunya secara psychologis (kejiwaan) menunjukkan dan menyatakan senang dengan hiasan dan pakaian yang berlebihan dan memancing perasaan seksual, senang dengan rayuan, senang dengan pujaan, sikap genit dsb.
Puasa mencegah sikap erotik yang mengarah negatif. Dalam hadis Nabi saw misalnya mengingatkan kalau ….al-nazharah bi syahwat (pandangan yang penuh syahwat)  sebaiknya berbuka saja. Puasa terjebak fenomena ini bisa membuat makruh. Bahkan lebih dari itu bisa membatalkan puasa bila syahwatnya tidak terkendali. Misalnya sikap erotis negatif mengarah mubasyarah (keluar mani akibat bersentuhan berlainan jenis). Mungkin sentuhan dalam bentuk peluk rangkul yang menggemaskan (al-bathasy) dan ciuman dan pandangan penuh nafsu (al-nazhar) dsb. Atau sikap erotik negatif mengarah masturbasi atau onani (bukan saja karena nama pacarnya nani, lalu berkhayal dan mengerang oh… nani oh…nani, aku rindu kamu, i love you,  tapi maksudnya sengaja mengeluarkan mani dengan cara onani lewat copy udara radio atau kontak asmara televisi, atau dengan ransangan vcd pono dan gambar atau poster porno). Atau erotik negatif mengarah istimta` (enjoy) dalam bentuk cuci mata dalam dunia glamour atau mejeng di mall plaza dsb.
Biasanya setiap orang terutama al-syabab (pemuda) yang sering terjebak dalam muatan erotik yang mengarah seksual menunjukkan ciri bahwa ia telah dewasa dan sudah dipandang al-ba’ah (sanggup kawin membentuk rumah tangga). Orang yang telah cenderung al-ba’ah ini aghadhdhu lil bashar (sulit memelihara pandangan menaruh seksual) dan ahshan lil-farj (sulit memelihara kehormatan/ alat kelaminnya). Untuk orang yang telah dipandang tergolong al-ba’ah ini, Nabi saw menganjur tazawwuj (menikah). Kalau tidak sanggup menikah disuruh melakukan al-shaum (puasa). Puasa itu kata Nabi saw justeru bisa berfungsi wija’ (meredam perasaan syahwat) meskipun dipropokasi dengan hal yang mengundangan perasaan seksual.
Puasa tidak melarang erotik, karena itu juga kehidupan. Puasa menyehatkan, erotik dengan esensi pleasurenya juga menyehatkan dan hidup menjadi segar. Tentu saja yang dibolehkan itu erotik yang tidak mengarah kepada gejala kejiwaan yang menyukai sesksualitas.
Karena itu suatu harapan implementasi nilai Islami bagi remaja putri dan remaja putra atau umumnya semua yang sedang berpuasa, menghindari erotik negatif. Misalnya bisikan syahwat itu di antarnya: wangimu menggoda…atau lebih langsung ... aku cinta padamu… diikuti kerling mata yang mendebarkan (al-nazhar) dan prilaku rangkulan yang menggemaskan (al-bathasy). Atau prilaku berpakaian yang menggoda dan tanpa disadari mempropokasi nafsu seksual, misalnya remaja putri yang memakai rok mini atau bikini atau you can see (pakaian tembus pandang), ketika berada di tempat banyak pasangan mata serta merta rok mini ditarik-tarik kebawah, atau memakai pakaian press body (pas badan) dan ketat misalnya celana ketat menunjukkan lekuk tubuh yang seksi, baju ketat dan singkat, terlihat pusat, ketika bersilang mata, serta merta pula ditarik-tarik mendutupi pusat. Orang di depan pun turut kikuk serta merta pula mengalih pandang dari pusat. Demikian juga lelaki yang berpakaian press body, celana ketat atau di atas lutut, juga bermakna, dalam Islam juga bernama buka orat dan dapat mempropokasi prilaku seksual kaum putri.
Orang yang melihat hal yang Islami, diharap jangan terundang propokasi seksual itu. Redupkan mata, pelihara kehormatan. Tidak terpuji kalau sampai terundang dan menaruh maksud untuk menjahili. Tidak pula terpuji serta merta mencap langsung fenomena itu degradasi moral diikuti sikap meremehkan yang sedang berpakaian propokasi seksual. Diyakini semua orang yang dalam keadaan sadar pasti tidak akan mau mempertontonkan tubuhnya di keramaian. Itu terjadi mungkin sa’at tidak disadari sepenuhnya, karena pikiran yang jernih dan perasaan yang halus terkontaminasi (talwis/ dikotori) kepentingan, mungkin kepentingan immateriil seperti sedang mencari identitas, mungkin kepenting mendapatkan materiil seperti bayaran mahal dsb.
Orang tua dan guru serta unsur tokoh masyarakat dan aparat pemerintah diharapkan befungsi secara bersama-sama dan terpadu mensosialisasikan nilai agama dan adat serta peraturan yang berlaku menyadarkan generasi yang dimungkinkan terjebak erotik negatif tadi. Bagaimana kiat orang tua dan guru memilih kata yang baik (ma’ruf) atau kata yang arif dan benar (sadid), tidak serta merta mencap anaknya dengan bahasa yang kasar seperti memfonisnya dengan bahasa hukum yang kurang edukatif seperti mencapnya nakal, jahat, degradasi moral, tetapi mencari solusi yang bijak lewat sentuhan rohani, bathin dan kesahduan perasaan keagamaan, bahasa guru bahasa pendidikan yang memandang anak dalam sebuah proses, agar anaknya membentuk fiqh al-bathin (kode prilaku) yang benar misalnya dalam berpakaian tadi. Dalam kamus pendidikan anak tidak ada yang nakal justeru diakui sedang berproses mencari identitas, yang nakal itu adanya dalam kamus hukum, karena nakal itu sudah terhukum.
Misalnya secara konkrit ketika guru melihat anaknya berpakaian press body jangan serta merta mencari gunting dan mencaci maki, tetapi sentuh bathinnya dan sadarkan. Sosialisasikan bahasa yang lembut. Karena Islam mengajarkan layyin (yang lembut). Orang Islam tidak lembut, khawatir kita ke-Islamannya, dimugkinkan kurang beres. Allah swt sediri betapa lembut mengajarkan nilai berpakaian. …Para istri, anak perempuan serta perempuan mukmin, bereskan jilbabnya (menutupi seluruh aurat/tubuhnya). Jilbab yang beres itu yu`rafna (identitas wanita muslimat, untuk memudahkan orang mengenalnya) dan akan terhindar dari yu’zaina (gangguan jahil), QS 33:59.
Event puasa ini adalah momentum (kesempatan emas) mensosialisasikan nilai Islam meretas purbasangka erotik anak muda. Karena puasa mencegah al-nazhar (mata yang dihinggapi pandangan yang penuh syahwat/ prilaku seksual) seperti juga tangan ramah menggemaskan (al-bathasy) atau seluruh tubuh yang cenderung kepada hal seksual dan mempropokasi prilaku seksualitas. Semogalah. CYulizal Yunus
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger