Headlines News :
Home » » Peningkatan dan Keteladanan

Peningkatan dan Keteladanan

Written By Unknown on Jumat, 22 November 2013 | 15.44


Oleh: Yulizal Yunus[1]
(Makalah disampaikan pada Workshop Pelayanan Prima, Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang,di Flaminggo Padang Panjang, 16 November 2013.)


Peningkatan Kinerja dan Keteladanan secara substansi menyangkut sistim menejerial dan leadership (kepemimpinan). Artinya kombinatif pelaksanaan tupoksi menejer dan leader (pemimpin). Ketika seorang pemimpin tidak mempunyai seni memotivasi karyawan dalam pelaksanaan tupoksi, berpotensi menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan yang tak termenej. Ketika pemimpin tidak mempunyai menejerial (pemimpin tak plus menejer), maka  kinerja perencanaan (planning), organizing, actuating dan controlling, akan mengalami dis-motivasi dan kehilangan kepastian arah (focus) dan macet. Keteladanan (sopan, santun, budi dan baso indah diikuti amanah, shidiq, fathanah dan tablig) menejer plus leader mendorong lahirnya etos kerja. Etos kerja yang tinggi diikuti pelayanan prima pimpinan pada gilirannya memacu kinerja hasil (performance result) sebuah lembaga yang dipimpin.

1.    Menejer
Menejer berada pada sebuah lembaga atau organisasi. Justru manajemen dan organisasi merupakan dua komponen yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dari perspektif manajemen, organisasi satu di antara aspek penting. Asnawir (2010 dalam Yulizal Yunus, 2011) dalam ssebuah kajian ilmiah menghimpun banyak tokoh yang memperlihatkan organisasi sebagai aspek penting manajemen, di antaranya:
a.       George R. Terry memperlihatkan manajemen organisasi sebagai komponen dalam memoteknik POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Ccontrolling).
b.      Hendry Fayol dengan  POC3 (Planning, Organizing, Commanding, Coodinating, Controlling).
c.       Cyrill O’donnel dengan POSDC (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Controlling).
d.      Gullick dengan POSCRB (Planning, Organizing, Staffing, Coordinating, Reporting, Budgetting).
e.       Ernest Dale dengan POSDIRC (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Innovating, Representing, Controlling).
f.       Oey Liang Lee dengan PODCC (Planning, Organizing, Directing, Coordinating, Controlling).
g.      James Stoner dengan POLC (Planning, Organizing, Leading, Controlling).
h.      William H Newman dengan POARDC (Planning, Organizing, Assembling, Resources, Directing, Controlling).
i.        Louis A. Allen dengan LPOC (Leading, Planning, Organizing, Controlling).
j.        John Robert Beishline dengan POKK (Perencanaan, Organisasi, Komando, Kontrol).
k.      William Sprigel dengan POC (Planning, Organizing, Controlling).
l.        Lindal F. Urwich dengan FPOC3 (Forescasting, Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling).
m.    S. Siagian dengan POMC (Planning, Organizing, Motivating, Controlling). 
n.      Prajudi Atmosudirjo dengan PODCA (Planning, Oraganizing, Directing/ Actuating).
o.      Winardi dengan POCALCC (Planning, Organizing, Coordinating, Actuating, Leading, Communicating, Controlling).
p.      Banding juga Liang Gie dengan PDMDCCI (Planning, Decision Making, Directing, Coordinating, Controlling, Improving).
Dari pendapat para pakar manajemen tadi, Asnawir (2010) menghitung 10 kombinasi fungsi manajemen sbb.:
a.    Forecasting (ramalan), yaitu kegiatan meramalkan, memproyeksikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi bila sesuatu dikerjakan.
b.   Planning (perencanaan), yaitu penentuan serangkaian tindakan dan kegiatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
c.    Organizing (pengorganisasian), yaitu pengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan, termasuk dalam hal penetapan susunan organisaasi, tugas dan fungsinya.
d.   Staffing atau assemling resources (penyusunan personalia), yaitu penyusunan personalia sejak dari perekrutan, latihan dan pengembangan sampai dengan usaha agar setiap petugas memberi daya guna maksimal pada organisasi.
e.    Directing atau commanding (pengarahan atau pengomandoan), yaitu usaha memberi bimbingan, saran-saran dan perintah dalam pelaksanaan tugas masing-masing bawahan (delegasi wewenang) untuk dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
f.    Leading (memimpin), yaitu pekerjaan manajer untuk meminta orang lain agar bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
g.   Coordinating (koordinasi), yaitu menyelaraskan tugas atau pekerjaan agar tidak terjadi kekacauan dan saling lempar tanggung jawab dengan jalan menghubungkan, menyatu-padukan dan menyelaraskan pekerjaan bawahan.
h.   Motivating (motivasi), yaitu pemberian semangat, inspirasi dan dorongan kepada bawahan agar mengerjakan kegiatan yang telah ditetapkan secara sukarela.
i.     Controlling (pengawasan), yaitu penemuan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan.
j.     Reporting (pelaporan), yaitu penyampaian hasil kegiatan baik secara tertulis maupun lisan.
Karenanya proses pengorganisasian dilakukan (1) merumuskan pekerjaan yang akan dilaksanakan, (2) membagi pekerjaan untuk setiap orang, (3) mengembangkan suatu mekanisme dan sistem. Pengembangan mekanisme ini disejalankan dengan gambaran bagan organisasi yakni (1) pembagian pekerjaan, (2) manajer dan bawahan, (3) tipe pekerjaan, (4) segmentasi pekerjaan, (5) tingkat manajer. Pengorganisasian/ proses penyusunan satuan organisasi mempunyai langkah dalam catatan Asnawir (2010) (1) merancang struktur formal untuk penggunaan resources, (2) mengelompokkan kegiatan, memberi wewenang kepada seseorang manajer, (3) hubungan fungsi, tugas dan jabatan, (4) membagi tugas. Dalam pengorganisasi diperhatikan unsur struktur organisasi di antaranya: (1) spesialisasi kegiatan, (2) standardisasi kegiatan, (3) koordinasi kegiatan, (4) sentralisasi dan desentralisasi, (5) ukuran satuan kerja. Dalam merancang struktur organisasi diperhatikan factor (1) strategi organisasi, (2) teknologi yang di pakai, (3) jumlah anggota dan hubungan intern dan ekstern, (4) ukuran organisasi.

2.    Leader
            Leader (pemimpin) itu unggul dalam keteladanan seni memotivasi. Yang bernama pimpinan (leader) mempunyai seni tersendiri memotivasi individu/ kelompok/ staf untuk melaksanakan tupoksi, kewenangan dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan dan sasaran sebuah lembaga/ perusahaan. Leader punya seni memotivasi pelaksanaan: (1) tupoksi disertai pasilitasi (menyuruh dengan penyuruhnya), (2) pelaksanaan kewenangan disertai dengan pemberian hak seimbang dengan kewajiban, (3) pelaksanaan tanngung jawab disertai dengan reward.
Kesukses seorang leader (Yulizal Yunus, 2011) ditentukan seninya memimpin orang-orangnya. Kesan suksesnya mampun menawarkan keunggulan dan semangat kompetitif serta terlihat kharismanya dalam berperan, disegani, dicintai dan dihormati. Mengemuka sikap berani tapi santun sebagai bagian pemimpin yang ideal dan teladan, yang dalam prakteknya “siap membangun sistem dan siap memberi kesempatan sistem tersebut berjalan baik.
Setelah berjalan dengan baik (baca juga Arbinger, 2006), seorang pemimpin akan mengamatinya hingga sampai pada analisi pencapaian tujuan dan sasaran secara utuh melalui pelaksanaan kebijakan dan program yang ditetapkan[2]. Karena itu sifat yang melekat pada pemimpin bagi memuluskan jalannya kebijakan dan program di antaranya (1) rendah hati dan sederhana, (2) jujur (shidiq), adil dan dapat dipercaya (memiliki truth dan amanah), (3) sabar dan memiliki kestabilan/ kecerdasan spiritual dan emosional (fathanah) dan komunikatif (tabligh), (4) percaya diri/ confidence, (5) suka menolong/ ta’awun dan (6) kompeten dalam jabatan. Sifat-sifat teladan pemimpin seperti ini membuat pemimpin bersih dan berwibawa (punya kharisma).
Pemimpin yang mempunyai kharisma, bukan karena sekedar kultus individu yang sedang memimpin tetapi pemimpin itu sendiri yang memiliki kepribadian teladan yang santun mempesona, visioner, akatif sesuai dengan statusnya dan didukung penuh oleh segenap jajaran secara sadar atas kepentingan bersama. Bagaikan seorang nakhoda yang baik akan membagikan tugas dengan baik kepada pembantunya dalam mengarungi samudra. Ia akan fokus melihat ke depan, ada apa di hadapan yang segera datang dan dihadapi[3], masihkah berada dalam control haluan atau sudah menghadap batu karang atau gulungan gelombang dahsyat yang tak mesti disongsong.
Pernah Shella Murray Bethel mencatat dalam bukunya “making a difference” diterjemahkan Dra. Med Meitasari Tjandrasa dengan “Mengubah Keadaan” (1994), dua belas sifat menjadi pemimpin teladan, yakni pemimpin (1) mempunyai visi yang penting rahasia membangun kharisma, (2) ialah pemikir yang besar dan punya daya tarik yang memikat orang, (3) punya etika tinggi membangun kepercayaan dengan pengikut, (4) sebagai master pengubah menciptakan masa depan, (5) peka menciptakan loyalitas, (6) mempunyai sikap pengambil resiko memperluas yang mungkin, (7) seorang pengambil keputusan mengeluarkan kemampuan, (8) menggunakan kekuasaan dengan bijaksana memperluas pengaruhnya, (9) berkomunikasi secara efektif menempa relasi yangproduktif, (10) pembangun sebuah tim memaksimalkan kemampuan orang, (11) pemberani memperkuat pemecahan masalah, dan (12) mempunyai komitmen kunci keberhasilan.
Terdapat pula tipe pemimpin teladan ulung memperlihatkan karakter kepemimpinan effektif – transformatif yang teo-humanis. Aplikasi konsep kepemimpinan ini misal pada lembaga pendidikan, dikesankan pada dasar leadership teo-humanis sentries. Pimpinan kaya dengan tegur sapa yang santun, tak sedikitpun terkesan nada ancaman pada staf. Dasarnya teo-humanis dan dapat menguatkan dasar fithrah (فطرة – yang Ary Ginanjar mempopulerkannya god – spot di antaranya merupakan potensi mengakses kepentingan dan prioritas), memperkuat dasar keseimbangan/ tawazun (توازن) dan dasar ilmu pengetahuan dalam mengokohkan bangunan sistem dan perinsip dasar pendidikan bersinergi dengan semua dasar operasional pendidikan (social-budaya, psikologis, politik, ekonomi, manajemen, filosofis, agama) sebagai pondasi bangunan sistem pendidikan dalam perspektif Islam.
Dasar teo-humanism bagi pemimpin dalam lembaga pendidikan, dapat mendidik staf/ peserta didik menjadi berilmu (cerdas intelektual, emosional, spiritual terkesan pada sikap sopan – santun, berbudi – babaso) plus beriman, yang dalam prakteknya ilmunya itu menjadi self-guidance dan membudaya (menjadi prilaku) dalam kehidupannya, ini bagian dari kepemimpin pendidikan effektif – transformatif dalam kerangka teo-humanis Nabi saw. Core nilai keteladanan kepemimpin ini muncul dilatari 4 sifat Nabi saw sekaligus menjadi perinsip kepemimpinannya yakni (1) amanah, (2) shidiq, (3) fathanah, dan (4) tabligh.   
a.      Amanah
Sumber semua sukses dan penghargaan adalah prilaku amanah (truth – kepercayaan). Nabi saw sejak kecil berprilaku amanah sehingga ia digelari dengan al-amin (dpat dipercayai). Pentingnya sikap amanah ini terungkap dalam sabda Rasulullah SAW dari Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban (yang maknanya): …” tak beriman seseorang yang tidak amanah dan tiada beragama seseorang yang tidak memenuhi”. Nilai amanah lebih kaya dalam al-Qur’an di antaranya firman Allah SWT (yang artinya): “sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil(QS al-Nisa : 58).
Aspek amanah  tidak  hanya bersifat fisik tetapi lebih luas, di antaranya:
1).   Menunaikan suruhan dan meninggalkan perintah Allah adalah termasuk amanah terhadap janji manusia kepadaNya. Soal amanah ini, hayatilah firman Allah swt (QS al-Ahzab: 72) yang artinya: “sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, namun semuanya menolak dan khawatir tak bisa memikulnya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh”.
2).   Melakukan nilai seperti 12 nilai dalam perinsip dasar UPI YPTK yakni menyayangi sesama, jujur, bertanggung jawab, disiplin, adil, berkoloborasi dan bersatu, kreatif, suka belajar dan cinta ilmu, damai, sabar adalah bagian dari amanah. Semua perinsip merupakan bagian al-asma’ulhusna.
Lembaga/ kelompok atau individu di mana dan kapan hidup sia-sia bila mengabaikan amanah. Amanah itu adalah konsekwesi sebuah janji dan komitmen telah dibuat, kalam mengabaikannya dianggap berprilaku berdusta bahkan khianat atas janji. Orangnya munafik bila janji bohong, pengkhianat janji dan tanda kiamat, karenanya Rasulullah saw,riwayat Bukhari dari Abu Hurairah ra. (yang artinya): “jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat. Sahabat bertanya, bagaimanakah amanah itu disia-siakan, Rasulullah? Rasulullah saw. menjawab, jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
Kehidupan modern yang sukses tak akan meninggalkan norma-norma universal dalam ajaran agama. Sungguhpun seseorang itu menjalankannya tidak karena agama, tetapi karena lain hal. Tentu saja itu persoalan lain. Namun seseorang akan sukses, umumnya menjalankan sikap amanah dengan didukung faktor lain.
b.   Shidiq
Shidiq (jujur) lawannya “kidzib” (bohong/ kepalsuan). Mulut tidak seperti perbuatannya, itu tak shidiq namanya. Shidiq ciri orang beriman, sedangkan tidak shidiq (dusta) ciri munafik. Rasulullah saw dalam sabdanya (riwayat Bukhari dan Muslim) menyebut SAW :  tanda-tanda munafik itu ada tiga, apabila berkata ia dusta, bila berjanji ia mungkir, dan bila dipercayai ia berkhianat”.
UPI YPTK menerapkan perinsip jujur (dalam makna sifat Allah al-mu’min) dari 12 perinsip dasarnya. Pimpinan, staf dosen dan adminstratif serta mahasiswa dinilai dari kejujurannya, dipraktekan mahasiswa misalnya tidak jujur dalam ujian yakni curang, ingin mendapatkan nilai tinggi tetapi bergaya pakar jimat dan sembunyi-sembunyian, UPI memberinya sanksi ada yang diskor satu semester dengan membatalkan semua mata kuliahnya dan ada yang diberhentikan. Herman Nawas sebagai ketua YPTK beralasan, yang tak jujur tak layak mendapat asuhan menjadi calon pemimpin masa datang.
Jujur itu tidak saja dalam aspek lidah tetapi Imam al-Ghazali menunjukkan 6 bentuk shidiq (jujur) sbb.: (1) jujur dalam bertutur kata (lisan), yang kata orang arif pula ”tidak ada alasan lidah tidak bertulang”, (2) jujur dalam berniat dan berkehendak (konsep ikhlas) bagian sifat orang beriman (al-mukmin) berbuat tidak ada karena lilpulus meski butuh pulus tetapi karena Allah swt., (3) jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam), muncul dari keinginan maju dan sukses, (4) jujur dalam menepati obsesi, ditandai perjuangan dan sisiplin merealisasikannya, (5) jujur dalam beramal atau bekerja dan (6) jujur dari perspekti beragama, merupakan kejujuran paling tinggi, seperti kejujuran khauf (rasa akut) kepada Allah, jujur mengharap rahmat Allah (raja'), jujur dalam ta'dzim (mengagungkan) Allah, rela dan sabar terhadap ketentuan Allah, jujur dalam total tawakkal (mempercayakan diri) kepada Allah (Yahya Jaya, 1994).
c.       Fathanah
Pemimpin fathanah yang diperlihatkan Nabi saw dalam setting leader yang cerdas. Kecerdasan yang dimaksud bukan hanya menguasai banyak ilmu saja tetapi ilmunya itu menjadi prilaku sebagai gambaran manusia berilmu plus beriman.
Ciri fathanah dalam pelaksanaan pekerjaan, pemimpin selalu memberikan penyadaran dan menghadirkan Tuhan di mana dan kapan saja bekerja. Hati pemimpin dan yang dipimpin dan imannya terus di-up date, diinstall ulang dan dicas bagi penciptaan kekuatan menghadapi berbagai masalah dan memacu perjuangan untuk sukses. Benar saja fathanah  dengan hati yang hidup, mampu berbuat untuk yang terbaik (Darwis, 2006).
d.      Tabligh
Sifat kepemimpinan ke-4 Nabi saw adalah tabligh (menyampaikan kebenaran, terbuka dan tidak menyembunyikan sesuatu yang patut disampaikan, karena disuruh ”ballighu ‘anni walau ayah/ sampaikan walaupun sepatah”). Ia justru menjadi teladan dengan cara yang menarik hati dan dengan jujur untuk mendidik umat. Tabligh sarat dengan muatan norm dan kemampuan: (1) kemampuan berkomunikasi (communication skill), (2) kepemimpinan (leadership), (3) pengembangan dan peningkatan kualitas sumberdaya insani ( human resource development), dan (4) kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill).
Dalam praktek kepemimpinan tabligh merupakan tugas dan fungsi leader terpenting mengkomunikasikan kepemimpinan bagi peningkatan kualitas SDM staft dan membekalinya keterampilan yang dapat memotivasinya bekerja lebih sukses menciptakan sesuatu kondisi dan produk yang terbaik bermanfaat bagi orang lain. Allah swt mendidik manusia (QS 2/ Ali Imran:103) yang artinya: “…dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyampaikan seruan kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekah orang-orang yang beruntung. Teknik menyampaikan seruan itu dengan tiga cara yakni: (1) mau’izhah (advis yang menaruh pengajaran yang indah dan mencerdaskan), (2) hikmah (wisdom yang arif, bening dan menyejukan) dan (3) mujadalah (public hearing, diskusi berdialong/ debat manyampai nilai pengajaran yang cerdas dan hikmah dan memecahkan masalah secara bersama-sama). Teknik seperti ini diajarkan al-Qur’an seperti firman Allah swt (QS al-Nahl:125) yang artinya: “…sampaikanlah seruah mengajak ke jalan Tuhanmu dengan al-hikmah dan al-mau’izhat al-hasanah/ pelajaran yang baik/ indah” serta al-mujadalah/ berdiskusilah engkau cara yang baik…”.
Nabi saw menyampaikan kebenaran mutlak dari Allah swt dan kebenaran relative berpangkal dari pengalamannya dalam sebuah kepemimpinan, didukung sahabat dan umatnya. Dalam penyampaian kebenaran itu kepada umat, Nabi saw menggunakan tayang ulang yang mungkin tidak tertandingi oleh teknologi informasi sekarang, karena alat tayang itu dari Allah swt. Baca peristiwa besar, ketika Nabi saw kembali dari isra’ mi’raj lalu menyampaikan pengalaman sipiritual yang dialaminya kepada umat, saat ia tersangkut menjelaskan rumitan dalam temuannya dalam isra’ (perjalanan yang diperjalankan di waktu malam) dari masjidil haram ke masjid al-aqsha ia memohon kepada Allah swt, untuk situs istimewa dapat menayang ulang sejelas-jelasnya yang tadi dialami untuk dia baca langsung, dampaknya umat yang mulai ragu menjadi lebih yakin, karena fakta yang disampaikan sama dengan yang dilihat sebagian pedagang ketika itu yang melintasi kawasan itu dalam waktu yang lama.

3.    Teladan Seni Memotivasi : Kinerja
            Uswah atau qudwah hasanah (teladan yang baik) itu modal sukses. Sikap teladan sebagai seorang pemimpin dapat dicontoh 4 sifat Nabi saw, yakni amanah (dapat dipercaya), shidiq (benar), fathanah (cerdas) dan tabligh (komunikasi). Justru yang terakhir ini, komunikasi menjadi kunci pembaharuan, dan pembaharuan inti pencapaian kinerja hasil pembangunan, Pelaksanaannya dilakukan dengan pendekatan sopan (akhlak mulia), santun, budi baik dan baso indah. Setidaknya baso itu seulas senyum. Senyum alangkah menyejukan dalam hubungan atasan dan anak buah. Orang bisnis bilang senyum itu keuntungan. Senyum dalam agama sedekah (tabassam shadaqah). Senyum berarti memberi berkah (barakat - value added). Senyum dari rongga mulut, tetapi belum mulut. Kalau mulut tak teraratur apalagi tak santun, mengurangi value added, merugikan kinerja. Coba mulut seorang menejer arogan, menyakiti atau setidaknya tak dipercaya lagi oleh para staf/ karyawan, ia tidak  diteladani. Kedisiplinan, kebijakan, moralitas yang ditegakan akan runtuh dan etos kerja melemah pada gilirannya menurunkan kinerja.
 Sikap-sikap teladan pemimpin tadi menjadi seni memotivasi. Menjadi energi bagi karyawan untuk dalam kesadaran baru dalam melaksanakan tupoksi, kesenangan dan tanggung jawabnya. Menejer penting memupuk sikap teladan, menjauhkan prilaku “nato” (no action, talk only). Pemimpin seharusnya menghindari sikap sok jagoan, sok pintar, tapi perbuatan dan perangainya tak mendapat legitimasi dan keprcayaan staf/ karyawan. Hanya yang terlihat padanya “menguasai”, “palu di tangannya”, kosong motivasi (dis-motivasi), membuat karyawan tak berani bersuara, bekerja takut-takut, tetapi di hatinya berdoa, “Tuhan segeralah menghukum, berhentilah pimpinan ini, kalau berhenti dibaka kumanyan sagadang tungku”. Seharusnya pemimpin mengatur nafas, seperti nasehat bundo kanduang: “kalau nanti nak menjadi pemimpin, di lua awak disamba urang, di batin awak manyamba urang”. Kalau ada batin menyembah orang apa lagi yang berpotensi, akan lahir prilaku sopan, santun, budi dan baso indah sang pemimpin. Dengan sikap itu, staf termotivasi dan rela berkorban, pada giliran pekerjaan menjadi sukses dan kinerja hasil signifikat dapat diandalkan. Kinerja yang baik pasti melahirkan perubahan. Signifikasi ini diukur dari rumus kinerja “IOOMBI” (Input/ modal, Output/ keluaran, Outcome/ hasil, Benefit/ keuntungan dan Impact/ pengaruh tak langsung).
Sebenarnya pembangunan yang diselenggarakan berbagai lembaga dan organisasi intinya adalan sebuah upaya mengelola perubahan. Perubahan sebuah keniscayaan dan tak mungkin dipungkiri. Karenanya mengelola perubahan pemimpin semestinya meiliki keteladanan. Pemimpin dalam mengelolanya memastikan (fokus) tujuan dan sasaran, agar daya terobos menjadi kuat. Pemimpin yang cerdas memang mudah tergoda, peluang baru, tetapi leader yang piawai, peluang baru dengan goal baru, tidak mengurangi energy pimpinan dan menjauhkan dari tujuan semula. Bila energy yang dikeluarkan pimpinan menjauh dari tujuan dn kepastian arah, saat itu pimpinan berpotensi menuai kegagalan.
Fokus yang pasti dalam goal setting bagian dari kiat sukses memacu sukses. Seperti pedagang menjual dagangan setidaknya pemimpin punya trisukses: (1) menjaga kualitas kerja, meningkat dan menjaga tak turun (kasus lapau nasi, bangkrut karena kualitas kinerja masakan turun), (2) pelayanan dan harga tak tergantung “kilek sipatu” (beli durian ke batangnya, yang pakai mobil durian mahal), (3) pelayanan prima, tak baa nan kamangicua, dan mencari nan patuik dialua.
4.    Solusi
Peningkatan Kinerja berpotensi dilakukan oleh pimpinan dengan menunjukkan keteladanan dalam memotivasi staf dan memberi pelayanan prima. Memerintah staf dengan alat perintah dan menyuruhnya dengan penyuruhnya. Tupoksi dijalankan disedikan pasilitas, kewenangan dijalankan diberikan hak, tanggung jawab dijalankan dengan baik diberi reward. Kalau tidak, sanksi tak dapat dijatuhkan, Disiplin kerja jadi merosot, pada gilirannya kinerja hasil (performance result) turun.
Secara substansial keteladanan menyangkut sistim menejerial dan leadership (kepemimpinan). Menejer plus pemimpin (leader). Sebab, ketika seorang pemimpin tidak mempunyai seni memotivasi karyawan dalam pelaksanaan tupoksi, berpotensi menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan, menandakan juga menejerial tak jalan, tak mampu memenej konflik. Ketika pemimpin tidak mempunyai menejerial (pemimpin tak plus menejer), maka  kinerja perencanaan (planning), organizing, actuating dan controlling, akan mengalami dis-motivasi dan kehilangan kepastian arah (focus) dan macet. Keteladanan (sopan, santun, budi dan baso indah diikuti amanah, shidiq, fathanah dan tablig) dan seni menejer plus leader dalam memotivasi, mendorong lahirnya etos kerja staf, sebagai modal dan energi peningkatan kinerja hasil (performance result). ***

Padang Panjang, 16 November 2013
Yulizal Yunus
REFERENSI
Arni Muhammad, Dr., Komunikasi Organisasi, cet.IX. Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Ary, Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual – ESQ Emosional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukum Iman dan 5 Rukun Islam, cet.XIII. Jakarta: Arga, 2003
Atmosudirdjo, S. Prajudi, Dasar-dasar Ilmu Administrasi. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986
Bethel, Sheila Murray, ter., Dra. Med. Meitasri Tjanrasa, Mengubah Keadaan (Making Difference) Dua Belas Siffat Menjadi Seorang Pimpinan Ulung. Grogol: Binarupa Aksara, 1994
Asnawir, Manajemen Pendidikan (Transparan Presentasi). Padang: PPs IAIN IB, 2010
Effendy, Onong Uchjana, Sistem Informasi Manajemen.Bandung: Mandar Maju, 1989
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, edisi pertama, cet. I., Jakarta: Prenada Media, 2005
Gordon, Thomas, Kepemimpinan yang Efektif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1986
Kartini, Kartono, Dr., Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Oemimoin Abdnormal Itu, ed. Baru, cet.VII. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994
Key, S., Organizational Ethical Culture: Real or Imagined? Jurnal of Businnes Ethics, 1999.
Manullang, M. 2005. Dasar-dasar Manajemen. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Maxwell, John C., terj, Berfikir Lain dari yang Biasanya (Thingking for a Change). Batam: Karisma Press, 2004
_______, Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam Diri Anda. Jakarta:Bumi Aksara, 1995
Yahya Jaya, Prof. Dr. MA, H,  Membahas Buku Ihya Ulumuddin Karya al-Gazali. Baca Lebih Lanjut dalam Spiritualisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental. Jakarta: Ruhama, 1994.
Yulizal, Yunus, Organisasi dan Manajemen Pendidikan (Makalah). Padang: PPs.IAIN Imam Bonjol, 2010


[1]Yulizal Yunus, Dosen dan mantan dekan (2003 – 2007) Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imam Bonjol. Mantan Ketua STAI Balaiselasa (1993-2009). Mantan Ketua Lembaga/ Pusat Penelitian IAIN Imam Bonjol. Makalah disampaikan pada Workshop Pelayanan Prima, Fakultas Syari’ah IAIN Imam Bonjol Padang,di Flaminggo Padang Panjang, 16 November 2013.
[2]Baca Arbinger, Leadership and Self-Deception,  (Esensi, Jakarta: 2006).
[3]Jeffrey L. Chruikshank, menulis buku soal kepemimpinan sebuah perusahaan sukses, ditulisannya ini berawal dari hasil riset pada perusahaan komputer terkenal. Lihat The Apple Way: 12 Pelajaran Manajemen dari Perusahaan Paling Inovatif di Dunia, (Esensi Erlangga Groups, Jakarta, 2008).
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Yuyu Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger