Oleh Yulizal Yunus
Dosen fakultas Ilmu Budaya/Adab IAIN Imam Bonjol
Padang Ekspres • Kamis, 18/04/2013 12:28 WIB • 376 klik
PDRI (1948-1949) dalam
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, menyisakan utang pada
Sumpurkudus, khusus pada Halifah Dt Paduko Rajo, diukur sekarang
ratusan juta. Utang itu dijanjikan harus dibayar dalam surat
pernyataan Mr Sutan Mohammad Rasjid, mantan Gubernur Militer Sumatera
Barat dan Tengah merangkap Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan,
Pemuda dan Perburuhan PDRI, tertanggal 24 Oktober 1974 sebesar Rp 50
juta.
Ketua Yayasan Rajo Ibadat, Drs Azwir Maaruf Dt Sirajo, menyebut utang
itu belum dibayar pemerintah, mudah-mudahan pemerintahan tak mungkir
janji.
Fungsi Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dalam penyelenggaraan pemerintahan Republik
Indonesia amat besar. Boleh disebut PDRI-lah yang menyelamatkan roh
kemerdekaan NKRI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945, meskipun
bergerilya keluar masuk hutan menggendong radio pemerintah dan diburu
Belanda. Pemerintahan sementara PDRI (22 Desember 1948–13 Juli 1949)
ini dibentuk dan dipimpin Sjafroeddin Prawiranegara yang sekarang
sudah dinyatakan sebagai pahlawan bangsa. Pembentukan PDRI ini
berdasarkan mandat sebagai hasil rapat kenegaraan pasca-Presiden
Soekarno dan Wapres Hatta ditangkap Belanda 19 Desember 1948.
Dalam pelaksanaan PDRI untuk membela
ketahanan nasional (tannas), mempertahankan identitas, integritas
dan keberlanjutan NKRI, Nagari Sumpurkudus, Kecamatan
Sumpurkudus, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, Sumatera Barat
menempati posisi penting. Di nagari berpenduduk yang kuat adat dan
agama ini, pernah diselenggarakan konferensi (sidang kabinet
sementara) membicarakan Persetujuan Roem Royen di Hotel Des Indes
Jakarta dipimpin Merle Cochran. Delegasi Belanda dipimpin Dr J H van
Royen anggota Mr N S Blom, Mr A Jacob, Dr J J van der Velde, serta
empat orang penasihat. Delegasi Indonesia diketuai Mr Moh Roem dan
wakil Mr Ali Sastroamidjojo dengan anggotanya dr Leimena, Ir Djuanda,
Prof Dr Mr Supomo, Mr Latuharhary disertai lima orang penasihat.
Persetujuan Roem-Royen ini penting bagi pengakuan kedaulatan RI
kembali pada Konferensi Meja Bundar, 27 Desember 1949.
Dalam Surat Pernyataan Mr St M Rasjid tadi
disebutkan bahwa pelaksanaan konferensi PDRI di Sumpurkudus bekas
Kerajaan Rajo Ibadat Minangkabau itu, Halifah Dt Paduko Rajo (mertua
Prof Dr Syafi’i Maarif) dulu seorang kaya yang membantu memfasilitasi
pembiayaan dengan harta bendanya sendiri. Tidak saja dana pembiayaan
konferensi, tetapi juga membiayai 200 prajurit dan pembesar PDRI,
kabinet serta pengawal Mobrig yang bermarkas di rumahnya ketika itu.
Fasilitas yang diberikannya di antaranya 100 ekor sapi dan kerbau, 100
ton beras, 100 ton gambir, belum dihitung kebutuhan pokok lainnya.
Utang itu bagi negara kecil, bagi warga dan
nagari Sumpurkudus cukup besar. Ketika Halifah Dt Paduko Rajo berumur
70 tahun, ia dalam keadaan sakit-sakitan. Pejuang ini membutuhkan
biaya pengobatan. Halifah memberi surat kuasa kepada anaknya Nasar
Halifah untuk mengurus piutangnya kepada pemerintah, seperti yang
dijanjikan Mr St Mohammad Rasjid, Rp 50 juta (1974). Namun belum
beruntung, sampai hari ini belum diselesaikan pemerintah. Baik
masyarakat maupun nagari, kata Drs Azwir Maaruf Ketua Yayasan Rajo
Ibadah Sumpurkudus, kiranya pemerintah di samping menyantuni keluarga
Halifah Dt Paduko Rajo, juga meningkatkan bantuan perbaikan monumen
Bela Negara PDRI di Sumpurkudus, di samping situs sejarah dan warisan
budaya lainnya di nagari ini.
Melihat fisik situs sejarah nagari bekas
Kerajaan Rajo Ibadat ini, terkesan sekali memerlukan peningkatan
perhatian khusus dan fasilitasi/bantuan untuk merehabilitasinya oleh
pemerintahan. Tim “Padang Ekspress Group” (“Padang Today” dan “Padang TV” termasuk Majalah Minangkabau SAGA-PT
Minang Alammedia Nusanatara) mengadakan kunjungan jurnalistik dan
peduli situs sejarah ke Sumpurkudus, 26 Maret 2013. Kunjungan dipimpin
Sutan Zaili Asril, Presiden Direktur Padang Ekspres dan saya menyertainya sebagai Pemimpin Redaksi SAGA,
serta tokoh nagari Prof Sabiruddin Juli dan Ketua Yayasan Rajo Ibadat
Azwir Maaruf. Kunjungan disambut wali nagari Sumpurkudus dan ninik
mamak nan 34, serta masyarakat di kantor wali nagari.
Zaili berpendapat, nagari bekas kerajaan
ini dapat memberdayakan dirinya dan menyebarkanluaskan kekayaan
sejarah dan budaya Minangkabau di sana. Tidak mesti hanya menunggu
pemerintah, tetapi dengan memberdayakan kemampuan nagari dan rantau
yang ada. Tidak perlu besar-besar, cukup dimulai dari yang murah tapi
meriah. Misalnya dalam waktu dekat dapat membuat buletin, dan blog khusus Sumpurkudus dengan menyertakan pelajar SMA. “Padang Ekspres Group siap membantu melalui Padang Today membuatkan blog-nya dan melatih SDM pelajar, dengan cara Sumpurkudus mengirim pelajar ke Padang Today,” kata Zaili.
Nagari Sumpurkudus ini kaya dengan
situs-situs sejarah dan budaya. Situ-situs ini penting dan berharga di
nagari ini sebagai aset nasional. Karenanya, dipandang perlu segera
mendapat pemugaran dan rehabilitasi pemerintah dan peningkatan
perlindungan, penyelamatan, pelestarian peninggalan kepurbakalaan oleh
Balai Pelestarian Cagar Budaya. Di antaranya yang terpenting di
samping Monumen PDRI, Balai Adat Labuah Gajah, Menhir dan Makam
Syeikh Ibarahim, Makan Sultan Alif Rajo Ibadat, Masjid Rajo Ibadat,
Candi Tanah Bato.
Ada harapan besar masyarakat warga Nagari
Rajo Ibadat ini. Wakil Ketua Panitia Monumen Bela Negara Sumbar Tuanku
Bagindo M Leter, menyebutkan dalam minggu ini Sumpurkudus akan
dikunjungi Ketua Panitia Monumen Bela Negara Muslim Kasim Dt Sinaro
Basa, Wakil Gubernur Sumbar beserta rombongan. Disebutkan akan memugar
monumen PDRI Sumpurkudus ini seperti di daerah lain yang menjadi
basis sejarah PDRI. Sebuah janji, kiranya tak mungkir. (*)
Posting Komentar