Headlines News :
Home » » Gali Penyebaran Islam dan Nasionalisme PDRI di Sumpur Kudus (1)

Gali Penyebaran Islam dan Nasionalisme PDRI di Sumpur Kudus (1)

Written By Unknown on Rabu, 25 Desember 2013 | 09.09

(Temu Pakar Majalah SAGA - Padang Ekspres Group di Adinegoro Room, Graha Pena Padang)

Padang Ekspres • Selasa, 24/12/2013 10:14 WIB • Adiyansyah Lubis • 295 klik


Masih banyak fakta sejarah tentang Sumpur Kudus, Kabupaten Si­junjung yang belum tergali. Selama ini Sumpur Kudus tak ha­nya dikenal sebagai daerah penyebaran Islam, tapi juga di­ke­nal sebagai pusat Pemerintahan Daerah Republik Indonesia (PDRI).

Keberadaan Sumpur Ku­dus memegang peranan pen­ting dalam sejarah penye­ba­ran Islam berbasis kerajaan Is­lam Melayu Minangkabau dan Gerakan Nasionalisme Mem­pertahankan Kemer­de­kaan RI 1949.

Hal tersebut menjadi to­pik hangat yang dibahas da­lam pertemuan pakar yang di­gagas Majalah SAGA - Pa­dang Ekspres Group di Adi­ne­­goro Room, Graha Pena Pa­dang, kemarin (23/12).

Temu pakar ini digelar setelah lawatan sejarah ke situs “Makam Rajo Ibadat” dan Jejak PDRI di Sum­pur Kudus, dipimpin Di­rek­tur Utama PT Pa­dang Inter­media Pers/Penerbit Pa­dang Ekspres Sutan Zaili Asril pada 26 Maret lalu.

Sejumlah pembicara yang hadir dalam pertemuan dimo­de­ratori Mu­haf­ril Musri itu, di an­taranya Se­ja­ra­wan Unand Prof Gusti As­nan, Guru Besar Unand Prof Novirman Jama­run, Ketua Yayasan Rajo Iba­dat Sumpur Kudus Azwir Maa­ruf Dt Sirajo, Dewan Per­tim­bangan LKAAM Sum­bar Yuzirwan Rasyid, Pemred Ma­jalah SAGA Yulizal Yunus, tokoh Sumbar Guspardi Gaus dan Zaili Asril.

Di awal dialog yang diha­diri jajaran redaksi Pa­dang Ekspres Group dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Si­junjung itu, Novirman Ja­marun menceritakan kon­disi Sumpur Kudus. Sebagai putra Silantai, Sumpur Kudus, No­vir­man mengungkapkan di­rinya tahu betul kondisi dae­rah tersebut.

Selama ini Sumpur Kudus masih dikesampingkan dan fakta sejarahnya belum tergali lebih dalam. Sumpur Kudus dikenal orang ketika mulai dikenalkan Prof Sanusi Latif, mantan Rektor IAIN Imam Bonjol dan Prof Syafii Maarif, man­­tan Ketua Umum PP Mu­ham­­madiyah. “Merekalah yang kemudian membuat Sum­pur Kudus mulai dikenal awal­nya,” kenang Novirman.

Sumpur Kudus meru­pa­kan daerah yang indah, tapi cu­kup terisolir. Di pema­ha­man Novirman mungkin ka­rena keterisolirannya juga Sum­pur Kudus menjadi tem­p­at paling bagus dan strategis un­tuk bersembunyi, terutama dari serangan tentara penj­a­jah di masa lalu. “Karena dae­rah itu tempat persembu­nyian yang dianggap aman dari Belanda,” ujarnya.

Namun belum banyak orang yang menulis lebih dalam soal Sumpur Kudus. Selama ini tak banyak orang yang da­tang untuk mencari lite­ratur lebih dalam lagi untuk me­nulis tentang Sumpur Kudus. “Selama ini yang menulis tentang Sumpur Kudus bukan orang yang pernah ke sana. Sehingga tulisannya tentang Sumpur Kudus tidak dalam,” kritiknya.

Sampai saat ini katanya be­lum banyak hal yang tergali dari Sumpur Kudus. Baik itu ten­tang perjuangan PDRI mau­pun keberadaan penye­baran Islam oleh Kera­jaan Rajo Ibadat. “Waktu itu mus­y­a­­warah PDRI di rumah wali pe­rang, di rumah orang­tua saya. Tentang ini, tidak ada yang ditulis,” terangnya.

Ke depan, dia berharap ke­beradaan Sumpur Kudus h­a­rus terus didorong dan di­bicarakan lebih luas lagi. “Sa­ya harap sejarah ini digali be­nar lah. Apa yang belum di­tulis, bisa ditulis,” ungkap­nya.

Sementara Gusti Asnan mengatakan penyebaran Islam pada masa Kerajaan Rajo Iba­­­dat dan Rajo Tigo Selo ba­n­yak diperbincangkan se­jak ta­hun 1970 lalu. Me­narik­nya lagi, jauh sebe­lum itu, katanya ada penulis Belanda yang me­ng­ungkap keberadaan Rajo Tigo Selo dan Rajo Ibadat ini.

Selain itu penulis asing pada masa lalu dalam buku­nya juga pernah mengutara­kan awal abad ke-XVI ada satu hingga tiga raja di masa itu. Ada yang mengatakan hanya ada satu raja, dan ada pula yang menyebutkan ada tiga raja di Minangkabau. Namun Gusti tak mau me­nyim­pulkan apakah gelar-ge­lar raja yang diberikan ter­sebut memang bisa dibuk­ti­kan atau tidak. Yang me­narik, kata Gusti, Raja Alam Baga­gar­syah paling banyak disebut sum­ber Belanda. Bahkan, da­lam sebuah laporan penulis negara Eropa itu, Belanda berterima kasih karena me­ngun­dang datang ke ranh Miang sehingga dia diangkat jadi Regent. “Bahkan gelarnya d­i­berikan belanda. Jadi, saya ber­pikir gelar raja-raja itu di­berikan Belanda juga,” tutur Guru Besar Sejarah Unand.

Diskusi ini menjadi ha­ngat ketika penjelasan Gus­ti Asnan itu memancing tangga­pan dari Yuzirwan Rasyid. Me­nurut Ketua Dewan Per­timbangan LKAAM Sum­bar itu apa yang disampaikan Gus­ti Asnan didasarkan pada bu­­ku-buku yang ditulis pe­nu­lis asing. “Kalau ditulis orang asing, tentu punya interest untuk kepentingan mere­ka. Begitu pula jika ditulis oleh kita yang nasionalis, tentu hasilnya lain lagi,” jelasnya.

Novirman juga tak sepen­da­pat dengan Gusti Asnan soal pemberian gelar raja oleh Be­landa. Menurut Novirman perlu ada pengkajian lagi le­bih dalam mencari tahu ke­be­narannya. “Termasuk meng­g­ali lebih jauh keberadaan Rajo Ibadat dan Rajo Tigo Selo,” kata mantan Koordi­nator Kopertis Wilayah X.

Gusti Asnan menegaskan, se­jarah terus mengalami per­kem­­­bangan. Tidak saja meng­g­u­nakan sumber tertulis, tapi se­mua yang ada kini bisa ter­ban­tahkan jika memang ada sum­ber-sumber baru yang bisa dipertanggungjawabkan. “Se­mua bisa diterima jika ada buk­ti-bukti empirisnya,” ung­kapnya.
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger