Headlines News :
Home » » Wako Padangpanjang Membangun Didukung Pusako Tinggi

Wako Padangpanjang Membangun Didukung Pusako Tinggi

Written By Unknown on Rabu, 23 Oktober 2013 | 07.46


Oleh Yulizal Yunus

Cukup banyak pilar-pilar sukses Wali Kota Padang Panjang dr. dr. H. Suir Syam, M.Kes, MMR membangun. Non pisik bidang budaya dan pendidikan, berhasil memfasilitasi penggalian adat budaya yang tumbuh, kembang dan dipakai di salingka 3 nagari Padang Panjang yakni Gunung, Lareh Nan Panjang dan Bukit Surungan, saya satu di antara penulisnya bersama Armen, diterbitkan dalam 6 jilid buku ajar muatan lokal BAM SD-SMP sejak tahun 2004. Plus memfasilitasi penulisan 6 jilid buku Budi Pekerti dan 12 jilid buku bahasa arab yang menceritakan lokal Padang Panjang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Menengah. Bidang pisik tercover kecendekiaan Wako bersama masyarakat adat dipimpin penghulu (angku Datuk) diperkuat unsure progresif (stakeholders kebijakan) dan aliansi strategis lainnya (seperti peneliti perguruan tinggi terutama STSI dan aktor pembangunan lainnya) menjadikan pusako tinggi sebagai investasi mendukung pembangunan berbagai sarana dan prasarana yang monumental di Padang Panjang terakhir setelah Rumah Sakit megah menyusul Kebun Raya.

Tulisan ini memaparkan isu sukses Wako Padang Panjang dengan asset pusako tinggi. Banyak keluhan di beberapa wilayah Kabupaten dan Kota di Sumbar bahkan menjadi isu publik yang amat merugikan masuknya investor, yakni faktor tanah pusako tinggi di Minang (Sumbar) menghambat pembangunan. Ternyata karena kepiawaian Wako Padang Panjang meng-awai, justru tanah pusako tinggi menjadi faktor terkuat pendorong pembangunan. Rasa terima kasih masyarakat justeru mendahului terima kasih Wako kepada masyarakat adapt dipimpin Datuknya. Karena tanah pusako tinggi yang diinvestasikan untuk pembangunan Padang Panjang, justru daya gunanya berlipat ganda dan membangkik batang tarandam dalam kaum adat, seperti banyak swah lading yang tergadai pada masa dahulu, kini dengan hasil menginvestasikan ulayat mereka itu dapat menebus tanah basah dan kering yang tergadai itu.

Taufik Dt. Mangkuto Rajo, tokoh adat terkemuka di Padang Panjang sering bercerita kepada saya (penulis) ketika meneliti Budaya Padang Panjang dalam rangka penulisan BAM, Budi Pekerti dan Bahasa Arab untuk pendidikan dasar dan Mengah Padang Panjang. Wako dekat dengan para Ninik Mamak. Karenanya wako dianjung tinggi ninik mamak dalam masyarakat adat sebagai payung panji, tempat bernaung.

Karena Wako dekat dengan masyarakat adat dan pimpinan penghulu adat (datuk), kapas saja saatnya Wako membutuhkan lahan untuk pembangunan hamper tidak mendapat halangan yang berarti. Coba bayangkan Padang Panjang, kalau salah-salah awai, setampok (selebar tapak tangan) saja sulit mendapatkan tanah di Padang Panjang, apapun alasannya. Tapi karena sudah bersama rakyat dan dirasakan rakyat sebagai kepentingan bersama, apapun hambatan dapat ditembus.

Tanah pusako tinggi sama pemahamannya di seluruh wilayah Minang. Ibarat batang kayu berbuah manis, buah manisnya boleh dimakan batangnya tidak boleh dijual, apalagi tanah tempat tumbuhnya. Artinya tanah pusako “tak boleh dijual” (dalam dua tanda petik). Di sini sering salah mengerti stakeholders kebijakan publik, ketika investor datang, tanah itu semua mau dikuasai investor, disertikat dan jadi modal investor, bias memudahkan perbankan mengucurkan modal kerja. Artinya tanah pusako tinggi sebagai hak komunal (milik kaum pada satu suku atau milik nagari) menjadi hak privat (investor). Pemilik komunal (masyarakat adat dan penghulu/ datuknya dan anggota ninik mamak) merasa kehilangan dan bisa gigit jari, lalu muncul aksi, tidak mau menjual, saat ini investor dan stakeholder kebijakan publik (pembuat kebijakan dan pengguna kebijakan): berteriak, tanah pusako dan ninik mamak penghalang masuknya investor dan pengahalang pembangunan. Teriakan ini salah sebenarnya, berakar dari ketidakpahaman terhadap pusako tinggi dan tidak paham adat. Fenomena ini sangat distorsi (pemutarbalikan fakta), justru tanah pusako tinggi itu pendorong kuat pembangunan, dan investor dan stakeholders yang tidak paham, akibat mengalihkan pusako tinggi sebagai hak komunil ini kepada privat (pribadi/ perusahaan/ atau stakeholders kebijakan lainnya) justru sebuah proses pemiskinan rakyat.

Bagaimana di Pandang Panjang? Tadinya tanah pusako “tidak boleh dijual” (dalam tanda dua peting). Ya, visi dan persepsi masyarakat sama, tidak boleh dijual. Kalau dijual ada faktor lainnya, dalam perspektif local genius (kecerdasan lokal) Minang, yakni ada makna nilai tambah. Satu dijual, satu hilang dua tiga pengganti datang. Dalam prakteknya menjual pusako tinggi di Minang dengan makna nilai tambah itu tergambar dalam 3 syarat menjual, karena: (1) rumah gadang ketirisan (bocor), (2) mayat terbujur dalam rumah, (3) gadih gadang tak balaki (gadis tua tidak dapat suami).

Rumah gadang simbol dari aset besar orang Minang. Kalau terancam kerobohannya dibolehkan menjual pusaka untuk menyelamatkannya. Mayat terbujur dalam rumah, simbol terhentinya semua perjuangan hidup dan meninggalkan bengkalai, boleh menjual pusaka untuk melanjutkan perjuangan dan meneruskan bengkalai bagi keberlanjutan hidup (survival) Minang. Gadih gadang tak balaki simbol rasa malu tidak bisa meneroka potensi besar bagi peningkatan produksi, boleh menjual pusaka bagi kebahagiaannya.


Kata Taufik Dt. Mangkuto Rajo, lahan pusako yang diberikan ke Pemko di Padang Padang menjadi faktor kuat pendorong pembangunan sarana prasarana Kota Padang Panjang itu, disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat supaya dimaknai nilai tambah. Hasilnya oleh masyarakat digunakan untuk menebus sawah ladang yang tergadai sejak lama dan membahagiakan mereka, di samping bisa menyejahterakan kaum ( memperkuat dan menambah aset dan memperjuangkan kelangsung hidup kaumnya). Melihat fenomena pertambahan nilai itu, malah banyak masyarakat yang menawarkan, kenapa tanahnya juga tak diambil Pemko. Hanya saja disarankan, Pemko terus memperkuat komitmen, menyediakan satu tempat (misal tempat dagang) yang strategi di dekat lokasi lahan (yang diberikan itu) untuk kaum yang punya tanah pusako sebagai aset ekonomi bagi kesejahteraan kaum itu. ***
Padang Panjang, 22 Mei 2008

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger