Oleh Yulizal Yunus
Puasa itu kehidupan, karena puasa itu sehat. Erotik juga kehidupan, karena erotik itu
punya esensi pleasure (hal yang
menyenangkan) bagian penting dari kebutuhan hidup. Namun hal yang menyenangkan
dalam kehidupan secara Islam memerlukan kontrol al-akhlaq al-karimah (prilaku mulia). Puasa dapat menumbuhkan al-akhlaq al-mahmudah (prilaku terpuji),
karena puasa juga menaruh esensi prilaku mulia itu.

Erotik ada negatif
dan ada positif. Yang positif
menawarkan pleasure (sesuatu yang menyenangkan) bagi kehidupan dan membuat
hidup berbunga dan penuh seni, karena pleasure
juga esensi seni. Yang negatif, adalah erotik berbentuk gejala kejiwaan yang
berhubungan dengan prilaku seksual.
Orang yang terperangkap erotik negatif ialah orang yang cenderung menunjukkan
prilaku yang menyukai hal-hal yang bersifat seksual
atau memancing atau terpancing prilaku seksual. Di antara bentuk prilakunya
secara psychologis (kejiwaan) menunjukkan dan menyatakan senang dengan hiasan dan pakaian yang berlebihan dan memancing perasaan
seksual, senang dengan rayuan, senang dengan pujaan, sikap genit dsb.
Puasa mencegah sikap erotik yang mengarah negatif. Dalam
hadis Nabi saw misalnya mengingatkan kalau ….al-nazharah bi syahwat (pandangan yang penuh syahwat) sebaiknya berbuka saja. Puasa terjebak
fenomena ini bisa membuat makruh.
Bahkan lebih dari itu bisa membatalkan puasa bila syahwatnya tidak terkendali.
Misalnya sikap erotis negatif mengarah mubasyarah
(keluar mani akibat bersentuhan berlainan jenis). Mungkin sentuhan dalam
bentuk peluk rangkul yang menggemaskan (al-bathasy)
dan ciuman dan pandangan penuh nafsu (al-nazhar)
dsb. Atau sikap erotik negatif mengarah masturbasi
atau onani (bukan saja karena
nama pacarnya nani, lalu berkhayal dan mengerang oh… nani oh…nani, aku rindu
kamu, i love you, tapi maksudnya sengaja mengeluarkan mani dengan cara onani lewat copy udara radio atau kontak asmara televisi, atau dengan ransangan vcd pono dan gambar atau poster porno). Atau erotik negatif mengarah istimta` (enjoy) dalam bentuk cuci
mata dalam dunia glamour atau mejeng
di mall plaza dsb.
Biasanya setiap orang terutama al-syabab (pemuda) yang sering terjebak dalam muatan erotik yang
mengarah seksual menunjukkan ciri bahwa ia telah dewasa dan sudah dipandang al-ba’ah (sanggup kawin membentuk rumah
tangga). Orang yang telah cenderung al-ba’ah
ini aghadhdhu lil bashar (sulit
memelihara pandangan menaruh seksual) dan ahshan
lil-farj (sulit memelihara kehormatan/ alat kelaminnya). Untuk orang yang
telah dipandang tergolong al-ba’ah
ini, Nabi saw menganjur tazawwuj (menikah).
Kalau tidak sanggup menikah disuruh melakukan al-shaum (puasa). Puasa itu kata Nabi saw justeru bisa berfungsi wija’ (meredam perasaan syahwat)
meskipun dipropokasi dengan hal yang mengundangan perasaan seksual.
Puasa tidak melarang erotik, karena itu juga kehidupan. Puasa
menyehatkan, erotik dengan esensi pleasurenya
juga menyehatkan dan hidup menjadi segar. Tentu saja yang dibolehkan itu erotik
yang tidak mengarah kepada gejala kejiwaan yang menyukai sesksualitas.
Karena itu suatu harapan implementasi nilai Islami bagi
remaja putri dan remaja putra atau umumnya semua yang sedang berpuasa,
menghindari erotik negatif. Misalnya bisikan syahwat itu di antarnya: wangimu menggoda…atau lebih langsung ... aku cinta padamu… diikuti kerling mata
yang mendebarkan (al-nazhar) dan
prilaku rangkulan yang menggemaskan (al-bathasy).
Atau prilaku berpakaian yang menggoda dan tanpa disadari mempropokasi nafsu seksual, misalnya remaja
putri yang memakai rok mini atau bikini atau you can see (pakaian tembus pandang), ketika berada di tempat
banyak pasangan mata serta merta rok mini ditarik-tarik kebawah, atau memakai
pakaian press body (pas badan) dan
ketat misalnya celana ketat menunjukkan lekuk tubuh yang seksi, baju ketat dan
singkat, terlihat pusat, ketika bersilang mata, serta merta pula ditarik-tarik
mendutupi pusat. Orang di depan pun turut kikuk serta merta pula mengalih
pandang dari pusat. Demikian juga lelaki yang berpakaian press body, celana
ketat atau di atas lutut, juga bermakna, dalam Islam juga bernama buka orat dan
dapat mempropokasi prilaku seksual kaum putri.
Orang yang melihat hal yang Islami, diharap jangan terundang
propokasi seksual itu. Redupkan mata, pelihara kehormatan. Tidak terpuji kalau
sampai terundang dan menaruh maksud untuk menjahili. Tidak pula terpuji serta
merta mencap langsung fenomena itu degradasi
moral diikuti sikap meremehkan yang sedang berpakaian propokasi seksual.
Diyakini semua orang yang dalam keadaan sadar pasti tidak akan mau
mempertontonkan tubuhnya di keramaian. Itu terjadi mungkin sa’at tidak disadari
sepenuhnya, karena pikiran yang jernih dan perasaan yang halus terkontaminasi (talwis/ dikotori) kepentingan, mungkin kepentingan immateriil
seperti sedang mencari identitas,
mungkin kepenting mendapatkan materiil seperti bayaran mahal dsb.
Orang tua dan guru serta unsur tokoh masyarakat dan aparat pemerintah
diharapkan befungsi secara bersama-sama dan terpadu mensosialisasikan nilai
agama dan adat serta peraturan yang berlaku menyadarkan generasi yang
dimungkinkan terjebak erotik negatif tadi. Bagaimana kiat orang tua dan guru
memilih kata yang baik (ma’ruf) atau
kata yang arif dan benar (sadid), tidak
serta merta mencap anaknya dengan bahasa yang kasar seperti memfonisnya dengan
bahasa hukum yang kurang edukatif
seperti mencapnya nakal, jahat, degradasi moral, tetapi mencari solusi yang bijak lewat sentuhan
rohani, bathin dan kesahduan perasaan keagamaan, bahasa guru bahasa pendidikan
yang memandang anak dalam sebuah proses, agar anaknya membentuk fiqh al-bathin (kode prilaku) yang benar
misalnya dalam berpakaian tadi. Dalam kamus pendidikan anak tidak ada yang
nakal justeru diakui sedang berproses mencari identitas, yang nakal itu adanya
dalam kamus hukum, karena nakal itu sudah terhukum.
Misalnya secara konkrit ketika guru melihat anaknya
berpakaian press body jangan serta merta mencari gunting dan mencaci maki,
tetapi sentuh bathinnya dan sadarkan. Sosialisasikan bahasa yang lembut. Karena
Islam mengajarkan layyin (yang lembut). Orang Islam tidak lembut, khawatir
kita ke-Islamannya, dimugkinkan kurang beres. Allah swt sediri betapa lembut
mengajarkan nilai berpakaian. …Para
istri, anak perempuan serta perempuan mukmin, bereskan jilbabnya (menutupi
seluruh aurat/tubuhnya). Jilbab yang beres itu yu`rafna (identitas wanita muslimat, untuk memudahkan orang
mengenalnya) dan akan terhindar dari
yu’zaina (gangguan jahil), QS 33:59.
Event puasa ini adalah momentum (kesempatan emas)
mensosialisasikan nilai Islam meretas purbasangka erotik anak muda. Karena
puasa mencegah al-nazhar (mata yang
dihinggapi pandangan yang penuh syahwat/ prilaku seksual) seperti juga tangan ramah menggemaskan (al-bathasy) atau seluruh tubuh yang cenderung kepada hal seksual
dan mempropokasi prilaku seksualitas. Semogalah. CYulizal Yunus
Posting Komentar