PADANG. Cara kawula muda Minangkabau menyambut tahun baru dengan
berbagai cara yang banyak meniru budaya asing merupakan fenomena
menunjukkan kemunduran budaya yang harus segera diperbaiki. Bagaimanapun
juga adat dan agama Islam mempunyai norma dalam menata hubungan lain
jenis dengan aturan yang dapat mengangkat kehormatan lelaki dan
perempuan.
Menurut Yulizal Yunus Dekan Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol Padang,
dalam kondisi sekarang diperlukan terus menerus pencerahan dengan
sosialisasi nilai adat dan agama dalam mengadopsi budaya asing, agar
lebih jauh tidak berdampak merusak sendi-sendi kehidupan anak muda.
Remaja yang banyak mengumbar aurat seperti gadis-gadis yang berbusana
memperlihatkan pusat, berprilaku bebas terutama dalam pesta penyambutan
tahun baru, ketika itu mereka bukan tidak beradat dan berbudaya tetapi
adat (sistim) budaya (prilakunya) tidak berakar pada budaya Minangkabau
yang basandikan syarak (Islam), kata Yulizal kepada singgalang dalam
wawancara lewat phone-selnya Sabtu sore(30/12).
Menurut Yulizal Yunus juga, datangnya tahun baru syah-syah saja
diperingati masyarakat Islam sebagai sebuah perubahan. Karena setiap
peringatan itu dari nilai Islam ada manfa’atnya (innafa’ati dzikra),
setidaknya bermanfaat sebagai penyadaran diri dan membangkitkan semangat
serta spirit mengahadapi masa depan yang lebih baik. Tetapi kalau
penyambutan tahun baru itu dilakukan dengan cara-cara dan budaya yang
tidak baik, tidak berakar pada budaya kita seperti dengan menghalalkan
pergaulan bebas, berpakaian buka-bukaan mengumbar aurat dan merangsang,
itu jauh dari makna peringatan dan perubahan yang diamanatkan Islam itu.
Dalam Budaya Islam dalam seni termasuk penampilan berpakaian (seni
pakai) ada tiga unsur yang perlu diperhatikan, kata Yulizal yang ahli
dalam disiplin ilmunya Seni Islam dan Sastra Arab. Pertama estetika
(keindahan), kedua erotika (erotis) dan ketiga etika (menentukan baik
atau buruk dari keindahan dan erotis). Kalau keindahan saja seperti
l’art for l’art (fan li fan) dan ditambah pula erotis, akan terjebak
kepada kebebesan seni berekspresi tanpa aturan bahkan erotis akan
menjebak ke dalam prilaku fornograpi.Karenanya unsur etika diharapkan
berfungsi mengontrol estetika dan erotika dalam alternatif mana yang
baik dan mana yang buruk.
Menyinggung seni berekspresi Islam tidak melarangnya. Allah swt itu
maha indah dan suka kepada yang indah. Namun kalau seni tari
memperlihatkan gerak erotis yang merangsang itu berarti mengabaikan
etika. Masih banyak gerak yang indah yang tidak mengumbar aurat dan
tidak merangsang, silakan saja. Islam memang tidak mengatur secara
teknis dan tidak menetapkan pola seni termasuk seni tari (gerak) yang
ditawarkan Islam adalah nilai. Asal kreasi seni itu tidak bertabrakan
dengan nilai Islam, selama itu pula seni termasuk seni tari dibolehkan
etika Islam, kata Yulizal Yunus akhirnya.Hnr
Posting Komentar