• Mana ideologinya mempertahankan bangsa?
/ Yulizal Yunus
Ketika mahasiswa cepat berproses, dalam 2 tahun saja lepas dari
bangku kuliah yang suaranya masih terngiang, bertanya di dalam PBM dan
berteriak di halaman dalam gerakan massa, ada yang sudah menjadi pejabat
Negara, anggota DPR, Ketua DPRD, Bupati dan Wakil Bupati dsb. Ini, satu
di antara fenomena generasi muda yang menunjukkan masih tingginya
tingkat keterpakaian konsep “student to day and leader tomorrow
(sekarang mahasiswa besok jadi pemimpin)”.
Dari perspektif historis “tiada episode sejarah tanpa perjuangan
pemuda”. Pemerintah menyadari pentingnya peranan pemuda. Banyak semboyan
pemerintah membesarkan nama dan memberi reward peranan pemuda di
antaranya: pemuda harapan bangsa, di tangan pemuda masa depan bangsa,
pemuda ialah pemegang tongkat estapet kepemimpinan bangsa masa depan,
ingin merebut masa depan yang cemerlang peranankanlah pemuda dan rebut
kekuatan mereka dll.
Pemuda itu konsep. Sebagai sebuah konsep
kata pemuda punya beban. Beban kata pemuda dapat dirasakan dalam fungsi
dan peranan pemuda seperti yang terkandung dalam semboyan pemerintah
tadi, yakni beban itu di pundak pemuda masa depan bangsa yang lebih
cemerlang. Artinya tanpa peranan pemuda masa depan bangsa suram.
Kesadaran nasional ditandai kebangkitan nasional 1908 dan sumpah
pemuda 1928, ditandai kesadaran pemuda dengan peranannya. Di tanah air
(pusat dan daerah) dan di luar negeri pemuda Indonesia, sadar ingin
bersatu. Mereka menyadari, kekalahan Indonesia dahulu melawan penjajah
untuk memerdekakan bangsa, adalah karena bangsa tidak bersatu.
Perjuangan pahlawan missal Tuanku Imam Bonjol di Sumbar tidak bersinerji
kekuatannya dengan perjuangan Tuanku Umar, Pengeran Diponegoro dan
perjuangan pahlawan nasional lainnya di Tanah Air. Imam Bonjol dan Teuku
Umar, Pangeran Diponegoro dan pahlawan lainnya yang membayar mahal
gerakan kemerdekaan dengan penderitaannya sebagai pemimpin rakyat
melawan imperialism dan colonialism, bukan tidak menyadari persatuan dan
kesatuan bangsa itu sebagai kekuatan untuk mempertahankan identitas
bangsa, interitas bangsa dan kelangsungan hidup bangsa, tetapi
dimungkinkan karena komunikasi antar pulau sangat sulit. Tidakah ada
ungkapan Imam Bonjol saat ia membayar mahal biaya perjuangan dengan
hidupnya: mempertahankan bangsa dari penjajah tidak sulit, tapi
mempertahankan persatuan di antara kita aku terluka karenanya. Bahkan
Ulama pejuang kita di Minangkabau seperti ungkapan pimpinan ulama tua
moderat Syeikh Muhammad Dalil bin Muhammad Fatawi (Syeikh Bayang,
1869-1928, makamnya di mihrab Masjid Raya Ganting Padang) selesai rapat
besar 1000 ulama di Padang, 19 Juli 1919, dihadiri pemimpin ulama
modernis radikal Inyiak HAKA (Inyiak DR, ayah Buya Hamka) dan pimpinan
ulama modernis moderat Dr. Abdullah Ahmad, pimpinan ulama tua
(tradisional) radikal Syeikh Chatib Muhammad Ali Al-Padaniy (makamnya di
Masjid Istighfar Parak Gadang Padang), katanya: kita boleh seperti
iftiraq (pecah) ke dalam sesama kita berdebat masalah Islam dan ittifaq
(bersatu) ke luar menghadapi penjajah. Betapa tinggi kesadaran nasional
para tokoh bangsa ini sejak awal, ditandai semangat dan idealisme, ulama
pun bisa membuat strategi mengelabui politik adu domba dengan politik
ulama pura-pura pecah tetapi sesungguhnya bersatu menghadapi penjajah
berbasis masjid dan surau mereka.
Pejuang, ulama, pemuda dan unsure strategis bangsa ini, betapa mereka
sadar hanya dengan persatuan dan kesatuan bangsa dan upaya gigih
melawan penjajah bisa menjadi kekuatan besar untuk merdeka dari
cengraman penjajah. Sepertinya semboyan SBY, sewaktu memulai masa
bhaktinya sebagai Presiden RI “bersama kita bisa”, dan semboyan waktu
memperingati 100 tahun Bangkitnas (Kebangkitan Nasional) dan 10 tahun
berjalannya reformasi (1988) yakni “Indonesia bisa” mencerminkan betapa
ungkapan singkat yang sarat makna itu berakar dari sejarah kesadaran
bangsa termasuk unsure pemuda yang membuat bangsa ini bangkit.
Sekarang pemerintah masih punya komitmen kuat mengembangkan potensi
pemuda. Menteri pemuda hanya absen awal reformasi, mengapa tanyalah
sejarah, apakah karena pemuda sudah dilihat tidak punya ideology lagi,
dan berubah menjadi kuda tarik politik dan eporia dalam gerakan masa?
entahlah. Masa orde baru Menteri pemuda punya gebyar luar biasa dengan
pemuda berbasis KNPI dan Karang Taruna serta OKP dan OKPI lainnya,
meskipun digeledeki perannya sudah habis, Menteri Pemuda dan Olahraga
tinggal “Dan” (menjadi Menteri Dan) saja lagi, karena kegiatan pemuda
dipegang KNPI dan Olah raga dipegang KONI, Menteri tinggal
meresmi-resmikan saja lagi kegiatan pemuda di KNPI dan olah raga di KONI
itu.
Sekarang Menteri pemuda eksis, tetapi kenapa pemuda sekarang tertidur. Mana semangat pemuda seperti pengalaman sejarah mempelopori kebangkitan nasional 1908, sumpah pemuda 1928, kemerdekaan RI 1945, orde baru 1966 dan reformasi 1998. Mana wawasan kebangsaan pemuda itu sekarang, bagaimana idologi pemuda sekarang?. Sementara visi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, cukup bagus yakni “terwujudnya partisipasi aktif pemuda dan masyarakat olahraga secara merata untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, kemandirian, kepemimpinan yang berahlak mulia, kesehatan dan kebugaran, berprestasi yang dilandasi iman dan taqwa”. Salah satu misi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI mewujudkan visi itu adalah “mempersiapkan kader pemimpin bangsa yang berakhlak mulia yang didasarkan pada pendidikan berkualitas agar memiliki wawasan kebangsaan serta peduli terhadap lingkungan”. Bagaimana pemuda? Peranannya sekarang?. Ayo bangkit dan bangkit, tunjukan siapa pemuda itu?.
Sekarang Menteri pemuda eksis, tetapi kenapa pemuda sekarang tertidur. Mana semangat pemuda seperti pengalaman sejarah mempelopori kebangkitan nasional 1908, sumpah pemuda 1928, kemerdekaan RI 1945, orde baru 1966 dan reformasi 1998. Mana wawasan kebangsaan pemuda itu sekarang, bagaimana idologi pemuda sekarang?. Sementara visi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, cukup bagus yakni “terwujudnya partisipasi aktif pemuda dan masyarakat olahraga secara merata untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, kemandirian, kepemimpinan yang berahlak mulia, kesehatan dan kebugaran, berprestasi yang dilandasi iman dan taqwa”. Salah satu misi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI mewujudkan visi itu adalah “mempersiapkan kader pemimpin bangsa yang berakhlak mulia yang didasarkan pada pendidikan berkualitas agar memiliki wawasan kebangsaan serta peduli terhadap lingkungan”. Bagaimana pemuda? Peranannya sekarang?. Ayo bangkit dan bangkit, tunjukan siapa pemuda itu?.
Siapa pemuda Indonesia. Pemuda dalam pengelompokan sosialnya ada
banyak komponennya secara singkat dapat diklasifikasi yakni (1) Pemuda
tersekolah dan (2) Pemuda non tersekolah. Pemuda tersekolah ialah siswa
SLTA di kelas terakhir (kelas XII) dan mahasiswa di perguruan tinggi.
Pemuda non tersekolah ialah pemuda yang tidak berada di basis lembaga
pendidikan, tetapi mereka mempunyai basis di luar sekolah seperti: (a)
pemuda fungsional seperti KNPI, AMPI, Organisasi Pemuda yang berafiliasi
ke Partai, Karang Taruna dsb., (b) pemuda toritorial yang memiliki
wilayah seperti pemuda kawasan tertentu, panguyuban dsb.
Semua komponen pemuda tadi, berperan aktif dalam perjuangan bangsa
dan sudah menjadi mitos sejak dulu. Namun di sisi lain ramai pula kritik
terhadap perjuangan pemuda sekarang terutama pemuda tersekolah yakni
mahasiswa, dipertanyakan ideology mereka, karena melihat kondisi
terakhir banyak suara gerakannya tidak lagi professional gerakan moral
tetapi sudah bias dan terjadi defiasi kearah gerakan massa yang sulit
menghindar dari tindakan kontra produktif dan sikap/ budaya eforia.
Jangan dan jangan mereka kehilangan martabat sebagai mahasiswa. Kadang
mahasiswa terjual dan tanpa disadari menjadi kuda tarik politik suatu
kelompok berkepentingan/ partai dan menghancurkan kepentingan yang lebih
besar yakni kepentingan rakyat dan bangsa. Secara ideal mahasiswa
bersama masyarakat akademik lainnya harus membuat koridor-koridor
akademik dan tidak boleh ditarik-tarik kepentingan politik meskipun
tidak harus membenci politik. Menarik ungkapan Prof. Dr. Edy Suandi
Hamid Ketua Forum Rektor Indonesia (2008-2009), “jangan alergi politik
tapi jangan melupakan tata karma akademik” (Koran Tempo, 23-3-2008:9).
Suara lain berkumandang, kalau saja mahasiswa Indonesia seperti
mahasiswa Malaysia, belajar saja dengan baik dan tekun di perguruan
tinggi lalu sukses, urusan politik serahkan kepada pemerintah, maka
budaya (prilaku) seperti itu sebenarnya sudah bernilai sebuah perjuangan
yang lebih besar disumbangkan kepada bangsa dan Negara dan mengandung
ideologi kebangsaan yang kuat, karena dengan belajar tekun mereka akan
lahir menjadi SDM yang berkualitas membangun Indonesia ke depan.
Tidakkah bangsa ini ke depan terletak di tangan generasi muda. Kata
pepatah student to day and leader tomorrow (sekarang mahasiswa besok
pemimpin).
Kenyataan sekarang pemuda tersekolah yakni mahasiswa di perguruan
tinggi sudah terjadi kesenjangan kegiatan mahasiswa antara tugas pokok
belajar dengan tugas yang katanya kepedulian terhadap bangsa yang
diperlihatkan dalam aksi demo yang dominant meninggalkan tugas utamanya
belajar. Terutama mahasiswa pria, prestasinya jauh lebih anjlok/ menurun
tajam dibanding mahasiswa wanita yang tak getol demo, sebuah fenomena
terkini mahasiswa perguruan tinggi yang amat ironis.
Pertanyaan yang paling signifikan terhadap kondisi terkini pemuda tersekolah yakni mahasiswa di perguruan tinggi ini, (1) bagaimana bentuk ideologi dan komitmen kebangsaan mahasiswa sekarang, (2) bagaimana pandangan public terhadap aksi mereka?, sebuah masalah yang menarik didialogkritiskan dalam sebuah forum ilmiah nasional mahasiswa.
Pertanyaan yang paling signifikan terhadap kondisi terkini pemuda tersekolah yakni mahasiswa di perguruan tinggi ini, (1) bagaimana bentuk ideologi dan komitmen kebangsaan mahasiswa sekarang, (2) bagaimana pandangan public terhadap aksi mereka?, sebuah masalah yang menarik didialogkritiskan dalam sebuah forum ilmiah nasional mahasiswa.
Perguruan tinggi (mahasiswa dan masyarakat akademik lainnya) pantas
mempunyai kepedulian terhadap masalah-masalah mahasiswa terkini itu.
Mungkin meramaikan kegiatan telaah kritis peranan pemuda pasca reformasi
berbanding dulu penggerak bangkitnas dan kini serta prediksi masa
depan. Kegiatan itu dimungkinkan untuk merekrut dan mengembangkan
partisipasi aktif pemuda dan masyarakat olahraga dalam peningkatan
wawasan kebangsaan, kemandirian, kepemimpinan yang berahlak mulia,
kesehatan dan kebugaran, berprestasi yang dilandasi iman dan taqwa. Atau
mungkin merekrut pemikiran mempersiapkan mereka sebagai kader pemimpin
bangsa yang berakhlak mulia, terdidik dan memiliki wawasan kebangsaan
bagi kepentingan masa depan bangsa. Setidaknya mencari jawaban pemuda
“Indonesia bias” sebagai tema 100 tahun Bangkitnas dan 10 tahun
reformasi di Indonesia.***
Posting Komentar