Raja Minang
Berbeda dengan Raja Jawa
“Raja
Minang dan raja jawa itu berbeda. Raja-raja di Minang mereka di mata rakyat,
seperti orang biasa. Bahkan rumahnya juga biasa-biasa saja,” ujar Gusti Anan,
pakar sejarah dan guru besar Unand, saat pertemuan pakar dalam pembahasan
Sejarah Islam di Sumpur Kudus dan hubungan nasionalisme dengan PDRI.
Pertemuan
tokoh-tokoh Sumbar itu tepat dimulai pukul 16 lewat 49 menit di Jam Graha Pena
di Lubuk Buaya. Acara dimoderatori Muhapril Musri, tokoh dari IAIN Imam Bonjol
Padang. “Fokus pembahasan kita pada pertemuan ini ada dua hal. Pertama,
pembahasan sejarah Islam di Sumpur Kudus. Kedua, hubungan nasionalisme dengan
PDRI.”
Hadir sebagai
narasumber Novesar Jamarun, putra Sumpur Kudus yang bersentuhan ranjinya dengan
PDRI. Narasumber kedua Yusirwan Rasyid. Kemudian Gusti Anan, Yulizal Yunus.
Turut hadir Sutan Zaili Asril sebagai pelaku media Sumbar dan Azwir Maaruf
Datuk Sirajo ketua Yayasan Rajo Ibadat. Rajo Ibadat, tokoh pertama Islam di
Sumpur Kudus.
Berbeda raja
Minang dengan raja Jawa ini juga ditekankan oleh Novesar Jamarun. “Saya setuju
dengan pendapat Gusti Anan. Raja Minang memang sangat berbeda dengan raja Jawa.
Karena kerendahan hatinya,” ujarnya kepada Saga. Raja jawa sangat-sangat
diagung-agungkan. Sedangkan raja di Minang dilihat dengan kerendahan hatinya.
Perbedaan ini
membuat eksistensi Raja bukan sebagai pimpinan yang gila hormat. “Bahkan rakyat
saja terkadang tidak kenal dengan rajanya,” ujar Gusti. Minangkabau memang dikenal
dengan adat istiadatnya kata yang empat, kata menurun, kata melereng, kata sama
datar, kata mendaki. Ini menjadi pegangan bagi setiap orang minang. Mamak
mempunyai kunci peran dalam strata sosial masyarakat.(Bersambung)
+ komentar + 1 komentar
Maaf..Bukan Novesar Jamarun...tapi Prof. Dr. Novirman Jamarun, Msc (kakaknya pak Novesar)
Posting Komentar