Oleh: Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
(Dimuat Harian Haluan Senin, 09 April 2012)
(Dimuat Harian Haluan Senin, 09 April 2012)
Besar maknanya kunjungan Gubernur Sumatera Barat ke nagari-nagari.
Bagi Gubernur dapat berdialog langsung dengan masyarakat dan meraih
dukungan petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Demikian bagi
masyarakat tani secara psikologis dapat menjadi motivasi dalam
penyehatan iklim budaya dan sikap mental kondusif dan dapat menjadi
energi dalam peningkatan etos kerja serta peningkatan produksi pertanian
di nagari-nagari. Kondisi ini memberi peluang besar suksesnya program
Gubernur/ Pemrov Sumbar, “padi tanam sabatang” varietas unggul spesifik
Sumatera Barat (padi jujung, kuriak kusuik, cerdek, anak daro, gh
pasaman) serta spesifik nasional (tukad unda, silugonggo, inpari 12,
logawa, ir66) yang dicanangkan di Sumatera Barat.
Kesan ini terekam pada pasca kunjungan Gubernur Prof. Dr. Irwan Parayitno dengan program “padi tanam sabatang” varietas unggul, ke Nagari Taluk Tigo Sakato, Kecamatan Batangkapas, Kabupaten Pesisir Selatan, 2 April 2012. Kunjungan Gubernur itu didampingi Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit, camat dan wali nagari serta sejumlah SKPD Provinsi dan Kabupaten seperti Kepala Dinas Pertanian Provinsi Sumbar Joni serta Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Perkebunan dan Peternakan (Dispertaholbunnak) Afrizon Nazar. Gubernur dan rombongan disambut sepanduk besar “pemimpin mananam, petani memanen” oleh masyarakat di garda terdepan para petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) ‘Tigo Sakato Kenagarian’ Taluk Tigo Sakato. Justru Gubernur di nagari pemekaran Taluk Tigo Sakato ini berkenan secara simbolis menanam “sabatang padi varietas unggul” spesifik daerah Sumatera Barat di lahan pertanian sawah “siap tanam” milik masyarakat Taluk Tigo Sakato.
Dampak kunjungan Gubernur dalam program “padi tanam sabatang”
Kunjungan Gubernur itu sekarang menjadi perbincangan dan menghidupkan
semangat petani, tidak saja di Taluk Tigo Sakato, bahkan teramati di
beberapa nagari-nagari di Pesisir Selatan. Berarti iklim budaya system
pertanian petani mulai kondusif untuk mendukung kerja keras dalam
meningkatkan produksi gabah dan kesejahteraan umumnya. Kondisi seperti
ini, mendukung tekad Pemda Pesisir Selatan kedepan optimis mencapai
surplus beras, meskipun tahun 2011 yl, merosot karena ancaman musibah
banjir. Dari luas areal panen produksi 15,3 ribu hektar periode tahun
2011, ada sekitar 350 hektar lahan sawah petani menjadi puso (gagal
panen) dan 938,2 hektar lainnya hanya terkena banjir dan dalam kondisi
rusak akibat banjir itu. Rasa optimis Pemda Pessel itu dudukung fakta,
data dan pengalaman Pemda tahun-tahun sebelumnya: yakni, 2007 produksi
padi mencapai 214.885 ton, meningkat dibanding 2006 yang total
produksinya 199.809 ton, tahun 2008 produksi padi 231.647 ton atau
meningkat sebesar 6,8 persen dari 2007, tahun 2009 total produksi
243.693 ton, naik sebesar 5,2 persen dari 2008, dan tahun 2010 produksi
terus naik menjadi 254.693 ton.
Dari catatan penulis sejak menulis buku “Satu Dasawarsa Pesisir Selatan
di Bawah Kepemimpinan Bupati Darizal Basir – Nasrul Abit, 1995-2005”,
pertanian masih saja termasuk besar di antara sembilan struktur
pembangunan di Pesisir Selatan. Pertanian berada pada pilar ekonomi,
lingkupnya tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan
dan perikanan. Sembilan struktur pembangunan di Pesisir Selatan itu
adalah pertanian, pertambangan dan galian, industri dan pengolahan,
listrik- gas dan air bersih, bangunan dan kanstruksi, perdagangan –
hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan – persewaan
dan perusahaan, serta jasa.
Beberapa tahun terakhir seperti terlihat dari perspektif produksi
pertanian Pessel tadi, menunjukkan perkembangan signifikan. Sejak
beberapa lama di samping varietas dan teknologi pertanian, juga Pemda
mencanangkan pembukaan lahan baru persawahan rakyat, pemanfaatan lahan
tidur, pencarian jenis tanaman yang cocok dengan varietas unggul dan
pemberdayaan dalam bentuk penyediaan dana modal pendamping pertanian.
Bantuan Gubernur dalam kunjungan 2 April yl itu, melalui Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), masing-masing sekitar Rp64 juta
serta pupuk untuk 12 kelompok tani pada Gapoktan Tigo Sakato di
kenagarian Taluk Tigo Sakato Selain benih padi akan mempunyai makna
motivasi dan energi memacu kerja keras dan produksi serta bangkit dari
musibah banjir tahun lalu. Apalgi Gubernur menyebut dalam program “padi
tanam sabatang”, petani berkewajiban mengelola dan menerima hak hasil
panen, sedang modal ditanggung pemerintah Provinsi dengan membantu bibit
varietas unggul dan pupuk.
Semangat yang terbarukan oleh Gubernur ini akan berakumulasi dengan
kerja Pemkab sebelumnya, dalam kegiatan pembukaan sawah baru, selanjut
akan mempertegas amanat pembangunan, mencitakan kondisi penyehatan iklim
budaya (prilaku dan sikap mental) masyarakat yang kondusif. Setidaknya
program kunjungan Gubernur dan program Pemkab Pessel itu akan
menyadarkan masyarakat tani, bahwa mereka semakin berkembang, sudah
seharusnya (bersikap) memproduktifkan lahan tidur, mencari dan membuka
lahan baru, tidak seharusnya berprilaku mentelantarkan lahan yang ada,
tetapi justru memproduktifkannya bagi kesejahteraan masyarakat sendiri.
Iklim budaya tunjang sukses pertanian
Iklim budaya yang sehat amat menentukan suksesnya pembangunan pada semua
struktur pembangunan termasuk pertanian. Iklim budaya dimaksud misalnya
dalam sistim pertanian, adalah prilaku dan sikap mental petani dalam
bertani. Di antara budaya masyarakat tani dan menjebak mereka dalam
kemiskinan di antaranya, (1) jangankan berfikir menambah pembukaan lahan
baru, lahan yang ada saja sering ditelantarkan, tidur dan tidak
produktif, (2) petani sawah punya pardigma yang memandang hanya padi
yang bisa menghidupkan, kalau beralih ke yang lain, mati, pada hal
menanam semangka misalnya pasca panen padi, hasilnya juga besar dan bisa
beli beras, setelah itu ditanam jagung, kemudian kacang panjang pasca
panen jagung sekaligus memudahkan teknologi “junjungan kacang panjang”
dengan batang jagung yang sudah siap dipenen dst., (3) pasca panen padi
sawah, cuti panjang bahkan berhenti berusaha tani, lebih banyak duduk di
lapau sampai padi habis, tidak pikir besok dan sangat hedonistik,
pokoknya ”tali tali/ ijuk ijuk/ kini kini/ esok esok”. Habis padi
mencari lagi, masih untung kalau kondisi alam menguntungkan, karena
masih dominant tergantuang cuaca/ kondisi alam, kalau tidak
menguntungkan cuaca bisa terjebak masa pecaklik dan kelaparan, (4)
kelaparan di kampung, ancang-ancang merantau seperti burung mencari di
mana kayu berbuah, sampai ke Malaysia (pergi illegal pula), masih untung
kalau nasib masih berpihak, kalau tidak, masuk dengan baik, kalau nasib
malang diuber, disebut “pendatang haram”, malang sekali, dsb.
Pernah Bupati Nasrul Abit, menyampaikan tekadnya meningkatkan
pembangunan pertanian masih menjadi prioritas. Upayanya yang mengesankan
mengajak masyarakat meningkatkan pemanfaatan dan produktifitas lahan
tidur di samping penggunaan bibit varietas unggul dalam kerangka program
pengentasan kemiskinan, sehingga lahan terlantar semakin berkurang dan
kemiskinan pun secara bertahap dapat dientaskan. Lahan tidur basah dan
kering di Pessel ada sekitar 20.844 Ha tersebar pada 12 kecamatan di
Pessel, di Kecamatan Linggo saja ada sekitar 1.500 Ha, pernah diungkap
Arpen Abbas ketika itu Kasub Dinas Diperta (Padek 28-01-2008). Pernah
pula Afrizon Nazar Kepala Diperta Pessel (Padek 28-01-2008)
memperkirakan sedikitnya ada 1000 lahan terlantar tersebar di Linggo
Sari Baganti, Lusi, Ranah Pesisir, Pancung Soal, Basa IV Balai, Sutra
(Surantih, Teratak dan Amping Parak) dan Batangkapas.
Produktifkan lahan tidur dan varietas unggul yang cocok
Pemkab Pesisir Selatan ingin daerahnya surplus beras 5 – 6 persen.
Pessel justru pernah menjadi “lumbung beras organic” di Sumatera Barat.
Langkah ke arah itu di samping penggunaan varietas unggul, Pemkab masih
meneruskan program cetak sawah baru seperti yang diekspose Kepala Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Holtikultura Perkebunan dan Peternakan, Pesisir
Selatan, Afrizon Nazar. Yang paling penting pula adalah memproduktifkan
lahan tidur. Pemkab Pessel sejak awal upaya Pemkab berupaya:
1. Mencarikan petani berbagai jenis tanaman yang cocok varietas unggul
local dan nasional untuk dikembangkan baik tanaman pangan (teruma padi)
maupun holtikultura.
2. Membuka lahan baru untuk peningkatan produksi pangan. Tahun 2007
dibuka sawah baru 121 Ha yakni di Sei Kuyuan – Pancuang Soal 85 Ha dan
di Ampang Tulak – Basa Ampek Balai 36 Ha. Tahun 2008 akan buka sawah
baru 215 Ha. Tahun 2012 ini, Kabupaten Pesisir Selatan, ekspose Wakil
Bupati Editiawarman mendapat jatah cetak sawah baru seluas 1000 Ha.
Program ini dibiayai anggaran APBN melalui Kementerian Pertanian RI.
Quota luas lahan cetak sawah baru itu dikukuhkan dengan Momerandum of
Understanding (MoU) antara Pemkab Pesisir Selatan dengan pihak
kementerian Pertanian di Jakarta (Padangmedia.com, 13/12/2011). Dengan
penambahan seluas 1.000 hektar ini, sehingga dibanding tahun 2011
mengalami peningkatan seluas 300 hektar, sebab tahun ini cetak sawah
baru sudah dilakukan seluas 700 hektar. Diharpakan hingga tahun 2014
nanti luas lahan pertanian diharapkan di Pessel mencapai 35 ribu hektar.
3. Menyediakan modal pendamping, dahulu berupa kredit lunak KPER bagi
petani yang tergabung dalam koperasi. Sekarang diperkuat pula dengan
program “padi tanam sabatang” yang dicanangkan Gubernur Sumbar.
4. Memberdayakan masyarakat tani dalam bentuk penyadaran dengan kegiatan
penyuluhan bahkan juga dalam bentuk pembekalan dengan kegiatan
pelatihan, yang kinerjanya diharapkan SDM petani dapat menguasai
teknologi pertanian modern, dll.
Upaya pertama tadi pencarian jenis tanaman yang cocok bagi petani
dengan varietas unggul baik padi maupun tanaman pertanian lainnya,
sebenarnya akan mempunyai impact (pengaruh tidak langsung) mengukuhkan
iklim budaya (prilaku) masyarakat tani dalam bertani. Di samping
penguatan pertanian sawah, juga ingin merubah paradigma petani yang
memandang, hanya padi satu-satunya yang bisa menghidupkan, untuk dapat
pula beralih ke jenis tanaman lain yang juga menguntungkan bahkan kadang
melebihan hasil padi.
Upaya kedua tadi, secara tidak langsung merubah prilaku masyarakat
sadar, anggota keluarga tetap bertambah, sawah perlu ditambah di samping
tidak boleh beprilaku mentelantarkan lahan yang ada sehingga tidak
produktif serta berdampak ancaman kemiskinan keluarga pemilik lahan
terlantar itu.
Upaya ketiga tadi menyentuh prubahan prilaku, yang selama ini terjebak
dalam lagu, ya dana ya dana, tak ada modal dengan apa harus bekerja
tani?. Sekarang disediakan modal, mampu apa tidak memacu produksi dan
jujur apa tidak mengembalikan kredit sebagai modal usaha tani itu?.
Keempat menyentuh prilaku, masyarakat tani segera setiap saat menyadari
kekuatan potensi dirinya didukung teknologi pertanian dalam memacu
ekonominya sebagai masyarakat tani.
Selain padi ke lada sejarah lama Pessel
Tak kalah pentingnya ditawarkan konsep, kembali memanfaatkan jenis
tanaman unggul yang cocok, rubah paradigma lama hanya padi (sawah –
ladang). Seperti juga menemukan jenis tanaman holtikultura dan tanaman
lain untuk ladang/ kebun rakyat.
Dalam sejarah kebesaran ekonomi Pesisir Selatan masa Banda X sejak
abad-16, adalah lada di samping emas. Indrapuran serta 10 bandar (kota
pantai/ kota dagang) Banda-X (Pessel sekarang) dikenal dengan pelabuhan
lada.Pulau Cingkuk dikenal pelabuhan emas. Pelabuhan lada dan emas ini
memancing manca Negara seperti Belanda, Inggiris dan sebelumnya Cina
berambisi (dari imperialisme ke kolonialisme) menguasai pelabuhan pantai
Barat Sumatera di sentra selatan (Pesisir Selatan sekarang).
Instruksi sejarah ini dapat merubah paradima hanya padi itu, melirik
jenis tanaman yang cocok lainnya bagi petani sawah dan lading. Perubahan
ini dapat dilakukan dengan alternative menciptakan skema langkah yang
praktis dengan flowchart yang pasti, kampanye pertanian dilakukan dengan
operasi door to door, dengan mengoperasionalkan staft Pemda/ Pertanian,
penyuluh pertanian dan kelembagaannya yang ada plus ninik mamak
penghulu suku, ajak rakyat/ kapanakan ninik mamak rubah paradigma hanya
padi tapi juga tanaman pangan lain yang hasilnya juga besar. Yang telah
berubah dari paradigma hanya padi contohnya di Lusi dan mungkin juga di
Bayang. Operasi door to door itu, secara matematis dibagi rumah tangga,
seluruh rumah tangga itu apakah dapat dijangkau dalam masa waktu lima
tahun misalnya? Semua RTM terhubungi dan temotivasi untuk beralih dari
paradigma hanya padi di samping memperbaiki iklim budaya (prilaku) RTM
masyarakat tani itu secara luas dalam sistim pertanian.
Upaya yang memasyarakat dengan pendekatan-pendekatan kelompok tani
bahkan keluarga petani, dimungkinkan akan memacu kemajuan pembangunan
pertanian. Kunjungan Gubernur Sumbar 2 April 2012 dalam program “padi
tanam sabatang” dengan varietas unggul tadi, justru tidak saja terdekati
kelompok tani, bahkan masing-masing induvidu petani termotivasi untuk
bekerja keras dan meningkatkan produksi tani dalam menjamin
kesejahteraan mereka sendiri.***
Posting Komentar