Oleh: Yulizal Yunus
(Dari Sku. Haluan Padang, 21 Maret 2012)
Temu budayawan (sastrawan – sejarawan) melayu dengan event seminar
sejarah – kebudayaan “menelusuri sejarah dan benang merah rumpun melayu
di Asia Tenggara” (Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Thailand, Philipian dll) dan seminar sastra dan identitas kultural
“Nusantara Melayu Raya” (Numera) Indonesia diselenggarakan kerjasama
Numera Indonesia – Dinas Budpar Pemko Padang, 16-18 Maret 2012 banyak
catatan penting yang patut ditindaklanjuti kearah penciptaan persatuan
budaya alam melayu di samping secara khusus mewujudkan keinginan
penguatan jaringan forum masyarakat sejarah melayu dan forum sastrawan
melayu dengan sekretariat ASEAN, yang secara substansial saya
eksplisitkan dalam bentuk perwujudan gerakan Pan-Melayu, sebagai wadah
dan polisi pengawal ketahanan budaya alam melayu itu dari intervensi arus deras pengaruh global.
Substansi gagasan ke arah Pan-Melayu itu saya lihat setelah mendengar
pemikiran 52 pakar/ budayawan (sejarawan dan sastrawan) yang
dihadirkan, termasuk 7 keynote speaker’s yakni: Dr. Siti Fatimah, MPd.,
MHum, Prof. Dr. Mestika Zed, MA, Prof. Dr. Nursyirwan Effendi, Prof. Dr.
Ahmad Kamal Abdullah (Malaysia), Prof. Dr. Eka Budianta, Nik Abdul
Rakib bin Nik Hassan (Thailand) dan Dr. Nopriyasman, MHum. Gagasa itu
semakin menguat dalam seni II seminar sastra dan identitas melayu yang
saya pandu dan sesi III pada seminar sejarah – kebudayaan melayu yang
saya dipercaya sebagai salah seorang nara sumber. Pada Sesi II seminar
sastra “Sastra Melayu dan Identitas Kultural” itu, dihadirkan nara
sumber: (1) Dr. A.Halim Ali (UPSI Malaysia) presentasi “Cara Berfikir
tentang Estetika dalam Kesusasteraan Melayu”, (2) Fazilah Husein, PhD
(UPM) mempresentasikan “Hubungan Teater Malaysia – Indonesia”, (3) Prof.
Dr. Victor A. Pogadaev (seorang budayawan asal Rusia guru besar di
Universiti Malaya) mempresentasikan “Taufiq Ismail, Penyambung Lidah
Orang Miskin dan Tertindas”, (4) Zawawee Padaameen (Fakulti Kemanusiaan
dan Sains Sosial Universiti Prince Songkla Thailand) mempresntasikan
“Penggunaan Bahasa Melayu dan Aksara Jawi di Selatan Thailand”, dan (5)
Arbak Othman mempresentasikan “Keperkasaan Estetik terhadap Sensitiviti
Puitik Menelusuri Rahasia Cahaya”. Pada sesi III seminar penelusuran
sejarah benang merah rumpun melayu di Asia Tenggara, menghadirikan nara
sumber: (1) Dasman Djamaluddin SH, MHum/ mempresntasikan “Melayu Raya
dalam Perspektif Sejarah Indonesia”, (2) Dra. Zusneli Zubir dan (3)
Jannatul Husna bin Nuar (UM)/ Sejara Hidup dan Ketokohan Buya Mawardi
Muhammad, (4) Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo/ Islam Minangkabau dalam
Lingkaran Peradaban Dunia Melayu Dunia Islam, (5) Dedi Irwanto Muhammad
Santun/ Tafsir Melayu atas Palembang pada Masa Sriwijaya, (6) Jumhari,
SS/ Multikulturalisme Melayu – Bengkulu dalam Perspektif Sejarah”.
Dari sesi-sesi seminar ini yang menelusuri perkembangan sastra dan
sejarah benang merah Negara-negara rumpun melayu di Asia Tenggara, hal
yang amat subtansi dan dieksplisitkan sebagai gagasan perwujudan gerakan
pan-melayu itu adalah sebuah kepentingan penguatan teras identitas
cultural (sastra dan sejarah) melayu. Brunei misalnya mengukuhkan dan
mengimplementasi teras identitas kemelayuannya yakni Melayu – Islam,
tercermin dalam filosofinya yakni MIB (Melayu – Islam Beraja). Demikian
pula di Indonesia pada subkultur Minangkabau mengukuhkan Islam sebagai
teras identitas melayu seperti tercermin dalam konsesus (perjanjian
Bukit Marapalam) dan menjadi filosofi yakni ABS-SBK (Adat Basandi Syara’
– Syara’ Basandi Kitabullah) dilaksanakan dengan komitmen SM-AM (Syara’
Mangato – Adat Mamakai) dan ATJG (Alam Takambang Menjadi Guru).
Pengukuhan teras identas melayu itu, diperlukan penguatan kelembagaan
dengan fungsi yang jelas, di antaranya dimungkinkan dalam bentuk
“pan-melayu”.
Terlepas dari kemungkinan generalisan gagasan ini dhaif di kalangan
200-san sastrawan dari negara tetangga yang hadir pada Numera (dari
Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Singapura dan Thailand, dan 70 %
kawan-kawan sastrawan/ budayawan dari Sumbar, Riau, Aceh, Jakarta,
Jambi, Kalimantan, Lampung, NTB dll), namun sebuah gerakan pembelaan dan
menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap
keberlanjutan integritas dan jati diri (identitas) budaya melayu, amat
perlu dilembagakan. Gerakan ini kilometer nolnya dimulai dengan
pemanfaatan momentum event Numera Indonesia ini dengan menindaklanjuti
rekomendasi yang dilahirkannya. Kepala Dinas Pariwisata Padang Dr. Edi
Hasymi sebagai penanggung jawab dan Sastri Yunizarti ketua pengarah temu
budayawan (sastrawan dan sejarawan) Numera Indonesia ini berharap forum
ini efektif memulai penguatan persaudaraan budayawan melayu dan gerakan
penguatan kebudayaan melayu. Salah satu alternative kelembagaan dari
perspektif gerakan melayu adalah sejenis gerakan dan kelembagaan
pan-melayu itu.
Justru masyarakat alam melayu nusantara memerlukan wadah sebagai
basis gerakan kemelayuan. Pandangan ini akan menguat bila kembali
melirik ke abad-19, ketika Daulat Usmaniyah memproklamirkan diri sebagai
Negara super power. Daulat ini meluaskan hegemoninya dimulai dari
menyatukan umat Islam dan bangsa Arab dengan gerakan pan-Islamisme, yang
kemudian mendapat respon positif dari masyarakat Negara-neara melayu.
Pan-Islamisme berhadapan dengan kekuatan Barat yang ketika itu menjajah
beberapa Negara-negara di kepulauan melayu seperti Indonesia dan Brunei
dalam perspektif politik berhadapan praktis dalam tekanan Barat itu.
Respon melayu ketika itu dieksplisitkan dengan hubungan surat menyurat
dan kegiatan diplomatik serta pengiriman utusan/ delegasi ke Istambul
pusat kekuasaan Usmaniyah ketika itu. Pergolakan timur – barat itu
mempengaruhi iklim perkembangan budaya melayu.
Barat sampai saat ini masih masuk jauh ke kalbu budaya melayu, untuk
melumpuhkan kekuatan rumpun melayu yang berpotensi menjadi kekuatan
basis Islam dunia. Fenomena ini menimbulkan kekhatiran tercerabutnya
nilai budaya melayu itu sendiri dari akarnya. Bahasa Indonesia saja
sebagai salah satu negara yang budayanya berada dalam lingkaran
peradaban melayu, betapa jauh pengaruh bahasa Inggiris, yang membuat
negara melayu serumpun menggerutu, sulit sekali sekarang memahami bahasa
Indonesia sebagai ordo bahasa melayu. Dari fenomena ini kita berfikir
perlu perumusan bahasa dan ejaan melayu. Huruf arab melayu di subkultur
Minangkabau saja misalnya sudah terkubur dalam pusara kelumpuhan rasa
bangga menjadi masyarakat budaya melayu. Sementara di Malaysia, Thailand
Selatan (Pattani) dan Brunei dll misalmya tulisan jawi (di Minang dulu
disebut huruf arab melayu), masih ditempatkan sebagai salah satu teras
identitas melayu, dieksplisitkan dalam budaya keseharian di samping
dipakai dalam penulisan pada media masa dan buku pengetahuan, sampai ke
hal praktek terkecil pembuatan label papan nama toko/ kedai, perkantoran
pemerintah dan swasta/ perusahaan serta bangunan sipil, monument dan
sakral lainnya, masih menempatkan tulisan jawi di atas tulisan latin.
Dari berbagai fenomena ancaman lingkungan strategis internasional/
global itu, masyarakat melayu memerlukan wadah yang menjadi basis dan
sentra gerakan penguatan ketahanan budaya melayu, yang satu alternative
adalah gerakan pan-melayu ini. Pan-melayu diwujudkan dalam bentuk
ideology yang menggerakkan jiwa masyarakat melayu mempertahankan budaya
melayu dari berbagai pengaruh yang merusaknya bernaung dibawah sistem
pemerintahan masing-masing negara melayu. Visi dan matlamat/ tujuannya
adalah menyatukan masyarakat melayu dengan pengukuhan teras identitasnya
di antaranya roh Islam sebagai dinamo penggerak dan sumber energi
menyalakan semangat bangkit masyarakat negara-negara melayu bersatu.
Pan-Melayu difungsikan sebagai polisi negara melayu untuk menciptakan
iklim damai mayarakat melayu – Islam. Dengan fungsi ini Pan-melayu akan
menjadi lembaga basis dan modal menggelar berbagai kegiatan kebudayaan
(dalam sistem sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan/ sejarah,
filsafat, seni (sastra) dan sitem religi) serta menegakkan
perinsip-perinsip paham melayu sebagai “arus dalam” yang kuat memintas
kehanyutan melayu dalam arus deras pengaruh Barat dan global.***
Posting Komentar