Prof. Dr. Salmadanis, MA
Seminar Internasional dan Baca Puisi dalam 55 Tahun Taufiq Ismail
tanggal 28 Mei 2008 bagi saya amat menarik. Ditayangkan TVRI Sumbar sore
itu dalam siaran langsung (live), menambah wibawa event sastra
internasional itu.
Apalagi para pembicara dikenal para pakar dan kritikus sastra
sekaligus ada di antaranya yang sastawan. Mereka ialah Dr. Ismet Fanany
(Deakin University Australia)/ Karya Taufiq sebagai Bahan Pendidikan
Sejarah, Dr. Rebecca Fanany (Swinburne University, Australia)/ Karya
Taufiq dan Sastra Dunia, Darman Moenir (sastrawan)/ Karya Taufiq dalam
Gerakan Pembudayaan Manusia Indonesia, Dr. Ir. Raudha Thaib, MP (Unand)/
Kebesaran Taufiq dan Kecenderungan Budaya Minangkabau serta Yulizal
Yunus (Fakultas Adab/ Sastra IAIN IB)/ Karya Taufiq dalam Khazanah dan
Perkembangan Kesusasteraan Islam di Indonesia dan dipandu pula sastrawan
besar Wisran Hadi.
Seperti peserta seminar lainnya saya terundang berbicara merespon
presentasi para pemakalah terutama dari perspektif Islam. Pertanyaan
saya tentang kehadiran “tuhan” dalam karya sastra. Saya sebut, Taufik
men “(t)uhan”kan manusia dan manusia telah menjadi “tuhan”, karena karya
indahnya dan banyak mengutip firman Allah. Maksud saya membawa manusia
ber-Tuhan dan manusia menjadi kuat dengan nilai-nilai ketuhanan (akidah
tauhid) yang ada di dalam puisinya. Artinya, puisi Taufiq menawarkan
nilai penguatan akidah tauhid manusia. Tidak saya maksudkan menyetarakan
manusia dengan Allah. Tidak saya maksudkan puisi setara dengan ayat.
Tidak menciderai forum seni yang bertaraf internasional yang patut kita
banggakan itu, apalagi tidak ada sedikitpun merusak nuansa ke-Islaman
puisi Taufiq. Justru saya bangga, Taufiq satu di antara penyair dunia
yang lahir di Sumbar yang puisinya kaya dengan nilai Islam karena
berangkat dari kekayaan pengalaman keagamaan sejak kecil.
Rasanya tidak pula mungkin saya menyamakan puisi dengan ayat-ayat
firman Allah. Ayat al-Qur’an itu sumber. Ayat-ayat Allah SWT. itu indah,
tapi keindahannya tidak sama dengan keindahan puisi/ syair. Keindahan
ayat-ayat adalah ke-indahan Tuhan (jamal Ilahiyah) yang bersumber Allah
Yang Maha Indah dan suka kepada yang indah. Manusia tertarik keindahan
ilahiyah itu lalu meniru keindahan ayat-ayat Qur’an/ meniru masternya,
hasil tiruan itu menjadi keindahan tsaqafiy (keindahan bersifat
kebudayaan).
Puisi Taufiq Ismail kaya dengan keindahan bahasa banyak mengambil
nilai-nilai ayat-ayat, kaya dengan nilai Islam karena seperti juga
terungkap dari pengalamannya juga oleh pemakalah, Taufiq kaya pengalaman
keagaamaan sejak kecil dan akidahnya kuat. Ia membawa orang bertuhan.
Manusia menjadi kuat dengan nilai ilahiyah (Tuhan), memperkuat akidah
tauhid. Maksud saya tidak lebih kurang dari itu.
Kalau ada yang memahami bahasa saya selain yang saya maksud dan telah
menjadi publikasi publik, dimungkinkan bahasa saya tidak komunikatif.
Akhirnya, kembali saya komunikasikan kepada publik. *** Padang, 2 Juni
2008.
Posting Komentar