Oleh Yulizal Yunus
Diterbitkan 31 Juli 2012 di Singgalang
Dunia mesti
tapi tak harus badunie
yang melumpuhkan ketahanan diri
yang melupakan ukhrawi.
tapi tak harus badunie
yang melumpuhkan ketahanan diri
yang melupakan ukhrawi.
Memasuki Ramadhan dan mengakhirinya saat menjelang Lebaran diperlukan
upaya pemanasan dan penguatan ketahanan diri. Ibarat berolahraga
diperlukan pemanasan dan diakhiri dengan penguatan dengan penyegaran
mengatur pernapasan. Pemanasan dan penguatan ketahan diri di awal dan di
akhir
Ramadhan, bentuknya penguatan kualitas “menahan diri” dari
dominasi godaan karakter badunie.
Badunie itu misalnya dalam mengawali Ramadhan, gengsi kalau tidak punya persiapan lebih memasuki Ramadhan atau merasa malu kalau tidak mengikuti sesuatu kebiasaan, meski secara substansi tanpa disadari ada yang melanggar norm syara’ (Islam) dan adat. Misalnya ada pelanggaran norma dalam tradisi maanta limau dan tradisi berlimau. Juga saat mengakhir Ramadhan, ada tradisi persiapan berbuka yang berlebihan. Kemudian menyambut hari raya dengan jebakan rayuan serba baru.
Badunie itu misalnya dalam mengawali Ramadhan, gengsi kalau tidak punya persiapan lebih memasuki Ramadhan atau merasa malu kalau tidak mengikuti sesuatu kebiasaan, meski secara substansi tanpa disadari ada yang melanggar norm syara’ (Islam) dan adat. Misalnya ada pelanggaran norma dalam tradisi maanta limau dan tradisi berlimau. Juga saat mengakhir Ramadhan, ada tradisi persiapan berbuka yang berlebihan. Kemudian menyambut hari raya dengan jebakan rayuan serba baru.
Balimau mengawali Ramadhan misalnya, bagian yang semarak dan
dimanfaatkan dunia wisata, yakni meramikan DTW (Daerah Tujuan Wisata)
dan menjadi objek wisata budaya yang awalnya bernuansa agama. Namun
dalam pelaksanaannya terdapat prilaku yang melanggar nilai agama dan
adat sendiri.
Titik pelanggaran itu berada pada suasana takatsur
(bermegah-megah) dan tafakhur (berbangga-bangga). Kesannya tidak mampu
menahan diri bahkan ketahanan dirinya lumpuh. Ada tradisi balimau di
daerah setempat yang daerahnya sudah menjadi DTW. Ada tradisi ke
tempat-tempat sumber air (sungai, mata air, pincuran, lubuk dan
lainnya).
Kebiasaan di satu daerah tadi seperti maanta limau dan balimau terkesan
melanggar nilai saat terjadi pertarungan besarnya dulang limau yang
diantarkan. Pertarungan itu menimbulkan gengsi, ada rasa takut menjadi
gunjingan kalau limaunya tidak besar dulang bawaannya. Akibatnya
memaksakan diri mengadakannya.
Lain pula halnya berlimau berkunjung ke sumber air. Berjalan ke sana
dengan hati ria, berpacu dalam kerumunan massa, anak muda ugal-ugalan
dan kebut-kebutan, tidak jarang menimbulkan korban di jalan raya. Lalu
di lokasi di alam terbuka mandi campur laki dan perempuan yang bukan
muhrim. Bahkan sengaja pacaran mandi bersama seperti pasangan suami
istri, padahal belum menikah. Ada akibatnya, terperosok ke kancah
skandal bahkan memicu kekerasan dan pemerkosaan.
Fenomena tadi tidak baik. Simpul kecil, tak mampu menahan diri yang
seharusnya sudah dimulai dari awal Ramadhan. Karakter menahan diri harus
dipertahankan dan diperkuat, sehingga terbentuk “ketahanan diri” yang
kuat menghadapi Ramadhan sejak awal sampai akhir.
Ketahanan diri yang kuat dapat memperteguh daya tahan (shiyam menahan diri) terhadap rayuan semua yang disukai dan badunie. (*)
Ketahanan diri yang kuat dapat memperteguh daya tahan (shiyam menahan diri) terhadap rayuan semua yang disukai dan badunie. (*)
Posting Komentar