Oleh: Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo
Substansi adat Minangkabau pada prinsipnya menginduk pada empat
karakter. Pertama sopan. Kedua Santun. Ketiga budi baik. Keempat baso
indah. Kempat karakter ini diperkaya oleh norm adat terhimpun dalam
puisi dalam bentuk pepatah (petatah) – petitih yang Minangkabau sangat
kaya dengan itu sehingga disebut negeri puisi. Keempat karakter “sopan,
santun – budi baik, baso indah” tadi dipakai pada semua mekanisme dan
aspek kehidupan masyarakat adat termasuk bagian kearifan adat (adat
genius) dalam pengambilan keputusan adat. Prakteknya misalnya terlihat
dalam pengambilan kesepakatan dalam “musyawarah alot” pada Musda X
LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) Pesisir Selatan, di
Painan, 12 Juli 2012.
Musyawarah Daerah X (Musda) LKAAM Pesisir Selatan terperangkap alot
(panas) kecuali Musda Bundo Kandung yang dilaksanakan bersamaan,
karena terpicu oleh beberapa hal di antaranya: (1) tentang quorum, (2)
tentang persyaratan pengurus mengenai keharusan domisili di Painan dan
prinsip kesinabungan kepemimpinan yang mengharuskan telah pernah duduk
di jajaran LKAAM. Untuk yang kedua ini disepakati dengan santun, jika
terpilih diupayakan tinggal di Painan dan yang dipilih tidak terbatas
yang aktif di LKAAM saja tetapi juga yang pernah aktif di KAN (Kerapatan
Adat Nagari).
Alot mengenai penghitungan quorum dalam persidangan, justru ketika
itu ada peserta unsur KAN yang ganda. Artinya ada peserta unsur KAN yang
dualisme (maksudnya ada dua KAN di nagari) hadir dalam Musda. Sumber
alotnya adalah saat penentuan pengurus KAN dualisme yang mana
disepakati diberi hak suara. Saking alotnya hampir saja peserta keluar
sidang (wo).
Ternyata kearifan adat Minang luar biasa. Optimisme Minang tinggi.
Tak ado kusuik tak akan salasai, tak ado karuah tak akan kajaniah.
Keteladanan dan keuletan diperlihatkan pemangku adat yang bersidang
dengan arif bijaksana. Mereka mengesankan tak mau menghadapi jalan
buntu. Mereka sadar yang ninik mamak itu “lubuak aka tapian budi” (lubuk
akal tepian budi). Aka ndak parnah tatumbuak, nan budi ndak parnah
tajua. Jangko katatumbuak mereka bertanya. Bertanya itu kunci ilmu,
amanat syara’. Bertanya kepada orang pandai. “Apakah ada pengalaman,
ambiak tuah ka nan manang, ambiak contoh ka nan sudah”, artinya ada apa
tidak pengalaman di daerah lain tentang kasus yang sama.
Yang arif bijaksana dan cadiak pandai, penghulu tagak di pintu adat,
ketua umum pucuk pimpinan LKAAM Sumatera Barat M.Sayuti Dt. Rajo
Penghulu, diminta berdiri menjawab pertanyaan itu. Dengan santun ia
menjelaskan “ado contoh nan sudah, kadiambiak”. Hadir dua KAN satu
nagari dalam Musda LKAAM, musyawarah bersepakat dengan santun, kedua
KAN dualisme itu diberi kesempatan dan waktu untuk urun renbug
mengambil keputusan dengan santun siapa yang akan ditugasi memberikan
suara di antara mereka, karena dalam tata tertib suara hanya satu.
Kalau tidak didapat kesepakatan, itu pun menjadi sanksi, ninik mamak
yang tak mampu mengambil kebulatan dalam persidangan itu, tidak
diberikan hak memberikan suara, bahkan didrop menjadi peserta. Serta
merta berteriak “setujuuu” sambil ketawa tanda gembira bebas dari
kebuntuan, ditambah pula saking gembiranya ketum serta merta pula
mengetukkan tangannya tanda sepakat bagaikan pimpinan sidang pula,
menambah ruang gemuruh dan ketawa berderai. Namun dalam pelaksanaan
pemberian suara pemilihan pengurus LKAAM baru Pessel pengganti ketua
lama (2005-2010) H.Yuzar Dt. Rajo Panjang, sulit juga mencari
kebulatan dua KAN tentang siapa yang akan memberikan suara. Akhirnya
sidang membuka pintu elok baso urang Minang, taadok kapado tamu, alun
datang pintu lah dibuka, alun duduak korsi lah tasadio. Apa lagi kedua
KAN satu nagari itu diundang panitia, akhirnya diterima kedua KAN itu
memberikan suara, meskipun kedepan dikhawatiri berakibat jadi preseden
munculnya KAN baru dan tandingan di satu nagari induk dan nagari
pemekaran.
Tapi yang jelas, Musda LKAAM Pesisir Selatan berjalan sesuai tata
tertib persidangan, nyaman dan tenteram. Peserta 37 nagari/ KAN dan
LKAAM Kecamatan memberikan suaranya dengan baik. Hasil keputusan Musda
lahir dengan menetapkan Lukman Dt. Rajo Alam mantan ketua DPRD Pessel
sebagai ketua umum terpilih LKAAM periode 2012 – 2017 Pesisir Selatan
sekaligus dipatiambalau/ dilantik Ketum LKAAM Sumbar. Sama halnya Bundo
Kandung mulus menetapkan kembali ketua lamanya Hj. Musni Udin, SP
menjadi ketua baru periode 2012-2017 dengan musyawarah mufakat tanpa
diwarnai pesilangan pendapat alot dalam persidangan. Kesuksesan Musda
Lembaga Adat seperti ini tadinya menjadi harapan Bupati yang diwakili
Wabup Edityawarman Panungkek Dt. Rajo Perak dan Ketua Umum LKAAM dan
Ketua Umum Bundo Kandung Sumatera Barat.***
(Harian Haluan Minggu, 15 Juli 2012)
Posting Komentar