Oleh Yulizal Yunus
Kalau sastra itu mir’at shafiyah lil-hayah (cermin murni kehidupan),
maka Puisi Irak kontemporer tak mustahil dapat merekam kehidupan
masyarakat di negara arab yang sedang mengalami disorder pasca agresi AS
dan runtuhnya kepemimpinan Sadam Husein itu. Artinya yang runtuh itu
kekuasaan Sadam tetapi sastra (cerkan dan puisi) tidak pernah mati meski
dihantam harb (perang) dengan ribuan ton bom negara paman sam, sang
paman yang tidak ramah itu.
Rekaman sastra misalnya khusus puisi , sudah dapat dipastikan memberikan
potret lain tentang kehidupan masyarakat. Potretnya pasti beda dengan
rekaman reportase wartawan meskipun dari al-jazeerah yang katanya corong
arab, apalagi dari cnn media propoganda AS. Kalau rekaman wartawan
dalam laporan idza`at mar’iyah-(siaran pandangan mata)-nya bisa
memperlihatkan potret penderitaan masyarakat kehilangan kaki dan tangan,
tangga parakek telingo (telinga copot), hilang biji mata, deraian air
mata ibu kehilangan anak, derita janda kehilangan suami, jeritan anak
kehilangan ibu dan ayah sakit dan kelaparan dll. akibat kebrutalan
perang seperti akibat agresi AS ke Irak, maka puisi oleh penyairnya
dapat merekam hal yang lebih dahsat dalam bentuk denyut perasaan sedih
dan kegelisahan masyarakat Irak yang negerinya luluh lantak seperti
diderita kota 1001 malamnya Bagdad dan jeritan nurani yang harus
mengungsi meninggalkan kota menghindari kekejaman perang. Rekam
kesedihan meratapi nasib dalam puing-puing korban perang di Irak seperti
juga di Palestina dan di mana saja di dunia, dulu dan sekarang adalah
sama. Lihatlah bait-bait Jabra Ibrahim Jabra berikut:
…..
Ingatlah kami
Yang terkapar di bawah puing kota, terkubur dalam pasir
dan lautan;
Ingatlah kami
Lihatlah betapa kini di debu pelan-pelan
Tak ‘kan pernah pupus walaupun sampai akhir kembara
hanyut tertahan.
Lihatlah betapa mereka layuan kembang di perbukitan
Mereka hancur dan gubuk-gubuk kami
Mereka merobek belulang kami terkapar berserakan,
Lalu membiarkan kami lebur dibakar matahari,
…..
…..
Ingatlah kami
Yang terkapar di bawah puing kota, terkubur dalam pasir
dan lautan;
Ingatlah kami
Lihatlah betapa kini di debu pelan-pelan
Tak ‘kan pernah pupus walaupun sampai akhir kembara
hanyut tertahan.
Lihatlah betapa mereka layuan kembang di perbukitan
Mereka hancur dan gubuk-gubuk kami
Mereka merobek belulang kami terkapar berserakan,
Lalu membiarkan kami lebur dibakar matahari,
…..
Untuk kasus Irak, sekejam-kejam Sadam (katakan sementara ia kejam),
tetapi lebih kejam tindakan main keroyok AS dan sekutunya di bawah
pimpin Bush (senior dan yunior). Alasannya menghalalkan agresinya ke
Irak bukan Sadam dan kekejaman di negerinya atau senjata pemusnah massal
yang dimiliki, tetapi just duit meminjam ungkapan Elba Damhuri, penulis
buku Di Balik Invasi AS ke Irak (2003:3). Elbi melihat kilas balik
perang mulai dari “Yunani sampai invasi AS ke Irak terakhir ternyata
karena money, money… dan money”. “Bush (senior dan yunior) menginginkan
perang di Irak seperti Crassus merebut Roma, Hitler di Jerman dan bangsa
eropa lama, adalah karena uang”. Irak itu sumber duit, ya dari minyak.
Justru Irak produsen minyak nomor dua tebesar di Arab. Ternyata dari
kasus ini AS dan sekutu memperlihatkan watak imperialisme, dengan
tindakan invasi dan agresinya memperlihatkan gaya baru kolonialisme
dalam tatanan dunia baru. AS mengklaim diri polisi dunia pasca runtuhnya
unisoviet, mencanangkan perlindungan HAM bersama sekutunya terutama
Inggiris negara sumber gerakan HAM itu, tetapi paling banyak melanggar
HAM. Pelanggaran HAM secara inplisit terbaca dari tindakannya selalu
campur tangan dalam urusan politik dalam negeri dan urusan rumah tangga
suatu negara, tidak hendak menegakkan supremasi hukum internasional,
bahkan membawa hukum itu ke tiang gantungan kematian hukum
internasional. Tindakan brutalnya dicegat badan dunia PBB, itu pun tak
berdaya dan tidak didengar dan tak dihargai. Terpikir, kalau hanya
mencari Sadam kenapa harus melakukan agresi dan menghancurkan Irak,
seperti juga sebelumnya kalau AS mau menangkap Osama seorang yang berada
di Afghanistan kenapa harus menghancurkan Afghanistan. Tidak kuatkah
hukum internasional memanggil kedua tokoh itu sebagai praduga tidak
bersalah seperti telah mulai dicanangkan Declaration des Droits de
l’Home (1789). Tindakan memalukan Amerika mencari Sadam dan Osama dengan
alasan memburu teroris, sama artinya, menembak nyamuk dengan besoka.
Masyarakat dunia gelisah, tidak saja di Irak. AS negara besar tidak
memberikan perlindungan kepada warga dunia. Menyedihkan. Lihatlah
skenario CIA dalam fenomena meruntuh simbol kekuasaan Sadam dengan
merobohkan patungnya di jantung kota Bagdad terakhir. Tidak saja
perasaan halus penyair beteriak, tetapi masyarakat awam di luar Irak pun
tersayat, rasanya hanya bisa pasrah dan berucap iirasional,
“kalau-kalau datang keajaiban… tuyul dari Indonesia atau burung ababil
yang pernah turun di arab…”, apalagi masyarakat Irak. Terasa bait-bait
tidak disadari mengalir:
Hei warga Bagdad!
Yang menari-nari di pentas kemenangan sekutu
Tahu kamu, masyarakat dunia pun tahu
Bukan wargamu itu
hantu-hantu gentayang keluar dalam selimut
dan berjoget di pentas maya CIA
memainkan sandiwara, bukan anti Sadam
Sadarlah sadar dan lihat mereka tersenyum
Meski yang dirubuhkan patung Sadam
Tapi mempermalukan arab dan Islam
….
(YY, SMS buat warga Bagdad, 2003)
Hei warga Bagdad!
Yang menari-nari di pentas kemenangan sekutu
Tahu kamu, masyarakat dunia pun tahu
Bukan wargamu itu
hantu-hantu gentayang keluar dalam selimut
dan berjoget di pentas maya CIA
memainkan sandiwara, bukan anti Sadam
Sadarlah sadar dan lihat mereka tersenyum
Meski yang dirubuhkan patung Sadam
Tapi mempermalukan arab dan Islam
….
(YY, SMS buat warga Bagdad, 2003)
Bukan tidak ada kegelisahan masyarakat Irak karena kerasnya Sadam
memerintah. Justeru sejak perang teluk-1 prahara kemanusiaan di Irak
mengambil bentuk dan tidak pernah berhenti, ditambah dengan pasca invasi
AS ke Irak pada perang Teluk-2 2003. Habiburrahman Saerozi dalam
menelusuri Puisi Prahara Kemanusiaan di Irak (Republika, 23 Maret
2003:8) mengapresiasi antologi Ballada ibnu Zuraiq (Ahzan Ibnu Zuraiq)
karya penyair terkemuka M.Radhi Jaafar seorang doktor sastra arab
merekam bentuk kegelisahan masyarakat Irak pasca perang teluk-I. Irak
yang sekarat, negeri hancur, banyak pabrik minuman dan makanan hancur,
kehidupan yang luluh lantak, juga sikap diskriminatif bangsa arab
sendiri yang dialamatkan ke warga Irak di dalam/ luar negeri dan dicap
teroris. Pengalaman ini dialami langsung penyair Irak Dr. M.Radhi ini
ketika di Damaskus yang tidak dihargai, doktornya pun tidak menolong.
Tidak itu saja kehidupan yang nyaris mati di Irak terkena embargo dunia.
Warga eksodus, tapi berarti menantang kematian. Lihat lirik M.Radhi
berikut:
…
jalan merah menyala memotongku
dan aku memotong jalan tanpa kuda
tanpa harta
tanpa bekal
para eksodus yang fakir
terbakar di bawah
mata hari musim panas di jazirah tandus
…
(M.Radi dalam Habiburrhman, 2003)
…
jalan merah menyala memotongku
dan aku memotong jalan tanpa kuda
tanpa harta
tanpa bekal
para eksodus yang fakir
terbakar di bawah
mata hari musim panas di jazirah tandus
…
(M.Radi dalam Habiburrhman, 2003)
Kerasnya Sadam, banyak alasan, di antaranya lantaran ingin membela tanah
airnya dari ancaman AS dan sekutunya, bertahan dari keinginan AS
menjadikannya dan arab boneka, mencegat keinginan AS menyedot dan
mengalirkan minyak ke negerinya, dll. Sadam keras agar negaranya makmur
dan mandiri, tidak tergantung Amerika. Sikap Sadam itu memicu perang,
dan menyebabkan penderitaan dan kemiskinan. Tetapi sebaliknya ada
informasi yang kontradiktif, Irak bertahan pasca perang meski diembargo,
kemiskinan tidak seperti diteriakan dunia, minyak tetap diproduksi,
negeri tetap kaya, sekolah disubsidi, obat-obatan murah, yang terlantar
mendapat tunjangan pemerintah Sadam. Marahnya ditujukan pada AS, tanpa
AS Irak dan arab bisa makmur. Karenanya apapun kepentingan AS di Timur
Tengah Sadam mau mencegatnya.
Pengalaman tahun 1991, Sadam sebenarnya tidak tega menganeksasi Kuwait
dan dianggap pemicu perang Teluk-1, bahkan ia katakan kepada Mesir
sebuah jaminan juga arab saudi. Tapi tengah malam 2 Agustus ia terpaksa
menganeksasi Kuwait, sekaligus mencegat AS dan sekutunya akan meresmikan
pangkalan NATO di Kuwait itu 4 Agustus, dan… sangat dramatis. AS tentu
marah besar, strategi politik terbaca dan terpenggal Sadam, minyak
tersumbat ke negaranya dan roda mesin industri AS harus jalan juga,
memicu arab berani melawan AS, karenanya AS ingin perangi Sadam. Tapi
sial, tidak banyak yang seberani dan se heroik Sadam, bahkan disayangkan
sebagian negara Arab Islam (yang tentu alasan keamanan nasionalnya, tak
peduli meski harus jadi boneka dan sumur minyak tergadai pada AS)
seperti Arab Saudi, sudi memberi wilayahnya sebagai basis senjata
strategis AS menyerang saudara arabnya sendiri Irak. Sadam benci dan
melibas setiap bangsa dan orang di Irak dan di Arab yang tega-tega
menjual diri kepada AS. Bangsa dan orang yang kena libas pun benci dan
gelisah. Karena dari kaca matanya, Sadam ancaman, terekamlah di antara
denyut nadi yang benci Sadam di Irak dan di Arab. Simaklah perasaan
benci kepada Sadam yang disebut sebagai Hitler Timur Tengah dalam lirik
satire (hija’) Syeikh `A’id Abdillah Al-Qarni sbb.:
Hitler Timur Tengah
Itukah Sadam itukah Abu Lahab
Telah celaka kedua tangan pembawa kayu api
Hai ular berbisa hai api yang dengki
Berapa banyak biji mata copot
Meratap sa’at perang terjadi
Hai pembunuh kemuliaan hai penumpah darah
Kau s’lalu puas berendam dalam darah kami
Tumpah tanpa sebab
Hai pengkhianat sejarah kau takuti umat kami
Bangkit gelora nafsu janda ditinggal suami
Bahkan mengagetkan semua lelaki muda
….
Itukah Sadam itukah Abu Lahab
Telah celaka kedua tangan pembawa kayu api
Hai ular berbisa hai api yang dengki
Berapa banyak biji mata copot
Meratap sa’at perang terjadi
Hai pembunuh kemuliaan hai penumpah darah
Kau s’lalu puas berendam dalam darah kami
Tumpah tanpa sebab
Hai pengkhianat sejarah kau takuti umat kami
Bangkit gelora nafsu janda ditinggal suami
Bahkan mengagetkan semua lelaki muda
….
Sadam malah amat membeci sikap standar ganda AS dan kemenduaan
sebagian bangsa Arab yang terbius dengannya dan oposisi serta
orang-orang pemberontak di tanah airnya. Terlebih benci pada sikap arab
yang tidak jelas dalam membela Palestina. Sadam sangat prihatin pada
Palestina, sampai-sampai nama Palestina diabadikannya di berbagai tempat
di Irak seperti Hotel Palestina yang pernah dibom AS dan menewaskan
beberapa wartawan termasuk al-jazeerah yang kontra AS. Tapi sebagian
bangsa arab ada yang berbalik membenci Sadam, kalau harus membela
Palestina, benci Israel dan AS, kenapa harus menyerang Kuwait, seperti
terjadi mis-kumunikasi. Dikira Sadam berambisi kuasasi seluruh arab,
seperti ambisi AS. Lihatlah dalam lirik lanjutan Syeikh berikut:
….
hai Hitler Timur, kau ambil Israel jadi dalih
lalu kau sebar maut buat arab
pekikan menggali lobang saluran air
di dalamnya mengalir darah pemimpin tinggi
setiap kali pertumpahan darah
‘kan mengorbankan umat kami
akankah menghancurkan
seluruh kerabat di malam menakutkan
hai pengkhianat bangsa dan manusia
penjual kehormatan
….
….
hai Hitler Timur, kau ambil Israel jadi dalih
lalu kau sebar maut buat arab
pekikan menggali lobang saluran air
di dalamnya mengalir darah pemimpin tinggi
setiap kali pertumpahan darah
‘kan mengorbankan umat kami
akankah menghancurkan
seluruh kerabat di malam menakutkan
hai pengkhianat bangsa dan manusia
penjual kehormatan
….
Karena saking benci arab dan yang terkena tindakan tegas Sadam di Irak,
mencapnya telah melakukan kontra produktif di arab dan… ingin
mengusirnya. Sikap arab itu terlihat dala puisi lanjutan Syeikh berikut:
….
….
hai pembakar umat arab dengan petaka duka
masa dan sejarah ‘kan mencatat apa yang dilakukan
tangan kananmu yang sial atau apa
yang kau katakan mulut dusta
Hush!, hai manusia mulia
kau tak setali darah dengan kami
kau tidak pernah tersebut
dalam daftar pahlawan kami
….
masa dan sejarah ‘kan mencatat apa yang dilakukan
tangan kananmu yang sial atau apa
yang kau katakan mulut dusta
Hush!, hai manusia mulia
kau tak setali darah dengan kami
kau tidak pernah tersebut
dalam daftar pahlawan kami
….
Kini Sadam telah tergusur, ceritanya ia masih sehat wal `afiat. Tapi
entah di negara mana: di Suriah, di Perancis atau di Rusia?. Masihkah
ada tersisa secebis rasa dan pembelaan untuk Sadam. Dalam rakaman puisi
ada. Di perang Teluk-I pertama pun demikian. Banyak lahir puisi simpati
pada perjuangan Sadam. Lihatlah puisi himasah (heroik) Malik
Al-Mathlubiy berikut:
hai Irak mulai, serang
hai besi terjang
…
hai pekik zaman
tumpah darahku tolong
ini panggilan pepohonan
tumpah darahku tolong
ini jeritan syuhada
…
hai besi terjang
…
hai pekik zaman
tumpah darahku tolong
ini panggilan pepohonan
tumpah darahku tolong
ini jeritan syuhada
…
Yang setia kepada Irak dan Sadam, mengobarkan perang melawan AS. Siapa
mati di medan perang melawan AS ia syahid. Sadam juga memerangi setiap
orang yang tega menjual harga diri Irak dan arab kepada bangsa asing.
Perang berbicara dan dikenallah sejak dulu scut Irak dan bungker, tidak
terduga, ada yang tidak tembus beribu tom bom, ada bungker yang terakhir
diketahui bisa menyimpan pesawat sivil dan tempur. Apalagi bungker
untuk mengamankan Sadam, ah tidak mustahilah ada. Tapi kekuatan AS dan
sekutu terlalu kuat, meski pun Sadam nekad berjuang sampai tetesan darah
terakhir dengan tentara garda republik pimpinan Uday putranya, namun
tidak mungkin pula ia seorang muslim bunuh diri. Sudah demikian kekuatan
asing dengan senjata strategisnya menghantamnya dan negeri kalau
dihadapi juga sama artinya bunuh diri. Maka ia lenyap, belum bisa
diungkap prahara bungker, bagi Amerika pun bagai kismis (kisah misteri).
Nggak taunya Sadam tersenyum lebar, ah … Bush, kamu!.***
Padang, 7 Mei 2003
Posting Komentar