Headlines News :
Home » » Penjelasan Pertanyaan Kehadiran Tuhan dalam Sastra

Penjelasan Pertanyaan Kehadiran Tuhan dalam Sastra

Written By Unknown on Jumat, 25 Oktober 2013 | 17.27

Prof. Dr. Salmadanis, MA

Seminar Internasional dan Baca Puisi dalam 55 Tahun Taufiq Ismail tanggal 28 Mei 2008 bagi saya amat menarik. Ditayangkan TVRI Sumbar sore itu dalam siaran langsung (live), menambah wibawa event sastra internasional itu.

Apalagi para pembicara dikenal para pakar dan kritikus sastra sekaligus ada di antaranya yang sastawan. Mereka ialah Dr. Ismet Fanany (Deakin University Australia)/ Karya Taufiq sebagai Bahan Pendidikan Sejarah, Dr. Rebecca Fanany (Swinburne University, Australia)/ Karya Taufiq dan Sastra Dunia, Darman Moenir (sastrawan)/ Karya Taufiq dalam Gerakan Pembudayaan Manusia Indonesia, Dr. Ir. Raudha Thaib, MP (Unand)/ Kebesaran Taufiq dan Kecenderungan Budaya Minangkabau serta Yulizal Yunus (Fakultas Adab/ Sastra IAIN IB)/ Karya Taufiq dalam Khazanah dan Perkembangan Kesusasteraan Islam di Indonesia dan dipandu pula sastrawan besar Wisran Hadi.

Seperti peserta seminar lainnya saya terundang berbicara merespon presentasi para pemakalah terutama dari perspektif Islam. Pertanyaan saya tentang kehadiran “tuhan” dalam karya sastra. Saya sebut, Taufik men “(t)uhan”kan manusia dan manusia telah menjadi “tuhan”, karena karya indahnya dan banyak mengutip firman Allah. Maksud saya membawa manusia ber-Tuhan dan manusia menjadi kuat dengan nilai-nilai ketuhanan (akidah tauhid) yang ada di dalam puisinya. Artinya, puisi Taufiq menawarkan nilai penguatan akidah tauhid manusia. Tidak saya maksudkan menyetarakan manusia dengan Allah. Tidak saya maksudkan puisi setara dengan ayat. Tidak menciderai forum seni yang bertaraf internasional yang patut kita banggakan itu, apalagi tidak ada sedikitpun merusak nuansa ke-Islaman puisi Taufiq. Justru saya bangga, Taufiq satu di antara penyair dunia yang lahir di Sumbar yang puisinya kaya dengan nilai Islam karena berangkat dari kekayaan pengalaman keagamaan sejak kecil.

Rasanya tidak pula mungkin saya menyamakan puisi dengan ayat-ayat firman Allah. Ayat al-Qur’an itu sumber. Ayat-ayat Allah SWT. itu indah, tapi keindahannya tidak sama dengan keindahan puisi/ syair. Keindahan ayat-ayat adalah ke-indahan Tuhan (jamal Ilahiyah) yang bersumber Allah Yang Maha Indah dan suka kepada yang indah. Manusia tertarik keindahan ilahiyah itu lalu meniru keindahan ayat-ayat Qur’an/ meniru masternya, hasil tiruan itu menjadi keindahan tsaqafiy (keindahan bersifat kebudayaan).

Puisi Taufiq Ismail kaya dengan keindahan bahasa banyak mengambil nilai-nilai ayat-ayat, kaya dengan nilai Islam karena seperti juga terungkap dari pengalamannya juga oleh pemakalah, Taufiq kaya pengalaman keagaamaan sejak kecil dan akidahnya kuat. Ia membawa orang bertuhan. Manusia menjadi kuat dengan nilai ilahiyah (Tuhan), memperkuat akidah tauhid. Maksud saya tidak lebih kurang dari itu.

Kalau ada yang memahami bahasa saya selain yang saya maksud dan telah menjadi publikasi publik, dimungkinkan bahasa saya tidak komunikatif. Akhirnya, kembali saya komunikasikan kepada publik. *** Padang, 2 Juni 2008.
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger